Klaim ekonomi Indonesia dalam keadaan baik-baik saja sebagaimana pidato Presiden Joko Widodo belum lama ini dikritisi para ekonomi.
Pengamat Ekonomi Faisal Basri bahkan mengibaratkan pidato Jokowi soal kondisi ekonomi dalam negeri seperti tanda-tanda orang mau meninggal dunia.
“Saya udah deg-degan tuh. Kompresensi ini bisa jadi tanda-tanda kita akan menghadapi krisis besar. Kalau orang mau meninggal dia sadar dulu, memberikan fatwa, waris-waris selesai baru dia meninggalkan dunia,” kata Faisal dalam diskusi publik bertajuk “Mampukah Arsitektur APBN 2023 Menghadapi Gelapnya Ekonomi Dunia?”, Senin (22/8).
Faisal lantas merasa bertanggung jawab untuk menyampaikan perspektif lain dari kondisi ekonomi hari ini. Dia menilai, pengeluaran paling besar adalan bayar utang yang mencapai Rp 3.000 triliun.
Tingginya pengeluaran tersebut tidak bisa dianggap keberhasilan.
“Rp 3.000 triliun disebabkan bayar bunganya lebih banyak. Sehingga selama era Pak Jokowi sampai 2023 buat bayar dari APBN-nya 230,8 persen,” tegasnya.
Kedua, sambung Faisal, pengeluaran yang meningkat besar yakni belanja barang, ketiga belanja pegawai, dan keempat belanja modal yang naik di era Jokowi sebesar 35,1 persen. Sementara untuk untuk konsumsi rakyat atau bansos naiknya 51,7 persen.
“Nilainya juga kalau 2023 Rp 168,6 triliun, jauh dari subsidi yang mencapai Rp 502 sekian triliun itu. Jadi inilah struktur, arsitektur APBN ini, belanja pemerintah pusatnya kemana ya?” demikian Faisal.(Sumber)