News  

Investor Kripto Kena Tipu, Rp.200 Triliun Lenyap Tak Berbekas

Sepanjang tahun 2021, investor kripto tertipu lebih dari US$14 miliar atau setara Rp 200,2 triliun (asumsi Rp 14.300/US$). Menurut sebuah laporan hal tersebut berkat kepopuleran Desentralized Finance (Defi).

Laporan perusahaan analistik Blockchain, Chainalysis mengungkapkan para penipu berhasil mendapatkan US$14 miliar.

Disebutkan pula jika kerugian akibat kejahatan sektor kripto melonjak 79% dari tahun sebelumnya, akibat lonjakan pencurian dan penipuan, dikutip CNBC Internasional, Jumat (7/1/2021).

Penipuan menjadi yang teratas dari kejahatan berbasis kripto tahun lalu. Berikutnya ada aksi pencurian, sebagian besar melalui peretasan bisnis cryptocurrency.

“DeFi merupakan salah satu area paling menarik dari ekosistem kripto yang lebih luas, menghadirkan peluang besar untuk pengusaha dan pengguna cryptocurrency,” kata Chainalysis dalam laporan tahunannya.

Namun perusahaan menyebutkan DeFi tak disadari punya potensi aktivitas kejahatan. “Namun DeFi tak mungkin menyadari berpotensi jika desentralisasi yang sama membuatnya sangat dinamis juga memungkinkan penipuan dan pencurian meluas”.

Sebagai informasi, DeFi merupakan salah satu sektor di kripto yang bertujuan memotong perantara. Ini maksudnya adalah bank, transaksi keuangan tradisional, sepetti mengamankan pencurian.

Bank dan pengacara, pada sistem ini akan digantikan dengan kode yang diprogram disebut sebagai smart contract (kontrak pintar). Kontrak tersebut ditulis pada Blockchain publik seperti ethereum atau solana.

Saking populernya, volume transaksinya tumbuh signifikan tahun lalu mencapai 912% ungkap statistik Chainalysis. Token terdesentralisasi seperti Shiba Inu juga mendorong kepopuleran DeFi.

Namun potensi bahaya juga menyelimuti DeFi. Kepala penelitian Chainalysis, Kim Grauer mengatakan salah satunya adalah banyak protokol baru yang diluncurkan punya kerentanan kode dan dapat dieksploitasi para pelaku peretasan. Tahun 2021, 21% seluruh peretasan berasal dari eksploitasi kode tersebut.

Dia mengatakan perusahaan pihak ketiga melakukan audit kode dan publik menetapkan protokol mana yang aman. Di sisi lain banyak pengguna memiliki bekerja dengan platform dengan risiko yang melewati langkah tersebut, berpikirakan akan mendapatkan keuntungan besar.

Sementara itu pencurian cryptocurrency naik 516% dari 2020 senilai US$43,2 miliar (Rp 620 triliun), 72% diambil dengan protokol DeFi. Dari penipuan, kerugian naik 82% atau senilai US$7,8 miliar (Rp 111,9 triliun) .

Sedangkan lebih dari US$2,8 miliar (Rp 40,2 triliun) dari jenis skema baru bernama rug pull, yakni pengembang membangun seperti proyek kripto sah dan akhirnya mengambil uang investor. {cnbc}