News  

Sekum Muhammadiyah Sebut Parpol Ditekan Agar Suarakan Penundaan Pemilu, Oleh Siapa?

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Prof Abdul Mu’ti merespons isu liar terkait perpanjangan masa jabatan presiden yang didorong PAN, PKB dan Golkar. Mu’ti menyebut dirinya mendengar kabar partai politik mendapatkan tekanan dari pihak tertentu untuk mendukung penundaan Pemilu.

“Memang ini banyak spekulasi karena sebagian mengatakan itu adalah inisiatif dari pimpinan parpol itu sendiri. Tapi saya mendengar suara-suara angin, yang angin ini bisa jadi angin ribut.

Bisa jadi angin buritan, bisa jadi angin mamiri, itu memang ada aspirasi dari orang tertentu yang ingin supaya pemilu ini ditunda pelaksanaannya,” kata Mu’ti dalam diskusi virtual yang ditayangkan di YouTube Rumah Pemilu, Sabtu (26/2).

“Nah, orang tertentu itu tidak perlu disebutkan namanya, mungkin ketua-ketua partai itu tahu. Tapi saya sempat komunikasi dengan beberapa pihak, katanya ada tekanan dari pihak tertentu kepada parpol untuk bersuara tentang penundaan pemilu 2024,” imbuh dia.

Mu’ti mengatakan, sebaiknya seluruh pihak berpikir jernih terkait penundaan Pemilu 2024. Sebab, banyak implikasi buruk terhadap demokrasi jika pemilu 2024 ditunda.

“Saya kira harus dipikirkan itu yang saya maksud dengan berpikir jernih dan jangka panjang. Itu harus dipikirkan konsekuensi-konsekuensi politik dan moral dalam konstruksi ketatanegaraan, serta pertimbangan-pertimbangan lain yang menyangkut kepentingan bangsa secara keseluruhan,” tuturnya.

Ia mengaku khawatir perpanjangan masa jabatan presiden juga akan berpengaruh terhadap perpanjangan masa jabatan DPR, MPR, DPD hingga DPRD tingkat I dan II.

“Saya tentu saja secara pribadi sangat khawatir bahwa perpanjangan penundaan pemilu yang berkonsekuensi pada perpanjangan masa jabatan presiden kemudian kabinet, DPR, MPR kemudian DPD, DPRD I, II, dan jabatan-jabatan publik yang terkait dengan itu akan menimbulkan stigma politik yang sangat serius terhadap masa depan demokrasi di Indonesia,” jelasnya.

Mu’ti menambahkan, jika pemilu ditunda turut berdampak terhadap pelaksanaan pemilu di masa yang akan datang. Sejumlah daerah yang akan dipimpin oleh penjabat (Pj) bisa menjalankannya cukup lama bahkan hingga lima tahun.

“Kalau kemudian misalnya pemilu ditunda, ditundanya pada tahun berapa? Kalau misalnya ditunda pada tahun 2027, misalnya, maka mereka yang akan habis pada 2022 itu akan dipimpin oleh seorang kepala daerah yang ditunjuk dan dia akan memimpin selama 1 periode kira-kira 5 tahun 2022-2027,” tutur Mu’ti.

“Jadi banyak sekali sebenarnya tidak sekadar perubahan UUD tapi banyak UU yang ditabrak ketika pemilu ditunda. Nah, itu yang saya kira menjadi persoalan yang sangat serius, yang bisa jadi seperti yang dikhawatirkan oleh Prof Yusril akan menjadi chaos politik yang tidak bisa diperhitungkan,” tutup dia. {kumparan}