News  

Ekonomi RI Bakal Oleng Karena Krisis Global, Bhima Yudhistira: Secara Fundamental RI Cuma Diuntungkan Booming Komoditas

Perang Rusia dan Ukraina mengakibatkan tekanan ekonomi semakin tinggi, dan harga komoditas menjadi meningkat tajam. Hal ini ikut diwanti-wanti Bank Indonesia akan berdampak pada perekonomian nasional.

Sependapat dengan BI, Direktur Center of Economic and Law Studie (Celios), Bhima Yudhistira menilai, imbas krisis perekonomian global yang sudah dirasakan sejumlah negara akan berpengaruh ke negara berkembang, termasuk Indonesia.

“Memang tekanan ekonomi semakin besar. Bahkan diperkirakan terjadi resesi ekonomi di AS pada 2023 yang juga berdampak ke negara berkembang,” ujar Bhima kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (23/4).

Secara struktur ekonomi, Bhima melihat Indonesia cenderung mengandalkan konsumsi. Akan tetapi berdasarkan pengamatannya selama beberapa bulan ke belakang, justru indikator ini menjadi suatu sebab yang akan memperparah keadaan.

“Masalah ikut diperparah dengan lemahnya tingkat konsumsi rumah tangga, dan kinerja belanja pemerintah yang kurang fokus,” katanya.

Selain konsumsi, Bhima juga menyebutkan indikator lainnya berupa peningkatan harga komoditas Indonesia. Namun sayangnya, faktor penunjang pertumbuhan ekonomi nasional ini hanya sementara sifatnya.

“Secara fundamental sebenarnya kita hanya diuntungkan dengan booming komoditas, itu pun bisa sangat temporer,” imbuhnya menegaskan.

Dalam acara diskusi virtual pada Jumat kemarin (22/4), Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti mengistilahkan kondisi ekonomi global sekarang ini sebagai yang terparah, karena pandemi Covid-19 ditambah perang Rusia dan Ukraina.

Bentuk nyata tantangan yang dihadapi sejumlah negara dikarenakan kebijakan normalisasi kebijakan moneter The Fed dan beberapa bank sentral lainnya menaikkan suku bunga acuan yang cukup agresif, sebagai respons dari tekanan inflasi yang berasal dari permintaan domestik yang terpendam, kenaikan harga komoditas, dan harga pangan akibat konflik Rusia dan Ukraina.

Selain itu, Badan Moneter Dunia (IMF) juga telah mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari awalnya berada pada angka 4,4 persen menjadi 3,6 persen. {rmol}