News  

Senjakala Politik

Apakah selamanya politik itu kejam?
Apakah selamanya dia datang tuk menghantam?
Ataukah memang itu yang sudah digariskan?
Menjilat… Menghasut… Menindas… Memperkosa hak hak sewajarnya…
“Sumbang” -Iwan Fals-

Istilah politik pertama kali dikenalkan oleh Aristoteles dengan buku nya yang masyhur dengan judul “Politika”. Buku ini menjadi kitab suci dasar – dasar ilmu filsafat perpolitikan dan melanjutkan karya besar gurunya Plato yang berjudul “Republik”. Dua buku tersebut yang menjadikan dasar berkembangnya ilmu sosial politik yang merubah tatanan dunia sampai saat ini.

2000 tahun lebih kedua buku tersebut ditulis dan ilmu tersebut dikembangkan oleh para cendekiawan dan para filsuf untuk menyempurnakan kehidupan manusia di atas bumi ini. Politik dijadikan ilmu yang mempengaruhi kehidupan manusia; membangun peradaban, meningkatkan kesejahteraan tapi termasuk saling membunuh atas nama politik. Perang, pembantaian manusia dan kehancuran alam tidak luput dari berkembang nya ilmu politik tersebut.

Sejak perjanjian Westphalia di abad 17, politik modern mulai mempengaruhi peta kehidupan politik manusia yang sebelumnya diwarnai persaingan antar suku, konflik kerajaan dan agama. Filsuf Inggris Thomas Hobbes dengan buku nya “Leviathan” menjadi semacam pedoman formula kontrak sosial dalam ilmu politik untuk melegitimasi struktur masyarakat dalam sebuah negara modern. Sejak itu, ilmu sosial politik berkembang sangat dinamis dan melahirkan konsep – konsep dan ide – ide baru yang diterapkan oleh masyarakat dunia.

Politik adalah ilmu untuk memperoleh kekuasaan atau otorisasi. Mau seperti apapun ide atau konsep nya, tetaplah kekuasaan menjadi tujuan akhir yang dilegitimasi oleh kekuatan tertentu. Bisa kekuatan militer, kekuatan rakyat ataupun kekuatan hukum. Saat ini yang lagi naik daun adalah kekuatan teknologi digital. Sejarah umat manusia dipenuhi oleh catatan mengenai perebutan kekuasaan tersebut.

Sesuai dari kaidah awal nya oleh Plato dan Aristoteles, ilmu politik dibuat untuk mengatur kehidupan bermasyarakat agar menjadi lebih baik, sejahtera, adil dan makmur. Maka dibutuhkan sebuah ilmu khusus untuk mencapai tujuan tersebut dengan legitimasi sebuah kekuasaan.

Tapi kalau kehidupan masyarakat dapat teratur dan berkembang tanpa diperlukannya politik apakah politik masih diperlukan lagi?

Pertanyaan tersebut mungkin bisa dibilang mustahil, tapi perkembangan teknologi komunikasi digital dan kecerdasan buatan (AI) sudah memungkinkan hal tersebut.

Sebagai contoh; sejak sistem operasi Linux diperkenalkan oleh Linus Torvalds kepada dunia pada tahun 1991 dan semua orang berhak untuk mengembangkannya, ribuan programmer sedunia saling gotong royong untuk mengembangkan Linux sampai saat ini. Dibentuk sebuah lembaga Linux Foundation sebagai pengatur dari cepat nya perkembangan sumbangan dari para programmer tersebut untuk menyatukan menjadi sebuah sistem operasi yang terpadu. Tetapi dengan kapasitas manusia saja tidak cukup karena terlalu banyak dan terlalu kompleks teknologi tersebut.

Tahun 2005 Linus Torvalds menciptakan sistem program Git untuk mengatur kolaborasi tersebut. Sistem ini mengatur pengendalian dari ribuan revisi dari para kolaborator Linux secara otomatis dan non linier. Sistem Git ini terbukti sangat efektif dan efisien dalam pengembangan sebuah program yang bersifat open source dan kolaboratif.

Secara ilmu politik bisa diibaratkan bahwa sistem Git ini sangat efektif dalam sebuah lingkungan yang sangat demokratis dimana semua individu yang ingin berkontribusi dalam pengembangan atau pembangunan dapat diatur secara objektif dan meminimalisasi penggunaan tenaga manusia. Untuk kasus pengembangan Linux sendiri hanya diperlukan seorang maintainer untuk menjaga sistem ini berjalan secara optimal.

Saat ini sistem Git berkembang dan dipakai hampir semua proyek pengembangan open source baik berupa software maupun hardware. Bahkan mulai digunakan pada proyek pengembangan non digital. Dengan terhubung nya manusia sedunia dengan internet maka tidak menutup kemungkinan bahwa sistem yang sama akan mulai digunakan untuk level kemasyarakatan.

Dalam dunia digital saat ini makna politik sedang dalam proses transisi karena mulai tidak adanya batasan secara geografis. Transisi ini memungkinkan terbentuk nya organisasi politik tanpa berdasarkan geografi. Akibat nya, monopoli fungsi pemerintahan bisa tergerus dalam sistem sosial kemasyarakatan yang dibangun tidak berdasarkan kedaulatan teritori.

Cepat nya perkembangan ini tidak diantisipasi oleh ilmu politik yang masih berdasarkan masyarakat secara geografis. Perkembangan teknologi digital sendiri tidak bisa dikejar oleh ilmu politik yang dianggap kuno dan obsolete oleh para inovator teknologi.

Dunia digital telah menciptakan dunia mereka sendiri dan mengembangkan sistem yang jauh lebih efektif dan efisien dibandingkan dunia nyata yang penuh dengan intrik politik kekuasaan yang mereka anggap hanya menguntungkan beberapa pihak saja.

Tidak menutup kemungkinan di masa depan perkembangan dunia digital dapat menggantikan sistem politik dalam mengatur dan membangun masyarakat dunia dengan lebih optimal dan meminimalisasi konflik antar manusia.

Cilacap 1 Februari 2022, Wirendra Tjakrawerdaja