News  

Miris! Tabungan Pedagang Ikan di BNI Samarinda Raib, Dari Rp.3,5 Miliar Hanya Tersisa Rp.490 Ribu

M Asan Ali, pedagang pasar ikan di Kota Samarinda, Kalimantan Timur terpaksa gigit jadi, lantaran uang Rp3,5 miliar yang ditabung di Bank Negara Indonesia (BNI) berkurang drastis menjadi Rp490 ribu.

Dia menabung di BNI sejak tahun 2004, dan punya rekening kedua di BNI pada kisaran tahun 2014-2015. Selama jadi nasabah BNI, dalam penyetoran dana Asan selalu dibantu customer service BNI berinisial DEK.

Meski punya dua rekening tabungan, Asan hanya diberi buku tabungan dan kartu ATM dari rekening yang dia buka sejak 2004. Rekening lainnya, Asan hanya memegang kartu ATM lantaran buku tabungan dipegang DEK.

Tidak disangka pada 28 Oktober 2020, saat Asan melakukan pengecekan saldo dari rekening pertama yang dia buka tahun 2004, dananya hanya tersisa Rp 490 ribu. Kartu ATM di rekening kedua bahkan saldo nol rupiah. Asan menangis saat itu karena uang itu hasil jerih payahnya, bukan uang haram.

Asan menelusuri dananya, dan diketahui diduga disalahgunakan DEK. Dia meminta DEK mengembalikannya, setelah Asan komplain ke BNI Cabang Utama Samarinda di Jalan Pulau Sebatik.

Dari dananya Rp3,5 miliar lengkap dengan cetakan rekening koran, BNI hanya mengganti dana Asan dengan simpanan deposito 6 bulan senilai Rp2,35 miliar. Sedangkan DEK bersedia mengganti sekitar Rp303 juta.

“Dari rekening koran, ada kekurangan pengembalian BNI Rp841,8 juta,” kata Kuasa Hukum Asan, Hilarius Onesimus Moan Jong dikonfirmasi merdeka.com, Kamis (31/3).

Karena masih ada selisih pengembalian dari BNI Rp841,8 juta, Asan melapor ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kalimantan Timur di Samarinda. Yang mencengangkan dari rekening koran, sempat ada tertera penarikan dengan nominal sekitar Rp1 miliar.

“Jalan terakhir kami nanti adalah kami akan menggugat perdata,” tegas Onesimus.

BNI Cabang Samarinda, melalui kuasa hukumnya Agus Amri membenarkan Asan Ali adalah nasabahnya. Asan memang melapor ke BNI karena ada aktivitas di rekeningnya tidak sebagaimana mestinya. BNI melakukan investigasi dan audit internal independen terkait komplain nasabah Asan Ali.

“Dari basis data dan sistem kami, kami menemukan oknum pegawai yang mana sekarang sedang dalam proses hukum di pengadilan,” kata Amri, saat penjelasan resmi di Hotel Ibis Jalan Mulawarman, Samarinda, Kamis (31/3).

DEK adalah pegawai BNI sejak 2014 dan bertugas di front liner. DEK telah diberhentikan segera setelah BNI melapor ke Polda Kaltim sekitar awal 2021. Di mana, seiring laporan itu, DEK telah diberhentikan secara hubungan industrial. DEK kini sedang dalam persidangan pengadilan di Samarinda.

Amri menerangkan, meski diklaim nasabah ada selisih Rp800 juta dari dananya Rp3,5 miliar, namun BNI menegaskan hanya meng-cover pergantian uang nasabah Rp2,3 miliar dari kerugian Rp2,6 miliar sesuai yang tercatat di sistem BNI dan sudah dilaporkan ke OJK dengan kesepakatan bersama nasabah Asan Ali.

“Dalam hal ini dari investigasi dan audit, kami tunduk pada standar prosedur dan sistem perbankan. Kita juga tidak tahu konteks hubungan oknum pegawai (DEK) dengan nasabah. Apakah hubungan pribadi atau seperti apa,” ujar Amri.

Amri menegaskan juga Asan Ali bukanlah nasabah prioritas BNI. Selama ini, aktivitas penyetoran dilakukan pegawai bank saat itu. Meski belum diketahui pasti apakah dana dari nasabah selalu disetorkan dan masuk sistem BNI atau tidak.

“Sedangkan ATM dan SMS Banking di bawah kendali oknum (DEK) itu. Sehingga garis besarnya, oknum ini ambil alih kendali rekening orang dengan pemindahbukuan dan SMS Banking,” jelas Amri.

“Semua normal by sistem kami yang dilakukan oknum itu kelihatan natural sekali. Nasabah punya ATM, itu bank tidak akan tahu dana ditarik oleh nasabah atau orang lain.

Karena ada disclaimer, bank tidak bertanggung jawab penyalahgunaan ATM, PIN adalah kerahasiaan nasabah. Sistem berjalan alamiah sampai yang bersangkutan (Asan Ali) datang komplain,” ungkap Amri.

Amri kembali menegaskan bank hanya melakukan pergantian dana nasabah sesuai yang tercatat pada sistem BNI.

“Nasabah merasa ada uang di bank, tapi kita tidak pernah terima dari sistem kami. Kita tunduk pada sistem perbankan, sistem kami. Kita selalu berbasis sistem dan tanggung jawab pada OJK,” demikian Amri. {merdeka}