Mengenal Sosok Sarmuji, Legislator Partai Golkar DPR RI Asal Jawa Timur

Sarmuji adalah anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI yang berasal dari Dapil Jawa Timur. Selain menjabat sebagai anggota DPR RI, pria yang lahir di Surabaya, Jawa Timur pada 10 Juni 1947 ini juga merupakan Ketua DPD I Partai Golkar Jawa Timur.

Kedua jabatan itu sangat pantas disematkan di bahu pemilik nama lengkap Muhammad Sarmuji ini, sebab Sarmuji berkarir di Partai Golkar dari tapak paling bawah, yang muncul dari identitas seorang Sarmuji adalah sisi intelektualitasnya.

Ia bukan pengusaha, bukan milyuner, bukan pula figur yang memiliki logistik berkarung untuk memenuhi operasional politik dalam masa perang. Ia adalah figur pemecah masalah, pendobrak, progresif dan intelektual.

Jika mengingat nama Sarmuji, maka kita tentunya akan mengingat bagaimana karakter Partai Golkar bertahun silam ketika Akbar Tanjung memimpin Partai Golkar dan membuat partai ini sebagai wadah politik bagi kalangan muda dari level aktifis kampus sampai organisatoris untuk menempa diri dalam politik praktis.

Lahir di Surabaya, Sarmuji yang memiliki latar belakang keluarga sederhana ini kemudian menempuh pendidikan dari SD hingga SMA di Kota Surabaya pula. Setelah lulus dari SMA, ia masuk ke Universitas Jember, pada 1992.

Di kampus ini, ia belajar di Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, hingga lulus pada 2000. Sarmuji lantas melanjutkan pendidikannya di Program Pascasarjana Universitas Indonesia dan meraih gelar master bidang administrasi bisnis pada 2006.

Sarmuji memulai kiprahnya di kancah politik sebenarnya sejak ia mendaratkan diri pada organisasi gerakan mahasiswa. Ia bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Sarmuji sempat menjadi Ketua HMI Cabang Jember pada periode tahun 1998 – 1999.

Karir organisasinya terus melesat di HMI, puncaknya saat menjabat Ketua Bidang Partisipasi Pembangunan Nasional (PPN) Pengurus Besar HMI pada periode tahun 2000-2002. Latar belakang yang sama pula dimiliki oleh Akbar Tanjung, pria yang pernah menyelamatkan Partai Golkar dari jurang kehancuran melalui stratak berpikir yang relevan dengan kondisi politik era reformasi.

Atas kesamaan keduanya, tak heran baik Akbar Tanjung ataupun Sarmuji tak patah arang berangkat dari latar belakang yang bukan siapa-siapa menjadi apa-apa. HMI membesarkan mereka berdua, pun begitu dengan banyak kader Partai Golkar yang melalui jalur pengkaderan HMI kemudian memilih masuk candradimuka politik praktis ke Partai Golkar.

Di Partai Golkar, Sarmuji memulai perjalanan politiknya dengan menjadi anggota dari organisasi sayap Partai Golkar yaitu Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG), dari sini karir politiknya terus menanjak, ia pun sempat mencicipi jabatan sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) AMPG pada tahun 2006-2010.

Tak hanya itu, Sarmuji juga sempat menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jedral AMPI dari 2003-2008. Sebelumnya Sarmuji adalah koordinator Staf Ahli fraksi partai Golkar DPR-RI. Pada Pemilu 2014 Sarmuji mencoba peruntungannya dengan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Sarmuji pun terpilih menjadi anggota DPR RI pada usia 40 tahun dari Daerah Pemilihan (dapil) Jatim VI.

Ia terpilih menjadi anggota DPR RI pada Pemilu 2014 dari daerah pemilihan Jawa Timur VI yang meliputi Kota Blitar, Kabupaten Blitar, Kota Kediri, Kabupaten Kediri, Kabupaten Trenggalek dan Kabupaten Tulungagung dengan meraih suara sebanyak 57.586 suara.

Di DPR RI, Sarmuji duduk sebagai anggota Komisi VI – Perdagangan, Perindustrian, Investasi, Koperasi, UKM & BUMN, Standarisasi Nasional. Sarmuji dipindah ke Komisi IX DPR-RI di bulan april 2015 pada pergantian komisi di Fraksi Partai Golkar.

