Usul Pemilu 2024 Ditunda, Pengamat Nilai PKB dan PAN Khianati Demokrasi

Isu penundaan pemilihan umum (Pemilu) Serentak 2024 kembali mengemuka. Kali ini disampaikan dua partai politik yang termasuk koalisi pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Maruf Amin.

Yang pertama kali menyatakan sikap mendukung penundaan Pemilu Serentak 2024 adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Menyusul, ada Partai Amanat Nasional (PAN) yang menyatakan hal serupa dengan sejumlah alasan tertentu.

Banyak pihak pun tidak sepakat apabila Pemilu Serentak 2024 yang sudah ditetapkan jadwal dan tahapannya oleh penyelenggara pemilu ditunda.

Salah satunya disampaikan Direktur Eksekutif Median, Rico Marbun, yang mempertanyakan skema yang dipakai apabila pada 2024 nanti tidak ada pelaksanaan Pemilu.

Pasalnya, Rico memandang usulan PAN maupun PKB tak memiliki landasan hukum menunda Pemilu. Rico menilai kedua partai tersebut juga telah mengkhianati demokrasi.

“Hajatan pemilu adalah hajatan rakyat terpenting kedua setelah proklamasi kemerdekaan,” ujar Rico kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (25/2).

Rico mengurai, proklamasi kemerdekaan RI yang terjadi pada 17 Agustus 1945 telah memberikan kedaulatan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk memerintah bangsanya sendiri.

Sementara pemilu, menurut Rico, merupakan ajang transfer kemerdekaan dari setiap manusia di republik ini untuk memberikan wewenang bagi segelintir manusia lainnya untuk menjalankan pemerintahan.

“Hak untuk membuat peraturan dan banyak hak lainnya yang sering berujung pada pembebanan,” tuturnya.

Kewenangan yang diberikan mayoritas rakyat kepada segelintir orang yang ikut kontestasi di dalam Pemilu, lanjut Rico, sudah diatur konstitusi dengan gelaran pemilu setiap lima tahun sekali.

“Hak segelintir manusia lainnya apakah itu anggota dewan atau yang lainnya, adalah hak sementara yang hanya berjalan selama lima tahun,” katanya.

Maka dari itu, apabila proses demokrasi melalui pelaksanaan Pemilu ditiadakan, Rico mempertanyakan gagasan PAN dan PKB mengenai mekanisme penggantinya.

Sebab, dipertegas Rico, hak anggota legislatif dan juga pemimpin eksekutif hanya bisa diperpanjang ketika dipilih melalui pemilu. Namun khusus untuk presiden dan wakil presiden, hanya boleh menjabat maksimal selama 2 periode atau 10 tahun.

“Jadi kalau proses transfer itu dicabut apa gantinya yang dibenarkan oleh mekanisme demokrasi?” tanya Rico.

“Jadi usul PAN ini aneh bin ajaib,” tandasnya. {rmol}