News  

Sekjen MK Guntur Hamzah Bingung, Tiba-Tiba Dipanggil DPR Jadi Pengganti Hakim Aswanto

Sejumlah mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mendatangi Kantor MK untuk meminta penjelasan terkait pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto dan digantikan Sekjen MK Guntur Hamzah. Pemberhentian Aswanto itu disahkan dalam rapat paripurna DPR beberapa hari yang lalu.

Dalam pertemuan itu, para mantan hakim MK diterima langsung oleh Guntur. Mereka kemudian mendapat penjelasan dari Guntur selaku Sekjen MK.

Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie mengungkapkan bahwa Guntur juga tidak tahu dia ditunjuk menggantikan Aswanto.

“Ternyata dia juga mendadak, dia juga tidak tahu. Tiba-tiba dipanggil untuk dalam tanda petik fit and proper test tanpa tahu siapa yang mau diganti. Dan dalam paripurna sampai kemudian dia dikukuhkan menjadi calon itu diterima, sampai hari itu dia belum tahu mengganti siapa,” kata Jimly di Gedung MK, Jakarta Pusat, Sabtu (1/10).

Guntur kemudian satu per satu menghubungi tiga hakim dari usulan DPR terkait siapa hakim yang akan diganti. Guntur baru mengetahui Aswanto yang diberhentikan dari wartawan.

“Nah, pada kaget semua. Karena dari segi urutan masa jabatan, yang duluan harus berganti bukan Pak Aswanto, kan, [tapi] Wahidudin Adams. Nah, sedangkan Pak Aswanto itu baru bulan Maret 2024. Tahun 2023 saja masih kecepatan karena menurut UU itu 6 bulan, 3 bulan. Jadi itu kecepatan, apalagi ini 2024,” tuturnya.

Melalui rapat paripurna, DPR kemudian menyatakan Aswanto diganti oleh Guntur Hamzah yang saat ini merupakan Sekjen MK. Padahal masa jabatan Aswanto baru selesai pada 2029.

Pencopotan ini berawal dari adanya surat dari MK. Isi surat itu berisi konfirmasi pemberitahuan bahwa dengan adanya UU baru, maka ada Hakim Konstitusi yang bertambah masa jabatannya.

Namun, DPR kemudian memutuskan mengganti Aswanto dari total 3 Hakim Konstitusi usulan Senayan. Dua hakim lainnya yakni Arief Hidayat dan Wahidudin Adams tetap menjabat.

DPR dinilai salah memahami surat dari MK. Sebab, surat itu hanya berisi konfirmasi pemberitahuan.
“Ini salah paham dalam memahami isi suratnya MK,” kata dia.

Jimly menjelaskan bahwa pemberhentian Hakim Konstitusi sudah diatur dalam UU. Termasuk dalam hal meninggal, mengundurkan diri, atau selesai masa jabatan.

Dengan adanya kekosongan itu, secara prosedur, MK akan menyurati lembaga pengusul, yakni DPR, Pemerintah, atau MK. Untuk dilakukan pemilihan mengisi kekosongan. Secara bersamaan, pemberhentian juga disampaikan MK kepada Presiden untuk diterbitkan Keppres.

Sehingga yang dilakukan DPR dinilai melanggar aturan. Sebab, surat dari MK ke DPR hanya berupa konfirmasi pemberitahuan adanya perpanjangan masa jabatan. Bukan terkait kekosongan jabatan.

Hal serupa disampaikan Hamdan Zoelva. Menurut dia, prosedur pemberhentian hakim dilakukan Ketua MK ke lembaga terkait.

“Bahkan ada jangka waktunya, 6 bulan,” ujar dia.
Selain itu, merujuk pada UU baru MK, Hakim Konstitusi bisa menjabat sampai umur 70 tahun atau total 15 tahun masa tugas.

“Kalau ada pemberhentian demikian sebelum mencapai usia atau masa jabatan itu, itu adalah pemberhentian karena meninggal dunia, karena mengundurkan diri atau diberhentikan karena banyak alasan-alasan antara lain pelanggaran

“Karena itu kami melihat, baik dari aspek prosedur maupun materil, pemberhentian itu bertentangan dengan UU,” pungkasnya.
Kata DPR

Ketika penggantian Hakim Aswanto menjadi polemik, Anggota Komisi III DPR dari PKS Nasir Djamil menilai ada kesalahpahaman DPR dalam membaca surat dari MK. Dalam suratnya, MK meminta konfirmasi kepada Komisi III DPR soal 3 hakim MK usulan DPR yang menurut UU MK baru, masa jabatannya dibatasi masa tugasnya 15 tahun atau berusia maksimal 70 tahun. Namun, tindak lanjut dari DPR ialah mencopot Aswanto.

“Kalau merujuk kepada UU tentang MK yang terbaru maka apa yang dilakukan oleh DPR itu patut dievaluasi,” kata dia.
Namun pendapat berbeda disampaikan Anggota Komisi III Fraksi Gerindra, Habiburokhman. Ia menilai tidak ada kekeliruan dari DPR dalam menafsirkan surat yang dikirimkan oleh MK minggu lalu.

“Enggak, memang ada dialog, kan pada akhirnya diputuskan, itu akhirnya menjadi keputusan,” ujar Habiburokhman tanpa merinci lebih jauh.

Sementara Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto (Bambang Pacul) mengungkap alasan pergantian Hakim Konstitusi Aswanto sebagai usulan DPR. Menurutnya, Komisi III kecewa dengan kinerja Aswanto.

“Tentu mengecewakan dong. Ya gimana kalau produk-produk DPR dianulir sendiri oleh dia, dia wakilnya dari DPR,” kata dia.

Menurut Pacul, sebelum ada pergantian itu, Komisi III menerima surat dari MK soal hakim-hakim yang diusulkan DPR. Rapat internal Komisi III lalu memutuskan mengganti Aswanto dengan Sekjen MK Guntur Hamzah sebagai hakim MK dan disahkan dalam Rapat Paripurna, kemarin.

Keputusan menunjuk Guntur sebagai Hakim MK dari usulan DPR yang baru diambil oleh Komisi III DPR dalam rapat internal, Rabu (28/9) dan Kamis (29/9), sebelum diketok dalam rapat paripurna DPR pada Kamis siang.(Sumber)