Kemudian saat periode tersebut terjadi dinamika di internal Partai Golkar. Dinamika tersebut turut membuat pergantian posisi Ketua Fraksi Partai Golkar DPR. Ketua Fraksi Partai Golkar DPR yang baru lantas merombak struktur fraksi dan komisi, termasuk Sarmuji yang dirotasi di komisi XI. Komisi ini membidangi keuangan dan perbankan.

Prestasi serta bakat Sarmuji tidak main-main, ia tampak benar serius dan seolah baginya politik sudah menjadi bakat alamiah. Memasuki periode kedua dengan melewati tahap pemilihan pada Pemilu 2019, Sarmuji terpilih Kembali sebagai anggota DPR RI dari dapil Jawa Timur VI dengan perolehan suara 137.110.

Jika kita lihat raihan suara Sarmuji pada Pemilu periode 2014 dan 2019, terdapat peningkatan yang sangat signifikan, bahkan mencapai 100% atau dua kali lipat dari tahun 2014. Hal ini mengindikasikan bahwa kinerja Sarmuji sebagai anggota DPR RI sangatlah memuaskan. Ia sama sekali tidak kehilangan suara, alih-alih, suaranya malah melesat dan bertambah.

Terpilihnya ia sebagai anggota DPR RI ini sebenarnya tak lepas dari ketekunannya dalam bekerja, berdoa, visi serta misinya yang senantiasa diperjuangkan bagi kepentingan masyarakat luas. Apalagi ada sandaran ideologis teologis yang menjadi pemantik semangat seorang Sarmuji untuk mengubah persepsi masyarakat mengenai idiom yang selama ini terpatri, yakni ‘politik kotor’.

Adalah sebuah nilai yang harus diperjuangan Sarmuji agar stigma tersebut tak berlanjut dan menjadi persepsi politik yang bersih, rapi, beretika, tentunya juga politik sebagai kekuatan menolong.

“Sandaran ideologis dan teologis yang menyebabkan saya semakin mantap masuk dunia politik. Sandaran teologisnya itu di inspirasi oleh salah satu ayat di dalam Al- Qur’an, yakni surat Al-Isro,” tutur Sarmuji.

Baginya, ayat dalam kitab suci Al Quran tersebut telah menginspirasi dirinya untuk kemudian dijadikan kekuatan politik. Utamanya dalam visi politiknya yang berlandaskan pada nilai kebenaran termasuk salah satunya menolong masyarakat dalam memperjuangkan kebijakan-kebijakan politik yang hendak ia tempuh saat bertugas sebagai anggota dewan di parlemen.

Tak tanggung-tanggung dan untuk menghindari sifat lupa diri dari sandaran ideologis teologis itu, ia kemudian menempelkan ayat tersebut pada nama putra pertamanya.

“Inspirasi itu sampai saya tancapkan pada anak saya yang dikasih nama Muhammad Sutojoyo Sulthana Nashir, yang berasal dari kata Sulthana Nashira, yang artinya kekuatan yang menolong. Saya abadikan ayat itu menjadi nama anak saya sehingga kalau saya agak lupa, ketika ingat nama anak saya, mudah-mudahan saya teringat lagi misi saya masuk dunia politik untuk menolong,” jelas Sarmuji.

Ketika ditanyakan bahwa sebenarnya, stigma politik yang lekat dalam benak masyarakat adalah suatu hal kotor. Sarmuji bergeming, ia tidak ingin memaksakan pemikiran kepada masyarakat dengan doktrin atau perdebatan yang tanpa tujuan, karenanya ia lebih memilih membiarkan persepsi tersebut.

Namun Sarmuji menekankan, jangan sampai persepsi politik kotor itu kemudian menjadi pembenaran bagi langkah kotor yang dilakukan oleh para politikus. Sebaliknya, ia pun berharap agar persepsi masyarakat tentang politik kotor diubah menjadi persepsi politik mulia dan suci.

“Sehingga orang yang masuk dalam dunia politik harus memiliki prasyarat kemuliaan. Visi yang baik adalah tujuan yang utama. Saya berharap begitu. Tapi karena kondisi faktualnya persepsi politik adalah kotor. Sebenarnya kalau kita mengembangkan ide-ide yang baik pasti ada sesuatu di balik itu,” pungkas dia.

