Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan tegas akan mengambil alih pengelolaan air di wilayahnya dari pengelola swasta. Anies menilai, Pemprov DKI Jakarta mengalami banyak kerugian setelah perjanjian pada tahun 1997, yaitu saat pengelolaan dilakukan oleh PALYJA dan Aetra.
Dikutip dari detik.com, “Posisi Pemprov DKI sangat jelas dan tegas, Pemprov akan segera ambil alih pengelolaan air di Jakarta demi dukung target perluasan air bersih di Jakarta. Tujuannya koreksi perjanjian yang dibuat masa Orba ’97, selama 20 tahun perjanjian, pelayannya air bersih tidak sesuai dengan apa yang diharapkan,” kata Anies.
Pemprov DKI akan mengambil alih seluruh aktivitas pengelolaan air mulai dari pengolahan air baku hingga pelayanan.
“Kita adalah mengambil alih seluruh nya jadi ke-4 aspek air baku,distribusi pengolahan kemudian distribusi dan pelayanan,” tegas Anies seperti dikutip dari laman merdeka.com.
Anies juga menjelaskan, pengambilalihan tidak akan dilakukan dengan memutus kontrak kerja sama. Melainkan, dia menambahkan, pengambilalihan akan dilakukan melalui tindakan perdata. “Pengambilalihan melalui tindakan perdata , konsekuensinya ada pada anggaran karena itu kita perlu kerjakan awal agar dia bisa dimasukkan di dalam APBD atau APBD tahun 2020,” jelasnya.
Sementara itu dikutip dari tempo.co, Direktur Operasional PT Aetra Air Jakarta (Aetra) Lintong Hutasoit belum mau berkomentar mengenai 3 opsi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mengambil alih pengelolaan air dari pihak swasta.
“Mohon maaf kami belum punya tanggapan atas berita ini,” kata Lintong, Senin, 11 Februari 2019. Aetra adalah satu dari dua operator swasta dalam layanan air bersih di Jakarta. Perusahaan lainnya adalah PAM Lyonnaise Jaya atau Palyja.
PT Aetra Air Jakarta memproduksi 10.500 liter per detik dan melayani 420.000 sambungan untuk 3.172.000 jiwa di Jakarta Pusat, Jakarta Utara, dan Jakarta Timur. Langkah Anes Baswedan menyetop swastanisasi air ini mendapat dukungan dari Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi.
“Kalau pun penalti ya sudah nggak apa-apa kita bayar. Nggak usah takut banget. Toh daripada uang kita Silpa (Sisa Lebih Penggunaan Anggaran),” kata Pras seperti dikutip dari detik.com.
Pras mengatakan dana untuk mengakuisisi Palyja dan Aetra bisa menggunakan modal ke PT Jakarta Pripertindo yang belum dikembalikan. Menurutnya, dana sebesar Rp 650 miliar bisa membantu tahap awal akuisisi tersebut.