Tekno  

Klaim Masyarakat Setuju Pemilu Ditunda, Drone Emprit Pertanyakan Big Data Milik Luhut

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim memiliki big data. Yaitu sebanyak 110 juta masyarakat Indonesia menginginkan Pemilu 2024 ditunda. Data tesebut diambil dari media sosial.

Menanggapi hal tersebut, peneliti media sosial sekaligus Founder Drone Emprit, Ismail Fahmi mempertanyakan data yang dimiliki Luhut Binsar Pandjaitan tersebut.

Fahmi menjelaskan, merujuk data dari Lab 45 dan Drone Emprit pada 2021 lalu, disebutkan bahwa hanya sebanyak 10.852 akun Twitter yang terlibat pembicaraan perpanjangan jabatan Presiden RI.

“Hasilnya data dari Lab 45 sama dengan hasil dari Drone Emprit, jadi datanya kalau dari Twittwer sekitar 10 ribuan user yang berbicara soal isu ini,” ujar Fahmi kepada JawaPos.com, Sabtu (12/3).

Fahmi menjelaskan, data pengguna Twitter di Indonesia pada tahun 2022 ini jumlahnya berkisar 18 juta. Sehingga data dari Drone Emprit dan Lab 45, hanya sebanyak 10.852 netizen yang berbicara soal perpanjangan jabatan kepala negara.

Artinya bila dipersentekan hanya sebanyak 0,55 persen. “Jadi 10 ribu ke 18 juta kan cuma 0,55 persen, kecil sekali,” katanya.

Fahmi mengatakan penguna Facebook pada tahun 2024 sebanyak 140 juta. Jika diasumsukan 0,55 persen yang membahas isu perpanjangan jabatan Presiden RI. Maka hanya mendapatkan 77 ribu akun.

“Kalau asumsi 0,55 persen juga seperti di Twitter, jadi dugaan saya persentase di Twitter lebih ramai politik dibantingan dengan di Facebook. Tapi anggap saja sama, itu juga paling baru berapa, kecil sekali. Jadi untuk mendapatkan 100 juta percakapan masih kurang 1.000 kali, jadi harus dinaikkan 1.000 kali,” ungkapnya.

Karena itu, Fahmi mengungkapkan, tidak mungkin ada sebanyak 110 juta netizen di media sosial yang mendukung ataupun berbicara mengenai perpanjangan jabatan kepala negara tersebut.

“Jadi menurut saya enggak mungkin kita bisa mendapatkan bahwa ada 110 juta netizen yang berbicara soal itu. Soalnya diklaim Pak Luhut ada segitu yang berbicara dan mayoritas ingin (Pemilu ditunda),” tuturnya.

“Dari data Lab 45 dan Drone Emprit itu enggak mungkin segitu banyak yang berbicara tentang isu ini, kalau di Twitter hanya 10 ribu. Jadi kecil sekali. Artinya klaim 110 juta kalau berdasarkan data dari Lab 45 dan Drone Emprit sepertinya kok enggak mungkin,” tambahnya.

Fahmi menduga, Luhut hanya mengambil data berdasarkan 110 juta masyarakat yang aktif menggunakan media sosial. Padahal dari 110 juta pengguna media sosial tersebut tidak semua berbicara mengenai perpanjangan jabatan kepala negara.

“Mereka enggak semua ngomong tentang perpanjangan. Banyak yang ngomong soal entartaiment dan mereka enggak peduli soal isu itu. Jadi dari 110 juta paling yang ngomong hanya sedikit. Nah kalau di Twitter hanya 0.55 persen, jadi sepertinya salah persepsi, salah membaca data,” tuturnya.

Karena itu, Fahmi mempertanyakan klaim big data yang dimiliki oleh Luhut Bisar Pandjaitan tersebut. Sebab Lab 45 dan Drone Emprit tidak mendapatkan data total masyarakat yang berbicara di media sosial soal perpanjangan masa jabatan Presiden RI sebanyak 110 juta.

“Jadi klaim soal 110 juta yang berbicara soal topik ini dari mana? Karena Lab 45 sama Drone Emprit susah mendapatkannya,” tegasnya.

Sebelumnya, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengaku memiliki data dari rakyat Indonesia yang menginginkan agar Pemilu 2024 ditunda pelaksanaanya. Sehingga wacana penundaan Pemilu 2024 bedasarkan suara dari rakyat Indonesia.

“Kita kan punya big data, dari big data itu 110 juta itu macam-maca adari Facebook dan segala macam, karena orang main Twitter kira-kira 110 juta,” kata Luhut.

Luhut menuturkan, dari big data tersebut masyarakat kelas menengah ke bawah menginginkan tidak ingin adanya kegaduhan politik di Indonesia akibat Pemilu 2024. Bahkan masyarakat takut adanya pembelahan, seperti di Pilpres 2019 lalu yang muncul ‘kecebong’ dan ‘kampret’.

Bahkan Luhut mengungkapkan dari big data tersebut masyarakat juga tidak ingin Indonesia dalam keadaan susah akibat pandemi Covid-19, namun malah menghaburkan uang demi penyelenggaran Pemilu 2024.

Pasalnya menurut Luhut, Pemilu dan Pilkada serentak 2024 bisa menghabiskan anggaran negara sebesar Rp 110 triliun. Karena itu, Luhut megatakan seharusnya partai-partai politik bisa menangkap aspirasi dari masyakat mengenai keenganan Pemilu 2024 itu diselenggarakan. {JP}