News  

Dampak Dipecatnya Terawan Dari IDI: Hilang Kewenangan dan Dicabut Izin Praktik

Eks menteri kesehatan dr Terawan Agus Putranto direkomendasikan dipecat permanen dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Keputusan rekomendasi pemecatan itu dibacakan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dalam Muktamar ke-31 yang berlangsung di gedung Banda Aceh Convention Hall (BCH), Aceh, Jumat (25/3) malam.

Ketua IDI Aceh dr Safrizal Rahman yang ada di dalam muktamar itu membenarkan hal itu. Namun, Safrizal enggan menjelaskan lebih lanjut terkait pemecatan Terawan.

“Ini direkomendasikan sejak muktamar sebelumnya. Dan saat muktamar kemarin ditanyakan dan kembali jadi rekomendasi,” ujar Safrizal kepada kumparan, Sabtu (26/3).

Safrizal menyerahkan rekomendasi pemecatan Terawan itu sepenuhnya ke PB IDI. Banyak pertanyaan, apa dampak bagi Terawan ketika dipecat dari IDI?

Bila mengacu pada pedoman organisasi dan tata laksana MKEK 2018, rekomendasi yang diberikan MKEK kepada Terawan ini berdasarkan sanksi dalam kategori empat.

Diketahui, sanksi MKEK terbagi menjadi empat kategori. Pertama, bersifat murni Pembinaan. Kategori Dua, bersifat penginsafan tanpa pemberhentian keanggotaan.

Kategori ketiga, bersifat penginsafan dengan pemberhentian keanggotaan sementara. Dan kategori keempat bersifat pemberhentian keanggotaan tetap.

Sanksi kategori keempat ini dijatuhkan apabila sejawat melakukan pelanggaran etik sangat berat. Hal tersebut diatur dalam Pasal 29 ayat (2) pedoman organisasi dan tata laksana.

Namun tak dijelaskan bentuk pelanggaran etik seperti apa yang terkategori sebagai pelanggaran sangat berat ini.

“Pelanggaran etik ringan mendapatkan minimal satu jenis sanksi kategori 1. Pelanggaran etik sedang mendapatkan satu jenis sanksi kategori 2 dan kategori 1.

Pelanggaran etik berat mendapatkan minimal satu jenis sanksi kategori 1, satu jenis kategori 2, dan satu jenis sanksi kategori 3. Pelanggaran etik sangat berat mendapatkan sanksi kategori 4 berupa pemberhentian keanggotaan tetap,” demikian bunyi pasal 29 ayat (2).

Jika seorang anggota dijatuhi sanksi kategori ketiga dan keempat, maka terdapat hak dan kewenangan yang dihapuskan. Untuk kategori ketiga sifatnya sementara, sementara kategori keempat bersifat tetap. Berikut daftarnya:

Hilangnya hak dan kewenangan tersebut dapat berimplikasi pada:

a. Kehilangan hak dan kewenangan melakukan praktik kedokteran, termasuk dicabut sementara seluruh rekomendasi izin praktik yang kewenangan untuk itu akan ditindaklanjuti kemudian oleh otoritas penerbit izin praktik agar menonaktifkan sementara Surat izin praktik yang bersangkutan.

b. Kehilangan hak dan kewenangan menjadi pengurus dan anggota IDI dan seluruh organisasi di bawah IDI termasuk Perhimpunan Dokter Spesialis (PDSp) atau Perhimpunan Dokter Pelayanan Primer (PDPP) yang kewenangan untuk itu akan ditindaklanjuti kemudian oleh jajaran IDI, PDSp, PDPP, dan organisasi lain di bawah IDI.

c. Kehilangan hak dan kewenangan menyandang suatu jabatan publik yang mensyaratkan dijabat seorang dokter aktif yang kewenangan untuk itu akan ditindaklanjuti kemudian oleh instansi/organisasi terkait.

d. Surat Tanda Registrasi dan status di Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) menjadi non-aktif yang kewenangan untuk itu akan ditindaklanjuti kemudian oleh KKI.

Dijelaskan, sanksi kategori empat berupa pemberhentian keanggotaan tetap yang juga bermakna hilangnya seluruh hak dan kewenangan secara tetap sesuai yang dijabarkan di atas. {kumparan}