Samin Tan Divonis Bebas, Politisi Golkar: Setahun Jadi Buronan KPK, Tertangkap, Malah Dilepas MA

Bulan Juni harus dicatat sebagai bulan supremasi bagi para koruptor. Pasalnya di bulan tersebut pada tahun 2022, Mahkamah Agung telah mencatat sejarah sebagai lembaga hukum yang telah membebaskan seorang koruptor yang pernah menjadi DPO KPK selama satu tahun lamanya.

Adalah Samin Tan, Pemilik PT Borneo Lumbung Energi & Metal (PT BLEM) yang pada proses peradilan sebelumnya mendapat sangkaan sebagai pihak yang telah melakukan penyuapan kepada Eni Maulani Saragih, Wakil Ketua Komisi VII DPR saat itu.

Atas apa yang diputuskan oleh Mahkamah Agung, politisi muda Partai Golkar, Achmad Annama menyayangkan putusan MA yang telah berkekuatan hukum tetap atau incracht ini. Bagi Annama melalui akun twitternya, @AchmadAnnama, ia menegaskan mengapa seseorang yang pernah menjadi buron KPK selama setahun bisa bebas begitu mudah di tangan MA.

“Enak benar jadi koruptor! Uang banyak, apapun bisa dibeli. Hukum? Mungkin bisa diborong. Mungkin ya. Nggak nuduh! Jahanam betul ya? Makin hilang percaya kita. Orang ini, Samin Tan. Pernah jadi buronan kpk, setahun lamanya! Sudah ditangkap, malah dilepas MA. Hadeuh!” cuit akun twitter @AchmadAnnama.

Duduk sebagai ketua majelis hakim adalah Suhadi dengan anggota Suharto dan Ansori. Putusan itu diketok pada 9 Juni 2022 dengan panitera pengganti Dwi Sugiarto. Tetapi berkas perkaranya baru dipublikasi oleh website MA pada 13 Juni 2022.

Hakim kemudian menolak kasasi jaksa penuntut umum perkara yang melibatkan Samin Tan dengan beberapa alasan. Unsur utama adalah karena judex facti tidak salah dalam menerapkan hukum, judex facti telah mengadili Terdakwa dalam perkara a quo sesuai hukum acara pidana yang berlaku serta tidak melampaui kewenangannya.

Di samping alibi hakim tersebut ada beberapa alasan yang cukup nyeleneh di antaranya adalah, alasan soal beban moral ke 4000 karyawan. “Hahahaha… Memang yang punya otak di perusahaan hanya dia? Yang bisa kelola bisnis cuma dia?” lanjut koordinator komunitas Golkar Milenial ini dalam cuitannya.

Selain kedua alasan di atas, ada juga alasan tak terbukti melakukan tindak pidana penyuapan karena terdakwa Eni Saragih saat menghubungi via whatsapp untuk mengucapkan terima kasih atas pemberian uang 4 miliar tidak ditanggapi oleh Samin Tan.

“Karena tidak ditanggapi itu, tidak ada bukti terdakwa menyuap Eni Saragih. Delik penyuapan yang dituntut jaksa tidak terbukti! Karena harus ada kesepakatan antara penyuap dan yang disuap. Hahahaha,” tulis Wabendum Depinas SOKSI ini. SOKSI merupakan organisasi pendiri Partai Golkar yang perduli pada persoalan buruh dan tenaga kerja.

“Logika macam apa? Anggaplah tak ada tanggapan, lalu kenapa minyak samin ini nggak menyangkal via WA saat itu? Kenapa diam? Kenapa nggak ditolak? Harusnya! Kalau gunakan logika hakim, Eni saragih harus bebas!” sambungnya lagi.

Putusan atas alasan tersebut memang ambigu untuk dijadikan materi putusan perkara. Secara UU Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang PTPK juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP memang disyaratkan suatu perkara dikatakan memenuhi unsur delik penyuapan apabila terjadi kesepakatan.

“Karena, pihak pertama yang melakukan penyuapan tidak jelas siapa, dan uang itupun tidak jelas untuk apa peruntukannya? Maka, obyek dan subyek hukumnya sudah batal. Secara materiil, apa masih penuhi unsur pidana?” tulis akun twitter @AchmadAnnama.

Tetapi pertanyaannya kemudian kesepakatan apakah yang dimaksud? Apakah ucapan terimakasih via whatsapp adalah bukti gagalnya sebuah kesepakatan hingga majelis hakim Mahkamah Agung yang terhormat menolak kasasi jaksa penuntut?

“Kalau pakai logika hakim, penyuapan perlu kesepakatan. Dan ini bahasa hukum normatif. Bisa kesepakatan jalur legal pakai akta notaris atau dari hati ke hati. Mending gugurkan saja semua perkara korupsi. Selesai masalah! Hakim nggak perlu bingung!” pungkas akun twitter @AchmadAnnama mengakhiri utas twitter tentang kasus ini. {golkarpedia}