News  

Ajo John Key dari Sungai Geringging

Ya, John Key, begitu sebutan atau julukan kami terhadap sosok ini. Nama aslinya: John Kennedy Azis. Seorang pengacara yang tentu terkenal pada zaman sebelum para Lawyer membuat acara-acara mereka sendiri dalam layar televisi.

Dari pilihan nama, tentulah termasuk dalam lapisan tebal anak-anak yang dilahirkan pada “zaman bergolak” atau beberapa tahun setelah itu. Yakni ketika tentara-tentara yang mayoritas berlatar belakang intelijen dan mahir melakukan perang gerilya, menyusun sejumlah mosi kepada pemerintahan pusat.

Pemerintahan Revolusioner Rakyat Indonesia — PRRI — yang amat terkenal itu. Mayoritas mereka adalah alumni Sekolah Raja atau SMA 2 Bukittinggi yang sabar hari berurusan dengan serdadu Belanda yang punya Fort de Kock dan Fort Van Der Cappelen.

Dua benteng paling tangguh yang dibangun Hindia Belanda, dari hanya sekitar 10 benteng yang mereka bangun di seluruh tanah jajahan. Kekuatan Kaum Paderi yang bersekutu dengan Kaum Adat, telah dirasakan Belanda dalam perang selama 16 tahun, tiga kali lebih lama dari Java Orloog.

Pagi ini, untuk ke sekian kalinya Ajo John Key ini menelepon saya. Dalam telepon terdahulu, Kata Mendatar lebih banyak digunakan. Kalimat kesetaraan, perkawanan.

Namun pagi ini, Kata Menurun yang dipakai. Berbunyi perintah, walau dengan awalan “Tolong bana, Adiak Ajo nan tersayang!”

Apa itu?

Menjaga kehormatan simbol Partai Golkar, yaitu Airlangga Hartarto yang merupakan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar.

Memang, belakangan, saya “terkejut” dan ikut sumringah, ketika Ajo John Key ini ikut berkomentar keras, telak, dan sesuai kaidah AD/ART, Garis-Garis Besar Haluan Partai Golkar, dan lain-lain, ketika menemukan nada-nada “melereng” dari kelompok lain atas posisi/status atau apapun yang berkaitan dengan Airlangga Hartarto.

Dalam kepengurusan sebelumnya, sosok yang “berani” menggunakan Kata Menurun kepada saya hanyalah Bang Fahmi Idris dan Bang Andi Ahmad Dara.

“Indra, aku selain mamak kau, juga datuk kau! Aku penghulu kaum di Agam! Aku sama dengan Bang Leonardy Harmaini yang begitu kau hormati dengan santun. Aku datuk bagi kaum Piliang!” begitu kalau Bang Aday sudah naik pitam atas “kebandelan”-ku.

Bang Fahmi?

Tentu adalah Kepala Suku dari Angkatan 66 yang berbasis Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia yang berlogo Universitas Indonesia. Walau Bang Akbar Tanjung lebih dituakan, tentu saja Bang Fahmi adalah juru bicara yang paling “intimidatif” kepada siapapun, palagi junior sptku.

John Key? Mana pernah memberikan saya perintah dalam kepengurusan sebelumnya. Malahan, bang Aday yang memanggilku ke Hotel di Bunderan HI itu, lalu bicara dg nada rendah: “Kau bantu John! Dia kawan satu kostku di Medan dulu. Dia kan juga Mamak kau, Piliang!”

Kalau mau dibuka, berapa orang klan Piliang dalam tubuh Partai Golkar? Selain mereka berdua, tentu ada Bang Andi Rahman, Gubernur Riau 2 periode yang selamat dari hattrick. Ada juga Happy Bone Zulkarnaen yang paling kalem, terkena hawa Bandung tempat kesehariannya.

Benar-benar saya ingin berteriak. Bahkan, Ketua Umum Airlangga Hartarto sendiri TIDAK PERNAH meminta saya untuk melakukan pertarungan yang bagiku sudah jauh sekali di belakang, dalam acapkali pertemuan kami berdiskusi tentang bunga teratai, abad ke 11, dan irigasi.

Saya merasa sudah jadi veteran dalam kompetisi sekelas Bakal Calon Presiden dan Wakil Presiden dari Partai Golkar.

Hampir dua dekade lalu, saya adalah pasukan “Indra-nya satu, pers-nya banyak”, sebutan dari Alfan Alfian yang berada di tenda Bang Akbar. Ya, saya adalah penjubir dari Bakal Capres Aburizal Bakrie.

Pilihan yang membuat saya kehilangan banyak kehangatan dari mentor-mentor sendiri di ranah intelektual dan masyarakat sipil.

Airlangga tentu tahu, bahwa ponakan barajo ka mamak, mamak barajo ka panghulu, panghulu barajo ka mufakaik, mufakaik barajo ka nan bana, nan bana tagak surang: ALIF atau ALLAH SWT.

Sikap “manis” Airlangga ini yang bisa jadi banyak menerlenakan orang-orang sepertiku.

Saya sempat tanyakan, dimana Bang Aday.

“Wee sadang di Bali, satahu Ajo,” kecat Ajo John Key ini.

Walau dikenal berpendidikan tinggi, Ajo kami ini kalau bicara seperti seorang Pakiah atau Tuanku Mudo dari Sungai Geringging, kampung yang dianggap masih “mudo” di Padang Pariaman.

Sepupu dari Marconi Koto, keponakan dari Kolonel Anas Malik — Bupati Padang Pariaman paling legendaris, bersama Bang Leonardy Harmaini, disebut sebagai TIGA SERANGKAI atau TIGO TALI SAPILIN dalam trah keluarga terhormat itu. Bang Leonardy adalah menantu dari Anas Malik.

Sementara saya berasal dari V Koto Kampung Dalam, lokasi Istana Kesultanan Pariaman berada.

Nangkodo Baha berasal dari Sungai Geringging, sementara Putra Mahkota atau Pangeran Anggun Nan Tongga berasal dari V Koto Kampung Dalam. Sesakti-saktinya pendekar Sungai Geringging, lebih sakti tuanku dari V Koto Kampung Dalam.

Almarhum Bang Harry Azhar Azis, Azzumardi Azra, almarhum ayahanda Nirina Zubir, adalah contoh dari nan sudah. Walau, Datuk Rajo Harimau Salman Hardani, rumpun Piliang di area Sungai Geringging — mantan Ketua PDI Perjuangan Kab Padang Pariaman — berumpun-baniah di ranah Tigo Tali Sapilin itu.

Manjada Wajada, Mamak Ambo, John Key. Mamak baparuik taba, ponakan bapisau tajam. Dek paruik mamak ndak ganduik, elok-lah pisau ponakan iko tatuju ka arah saparintah mamak.

Bismillahirrahmanirrahim…

Indra Jaya Piliang, dari rumpun Datuk Lenggang Basa dan Basa Ampek Balai, barikuik 12 datuak nan mamacik 12 jenih pasukan.

Markas Kemayoran, dalam hujan yang lebat jelang tengah hari, 5 Februari 2022.