KPPG: Perempuan Kunci Pembangunan Bangsa dan Negara

KPPG: Perempuan Kunci Pembangunan Bangsa dan Negara Radar Aktual

Setiap tahun politik, isu keterwakilan perempuan menjadi topik hangat yang diperbincangkan sejumlah kalangan. Hal ini tidak terlepas dari iklim demokrasi yang semakin berkembang. Pengamat Politik Universitas Padjajaran Antik Bintari menyampaikan, faktor utama kurangnya keterwakilan adalah budaya patriarki yang menyebabkan akses dan partisipasi perempuan terbatas, termasuk harus meminta izin laki-laki terlebih dahulu.

“Perempuan seolah tidak memiliki kekuasaan untuk mengambil keputusan secara individual sebagai warga negara, dikarenakan kecenderungan subordinasi atau anggapan urusan publik terutama politik bukan ranah perempuan,” ujar Antik Bintari.

Terkait hal tersebut, Ketua Umum Kesatuan Perempuan Partai Golongan Karya (KPPG) Hetifah Sjaifudian menegaskan, Partai Golkar memiliki keyakinan bahwa perempuan memegang kunci dalam pembangunan bangsa dan negara.

“Komitmen atas keterwakilan perempuan ditunjukkan dengan terdaftarnya 217 orang (37,8%) caleg DPR RI perempuan Partai Golkar” lanjut Wakil Ketua Komisi X DPR RI ini.

Hetifah melanjutkan, dari jumlah 217 tersebut, lebih dari 60% berasal dari kalangan muda, berusia kurang dari 50 tahun, mewakili generasi millenial yang melek politik dan kaya pengalaman organisasi kemasyarakatan.

“Untuk membangun kader yang capable dan progresif, Golkar juga memberikan pembekalan khusus bagi caleg perempuan. Hal ini menegaskan perempuan bukan objek pelengkap, tetapi salah satu kekuatan utama Golkar,” tambah Hetifah.

Pembekalan caleg ini juga dibarengi launching Help Desk Center bagi caleg perempuan Partai Golkar, juga program Yellow Sista yang merupakan usaha memperkenalkan politik pada perempuan milenial.

Menanggapi langkah-langkah konkret Partai Golkar tersebut, Antik Bintari menyatakan apresiasinya atas kemajuan perempuan sebagai bentuk partisipasi politik untuk mencapai kesetaraan dan keadilan.

“Saya sekali lagi sangat mengapresiasi langkah Partai Golkar. Di samping itu, kita perlu terus mendorong budaya politik yang harus berubah, di mana tidak lagi memposisikan perempuan sebagai subordinat. Demokrasi adalah satu-satunya sistem yang diharapkan dapat memberikan peluang perempuan bersama dengan laki-laki sebagai warga negara yang setara,” jelas Antik.