News  

Lebih Besar Dari Kasus Crazy Rich, Kerugian Penipuan Investasi Emas di Tangerang Tembus Rp.1 Triliun

Kasus penipuan investasi emas dengan skema ponzi menimpa sejumlah orang. Kasus ini juga sudah masuk ke dalam persidangan dengan terdakwa bernama Budi Hermanto.

Sidang kasus dan pencucian uang dengan skema ponzi dalam perdagangan emas sudah berlangsung sejak 15 Desember 2021 lalu.

Kuasa hukum 8 korban dari VISI LAW OFFICE, Rasamala Aritonang, mengatakan pihaknya akan mengajukan gugatan penggabungan perkara gugatan ganti kerugian dalam Perkara Pidana Nomor: 1907/Pid.B/2021/PN Tng.

Sidang yang digelar hari ini, Rabu (16/3), di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, beragendakan pemeriksaan saksi dan ahli.

“Kita mohonkan kepada Majelis perkara pidana untuk mempertimbangkan memberikan eksekusi pemulihan ganti rugi kepada korban-korban ini. Ini instrumen baru nanti kalau kira-kira hakim mengabulkan, ini bisa jadi jalan juga untuk kasus-kasus lain sebagai preseden,” kata Rasamala saat dihubungi, Rabu (16/3).

Awal Kasus Penipuan

Rasamala menjelaskan, kasus ini berawal dari tahun 2019 lalu. Di mana saat itu terdakwa menawarkan investasi emas yang ditukar dengan bilyet giro. Pencairan investasi ini dilakukan secara bertempo.

Merasa tergiur, sejumlah korban kemudian menyerahkan investasi emas ke Budi Hermanto.

“Jadi sisi kita ini kebetulan waktu itu ada beberapa korban ada 8 orang sih yang datang ke kita, sebenarnya korbannya itu lebih dari 100 korban cuma 8 orang datang ke kita terus menyampaikan bahwa ini ada peristiwa.

Jadi ceritanya tahun 2019 mereka tuh mulai pertengahan lah, mereka mulai ada tawaran-tawaran untuk menyerahkan emas ke salah satu toko nama terdakwanya Budi Hermanto,” ungkap dia.

“Nah si Budi Hermanto dia menyerahkan emas siapa yang mau nanti ditukarkan dengan bilyet giro. Jadi sistem investasi dengan bilyet giro dengan tempo 2 bulan 3 bulan sampai dengan 6 bulan nanti marginnya dari tempo yang diberikan lewat bilyet giro itu bisa 5 persen, 2 persen, tergantung sampai dengan lebih dar 10 persen,” sambungnya.

Menurut Rasamala, diduga terdakwa Budi tak menjualkan emas itu. Dengan menggunakan skema ponzi, uang dari investor yang baru diberikan ke investor lama, begitu seterusnya.

“Nah kemudian ini makin berkembang nih makin banyak yang tertarik yang menaruh emas. Nah oleh si Budi Hermanto rupanya kelihatannya itu enggak diperjualkan, tapi dia hanya putarkan saja uang itu dari investor yang baru dikasih lah uangnya ke investor yang memberikan emas yang sebelumnya. Jadi dia putar aja ini skema ponzi,” jelasnya.

Rasamala melanjutkan, pada pertengahan Oktober 2021, investasi ini mulai macet. Tak ada investor baru yang bergabung. Sehingga, korban yang merasa curiga menjadi korban penipuan melaporkan hal ini ke polisi.

“Mungkin investor barunya rasionya sudah tidak memadai lagi sehingga macet semua ini. Jadi ada perhitungan giro lebih Rp 1 triliun kerugian seluruhnya itu macet dan itu diproses dan kemudian masuklah laporan-laporan pidana,” ujarnya.

Menurut dia, sejauh ini memang sudah ada beberapa aset milik terdakwa yang disita. Namun, jumlah masih kurang dari kerugian yang diderita korban.

“Nah ini terdakwanya baru satu namanya Budi Hermanto tapi juga dari aset yang disita jumlahnya jauh mungkin baru sekitar 15-20 miliar dari 1 triliun itu jauh sekali,” kata dia.

Kasus ini sendiri dahulu ditangani Bareskrim Polri. kumparan masih mencoba mengkonfirmasi ke Bareskrim soal awal mula penanganan kasus ini dan penyitaan aset yang dilakukan.

kumparan juga masih mencoba mengontak pengacara Budi Hermanto untuk meminta klarifikasi. {kump}