Prof Zainudin Maliki Ultimatum Nadiem Jangan Hilangkan Madrasah Dari Sisdiknas

Mendikbudristek Nadiem Makarim kembali memicu kegduhan dengan tidak dicantumkannya madrasah dalam RUU Sisdiknas.

Seharusnya Nadiem Makarim menyadari masalah agama itu sesuatu yang sublim. Sebagai bangsa religius, agama tidak hanya mengakar pada pikiran, tetapi juga di hati terdalam rakyat Indonesia.

Demikian ditegaskan Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PAN Prof Zainuddin Maliki, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (31/3).

“Saya tak segan mengingatkan Kemendikbudristek melalui raker di Komisi X agar berhati-hati terutama dalam melakukan perubahan penyelenggaraan pendidikan, apalagi terkait dengan masalah keagamaan,” ujar Zainuddin.

Kemendikburistek sendiri sudah mengklarifikasi tidak bermaksud menghapus Madrasah dalam draft yang dibuatnya.

Seperti dijelaskan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Anindito Aditomo, madrasah dimasukkan di penjelasan bukan di pasal RUU Sisdiknas. Hal itu dilakukan menurutnya agar lebih fleksibel dan dinamis.

“Justru seharusnya Kemendikbudristek memperhatikan azas penyusunan undang-undang yang baik. “Dalam menormakan sebuah pasal dalam undang-undang harus memenuhi azas lex stricta dan juga lex certa,” ungkap legislator PAN yang juga anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI itu.

Azas lex stricta dalam menyusun undang-undang mengharuskan pasal ditulis secara jelas dan dapat dimaknai secara rigid. “Tidak boleh diperluas sehingga menimbulkan analogi dan atau multi makna,” kata Zainuddin.

Penyusunan UU juga harus memenuhi azas lex certa sehingga dalam menormakan aturan ke dalam pasal undang-undang harus mengedepankan pentingnya kepastian sebagai tujuan hukum. Jaminan kepastian ini penting di samping berbicara tentang nilai-nilai seperti keadilan dan kemanfaatan.

Denga demikian semua masalah yang hendak diatur normanya harus bisa dirumuskan secara tegas dalam pasal undang-undang dan tidak boleh menimbulkan analogi atau tafsir.

“Oleh karena itu seharusnya Kemendikbudristek memasukkan jenis pendidikan yang tegas ke dalam pasal RUU Sisdiknas dan sedapat mungkin tidak perlu menambahkan penjelasan,” tegas mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu.

Pembaharuan undang-undang juga jangan sampai mengabaikan aspek filosofi dan nilai yang hidup di masyarakat.

Asas dan normanya pun harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai ke-Indonesia-an lainnya. Tidak bisa dipungkiri, madrasah adalah salah satu identitas dan jatidiri bangsa Indonesia.

“Sebuah keniscayaan, eksistensi madrasah harus dijaga. Tidak boleh dinafikan begitu saja dengan gampang. Jadi urgen untuk dinormakan dalam pasal undang-undang dan bukan sekedar dalam penjelasan,” pungkasnya. {rmol}