News  

Telat Ikuti Perkembangan Teknologi, Pos Indonesia Bergulat Dengan Kematian

Perkembangan zaman dan teknologi menjadi momok bagi PT Pos Indonesia (Persero) karena harus mengakui bahwa lambannya menyesuaikan diri membuat manajemen harus bertarung dengan keadaan yang tidak mudah.

Pos Indonesia memiliki dua lini bisnis yang sejak dulu sangat menguasai bahkan tidak ada pesaingnya, yaitu bisnis kurir surat dan penyedia layanan keuangan.

Direktur Utama Pos Indonesia Gilarsi Wahyu Setijono mengatakan puncak jatuhnya bisnis Pos Indonesia terjadi pada tahun 2014 ketika Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan aturan tentang lakupandai.

Lakupandai adalah layanan keuangan milik perbankan yang tidak perlu memiliki fisik bangunan secara resmi.

“Kemudian muncul ada bank, muncul distruption, bank ini berlanjut melakukan distruption, dengan teknlogi, dengan regulasi, yang paling berat buat Pos di jasa layanan keuangan itu pada tahun 2014 OJK buat aturan lakupandai,” kata Gilarsi saat berbincang dengan detikFinance, di kantor pusat PT Pos di Jalan Banda, Bandung, Senin awal pekan ini.

Banyaknya layanan jasa keuangan membuat Pos Indonesia bukan lagi sebagai pemain satu-satunya. Sedangkan dari sisi kurir, Pos pun terlalu fokus hanya menjalani binsi pengiriman surat dan tidak menyiapkan infrastruktur pengiriman untuk barang atau parsel.

“Dari teknologi dan infrastruktur kita terlambat iya, bahwa ini hampir terjadi di seluruh industri pos di dunia iya,” ujar dia.

Dari ketelatan tersebut, maka ‘kue’ yang selama ini dikuasai Pos harus terbagi oleh perusahaan jasa pengiriman lainnya, bahkan kepada perusahaan yang bukan benar-benar di sektor logistik seperti Go-Jek dan Grab yang juga menawarkan layanan pengiriman barang.

“Kegagapan itu terjadi. Nah dalam menghadapi kegagapan itu tidak bisa dipungkiri bahwa bisnis kita suffering, kita berada dalam challenge yang luar biasa, kegagapan ini tadi membuat kita agile di dalam berubah,” ungkap dia.

Saat ini, kata Gilarsi, Pos Indonesia harus bertarung dengan kematian atau kinerja keuangannya yang terus mengalami kerugian. Berjuang lepas dari ambang kematian dengan melakukan efisiensi biaya produksi, hingga transformasi.

“Saya sampaikam tugas berat Pos sekarang bagaimana berkelit dari kematian ini, karena kematian sudah di depan mata. But, bagaimana kita bisa escape, tentu dengan super ketat di cost manajemen itu masih mampu membuat kita bertahan, tapi dengan itu saja tidak selesai, karena kita sendiri harus bertransformasi,” jelas dia. {detik}