News  

Terus Melemah, Rupiah Diprediksi Bakal Tembus Rp.16 Ribu Per Dolar AS

Nilai tukar mata uang Rupiah ditutup di level Rp 15.696 per dolar AS atau menguat 16 poin (0,10 persen) pada sore ini, Selasa (22/11).

Sejak Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga 50 basis poin menjadi 5,25 persen pada hari Kamis (17/11), Rupiah ditutup melemah di level Rp 15.662 per dolar AS. Nilai Rupiah terpantau tidak menurun signifikan usai BI terus menaikkan suku bunga selama empat bulan berturut-turut sejak Agustus.

Pengamat pasar keuangan, Ariston Tjendra, mengungkapkan Rupiah masih berpeluang untuk naik ke arah Rp 16.000 per dolar AS apabila dilihat pergerakan secara teknikal.

Peluang pelemahan Rupiah hingga akhir tahun masih terbuka, kecuali ada momentum penurunan yang besar karena The Fed menarik diri dari kenaikan suku bunga acuannya.

“Pelaku pasar masih berekspektasi the Fed akan terus menaikkan suku bunga acuannya karena tingkat inflasi AS masih tinggi, belum turun ke target 2 persen. Spread antara suku bunga acuan AS dengan Indonesia masih dekat,” ujar Ariston kepada kumparan, Selasa (22/11).

Ariston mengatakan, kondisi tersebut mendorong pelaku pasar memilih dolar AS sebagai aset yang lebih aman dibandingkan rupiah.

Hal senada diungkapkan oleh Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, bahwa ada peluang Rupiah kembali ke Rp 16.000 per dolar AS dalam kisaran bulan November – Desember 2022. Rupiah saat ini bertahan di bawah Rp 16.000 karena masih ada intervensi dari BI.

“Kalau BI tidak melakukan intervensi, kemungkinan Rupiah bisa di Rp 16.000 per dolar AS. Perkiraan orang bahwa Rp 17.000 bisa terjadi, terbukti di negara lain seperti Asia dan Eropa,” kata Ibrahim.

Ibrahim menuturkan, kenaikan suku bunga BI berdampak pada kreditur. Pelaku usaha akan menahan pinjaman sehingga mempengaruhi pekerja, terlihat dari berbagai PHK massal di startup.

“Untuk perdagangan besok, mata uang Rupiah kemungkinan dibuka fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 15.670 – Rp 15.740,” lanjutnya.

Menurut Ibrahim, pasar terus mencerna pernyataan BI yakni pertumbuhan ekonomi global diperkirakan melambat disertai dengan tingginya tekanan inflasi, agresifnya kenaikan suku bunga acuan di negara maju, serta berlanjutnya ketidakpastian pasar keuangan.(Sumber)