Keturunan PKI Bisa Jadi Prajurit TNI, Mardani Ali Sera: Isu Sensitif Saat Masih Banyak Masyarakat Trauma

Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera meminta Panglima TNI Andika Perkasa menjelaskan lebih detail, terkait kebijakannya yang memperbolehkan anak dan keturunan PKI menjadi anggota TNI.

Pasalnya, sampai saat ini masih banyak masyarakat yang merasa trauma akan pemberontakan PKI.

“Ini isu sensitif seharusnya dijelaskan secara utuh, ditambah lagi masih banyak masyarakat trauma,” kata Mardani kepada Pojoksatu.id, Jumat (1/4/2022).

Mardani juga mengatakan bahwa nilai-nilai yang ada di PKI sangat bertentangan dengan nilai Pancasila.

Sementara TNI, lanjut Anggota Komisi II DPR RI itu merupakan institusi penjaga Pancasila. Karena itu, sangat wajar masyarakat begitu reaktif saat mendengar kebijakan baru Panglima TNI tersebut.

“Wajar sekali kalau masyarakat sensitif dan bereaksi mendengar kebijak pak Panglima mengenai ini,” pungkas Mardani.

Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa membuat gebrakan dalam aturan seleksi penerimaan calon prajurit TNI.

Salah satu yang cukup mengejutkan adalah membolehkan keturunan apapun dan siapapun mendaftar.

Termasuk mereka yang merupakan keturunan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Perubahan ini dilakukan saat Jenderal Andika Perkasa memimpin rapat penerimaan Taruna Akademi TNI.

Kemudian, Perwira Prajurit Karier TNI, Bintara Prajurit Karier TNI dan Tamtama Prajurit Karier TNI Tahun Anggaran 2022.

Sebagaimana video yang diunggah di akun YouTube pribadinya, Jenderal Andika Perkasa bertanya pada Direktur D BAIS TNI Kolonel A. Dwiyanto tentang aturan seleksi calon prajurit.

Salah satu fokusnya tentang aturan nomor 4, di mana keturunan PKI dilarang ikut seleksi penerimaan prajurit. Menurutnya, aturan ini tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk terus. “Oke nomor 4 yang mau dinilai apa? Kalau dia ada keturunan dari apa?” tanyanya.

“Pelaku kejadian tahun 1965-1966. Izin, (dasar hukumnya) TAP MPRS Nomor 25,” jawab Kolonel Dwiyanto.

Jenderal Andika lalu meminta Kolonel Dwiyanto untuk menyebutkan isi TAP MPRS 25/1966.

Dijawab Kolonel Dwiyanto bahwa TAP MPRS Nomor 25 melarang komunisme, ajaran komunisme, organisasi komunis, maupun organisasi underbow dari komunis tahun ’65.

Mendengar itu, Jenderal Andika lantas menjelaskan bahwa TAP MPRS tersebut berisi dua poin utama.

Pertama menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang. Kedua menyatakan bahwa komunisme, leninisme, marxisme sebagai ajaran terlarang.

“Tidak ada kata-kata underbow (organisasi sayap) segala macam. Itu isinya. Ini adalah dasar hukum, ini legal ini,” tambah dia.

Atas alasan itu, dia meminta agar aturan tersebut diubah dan kemudian perubahan dipakai untuk syarat seleksi calon prajurit yang berlaku.

“Jadi yang saya suruh perbaiki, perbaiki, tidak usah ada paparan lagi karena sangat sedikit. Tapi setelah diperbaiki itu yang berlaku,” kata Andika. {fajar}