Dari bekal pada pengalaman dan landasan ideologis teologis, ia berjanji akan memperjuangkan undang-undang kekayaan negara, sesuai dengan visi-misi ia terjun dan menekuni dunia politik. Sebab,  saat ini dan sesuai dengan undang-undang MD3, setiap anggota mempunyai hak untuk mengusulkan undang-undang kekayaan yang saat ini masih parsial.

Berbicara UU dan tugas parlemen pada tahun 2018, di saat Sarmuji menjadi Wakil Ketua Baleg DPR RI, ia sempat merumuskan sebuah undang-undang yang di kemudian hari sangatlah bermanfaat bagi Indonesia.  Undang-undang tersebut adalah UU Kekarantinaan Kesehatan. Sebagai Wakil Ketua Baleg DPR RI, Sarmuji memiliki peran strategis dalam menggolkan RUU Kekarantinaan Kesehatan menjadi undang- undang.

Saat menyampaikan laporan pada paripurna pengesahan UU Kekarantinaan Kesehatan, Sarmuji menyampaikan, bahwa penyusunan RUU tentang Kekarantinaan Kesehatan yang baru ini, dimaksudkan untuk mengganti UU Kekarantinaan Kesehatan yang lalu, yaitu UU Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan UU Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara.

Ia juga memaparkan, permasalahan kesehatan di Indonesia ke depan akan semakin kompleks dan beragam. Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia berkewajiban melakukan upaya pencegahan terjadinya Public Health Emergency of Intenationai Concern (PHEIC) sebagaimana yang diamanatkan dalam International Health Regulations (IHR) 2005.

RUU ini, lanjut Sarmuji, juga dimaksudkan untuk mengoptimalkan upaya cegah tangkal terhadap penyebaran penyakit yang berpotensi menimbulkan wabah dan menimbulkan permasalahan kesehatan masyarakat dunia yang terjadi di pintu masuk dan wilayah.

Sehingga untuk menjawab permasalahan tersebut, perlu disusun UU tentang Kekarantinaan Kesehatan yang komprehensif, integratif, dan efektif, mengingat UU sebelumnya sudah tidak dapat menampung semua materi permasalahan saat ini. Agaknya, nama Sarmuji dan anggota DPR RI yang merumuskan perundangan ini harus dicatat dalam noktah sejarah.

Pasalnya, belum genap dua tahun UU Kekarantinaan Kesehatan disahkan oleh DPR, kejadian luar biasa yang bersifat pandemi penyakit menular menjangkiti Indonesia, bahkan seluruh dunia. Dampaknya bukan hanya kesehatan masyarakat yang terancam, tetapi juga daya ekonomi masyarakat ikut terancam.

Jika kemudian UU Kekarantinaan Kesehatan ini tidak selesai dan harus dibahas pada periode berikutnya, bukan tidak mungkin kondisi Indonesia semakin tidak pasti dalam menghadapi pandemi.

Atas perintah undang-undang tersebut pula lah, pemerintah harus memberikan jaminan ekonomi saat menjalankan proses karantina bagi masyarakat. Bantuan itu tidak hanya berlaku pada paket sembako yang dibagikan, tetapi juga bantuan uang tunai.

Masyarakat pun terbantu, meski masih banyak kekurangan di sana-sini, undang-undang ini adalah peletak dasar pedoman pemerintah dalam melaksanakan kebijakan menghadapi pandemi Covid-19.

Selain UU tersebut, Sarmuji juga turut aktif berkontribusi dalam RUU Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty, lalu RUU Ketentuan Umum Perpajakan saat di Komisi XI DPR RI. Kemudian RUU tentang Penyadapan, RUU tentang Sumber Daya Air (SDA), RUU Pengawasan Obat dan Makanan, RUU Cipta Kerja.

Sarmuji juga turut aktif dalam pembahasan Pansus RUU Ibukota Negara, RUU tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, RUU Minuman Beralkohol, RUU Pesantren dan Lembaga Pendidikan Keagamaan, Usulan RUU Profesi Psikolog, dan RUU AFAS.

Hingga kini, Sarmuji masih merupakan figur yang menjadi corong untuk masyarakat di Dapilnya. Ia senantiasa melayani aspirasi masyarakat termasuk aspirasi untuk membangun Jawa Timur lebih baik lagi. Posisi seorang Sarmuji cukup strategis, ditambah usianya yang masih cukup muda. Ia masih bisa lebih berkembang lagi dari sekarang, minimal menduduki kursi Gubernur Jatim adalah hal yang harus diraihnya di kemudian hari. {golkarpedia}