News  

‘Virus Zombie’ Dihidupkan Lagi Usai Terkubur Puluhan Ribu Tahun di Lapisan Es Siberia

Sebanyak 13 virus, salah satunya berusia 48.500 tahun, diangkat dari daratan beku atau permafrost di Siberia, Rusia, oleh sekelompok ilmuwan. Mungkinkah bisa bangkit lagi dan memberi ancaman pada manusia?

Sebuah makalah di jurnal bioRxiv berjudul “An update on eukaryotic viruses revived from ancient permafrost” yang belum melalui proses peer-review, mengungkapkan, virus-virus itu bagian dari bahan organik yang mencair di tanah beku permafrost akibat pemanasan iklim.

Sebanyak 13 virus baru itu diisolasi dari tujuh sampel permafrost Siberia kuno yang berbeda, satu dari sungai Lena, dan 1 dari Kamchatka.

“Bagian dari bahan organik ini juga terdiri dari 25 mikroba seluler (prokariota, eukariota uniseluler) yang dihidupkan kembali serta virus yang tetap tidak aktif sejak zaman prasejarah,” menurut para peneliti.

Tim ahli lintas negara ini, di antaranya dari Institut de Microbiologie de la Méditerranée Prancis, Institute of Experimental Medicine Rusia, hingga Alfred Wegener Institute Jerman, menyatakan penelitian ini dimaksudkan untuk meluruskan soal kesalahpahaman virus yang hidup kembali di dua penelitian sebelumnya.

“Tidak ada laporan tambahan tentang virus ‘hidup’ yang telah dipublikasikan sejak dua studi asli yang menjelaskan pithovirus (2014) dan mollivirus (2015),” ungkap mereka.

“Kejadian seperti itu jarang terjadi dan bahwa ‘virus zombie’ bukanlah ancaman kesehatan masyarakat,” lanjut keterangan itu.

Lapisan permafrost, yang terletak di dekat desa Batagay di Siberia bagian timur. (Foto: Alfred-Wegener-Institut / Thomas Opel via web www.awi.de)

Tim mengungkapkan 13 virus yang diteliti dengan protokol ketat ini termasuk dalam lima clade (kelompok organisme yang berevolusi dari nenek moyang yang sama) berbeda yang menginfeksi Acanthamoeba spp.

Yakni, pandoravirus, cedratvirus, megavirus, pacmanvirus, serta keturunan (strain) pithovirus baru.

“Namun sebelumnya tidak dihidupkan kembali dari permafrost,” imbuh para pakar.

Potensi bahaya
Terlepas dari itu, tim pakar yang dipimpin oleh Jean-Marie Alempic dari Prancis ini mengungkap potensi virus untuk tetap menginfeksi walau sudah membeku ribuan tahun.

“Penelitian ini menegaskan kapasitas virus DNA besar yang menginfeksi Acanthamoeba untuk tetap menular setelah lebih dari 48.500 tahun dihabiskan di permafrost yang dalam,” tulis tim.

“Mengingat keragaman virus ini baik dalam struktur partikel dan mode replikasinya, orang dapat menyimpulkan bahwa banyak virus eukariotik lain yang menginfeksi varietas inang jauh melampaui Acanthamoeba spp. mungkin juga tetap menular dalam kondisi serupa,” lanjut mereka.

Terlepas dari itu, para pakar mengakui bias dalam penelitiannya. Sebab pertama, satu-satunya virus yang dapat dideteksi adalah spesies Acanthamoeba yang menginfeksi. Kedua, tim mengandalkan amoeba “sakit” untuk menunjukkan kultur yang berpotensi mereplikasi virus.

Ketiga, dukungan identifikasi virus “raksasa” yang membuka kemungkinan banyak virus kecil non-lytic (yang tidak berkembang terpisah dari DNA inang) lolos dari pengawasan.

Dikutip dari ScienceAlert, ahli virologi dari University of California Eric Delwart sepakat bahwa virus raksasa tersebut merupakan permulaan untuk mengeksplorasi apa yang tersembunyi di bawah permafrost.

Para ahli meneliti lapisan batuan di permafrost. (Foto: Alfred-Wegener-Institut / Thomas Opel via web www.awi.de)
Lihat Juga :

900 Spesies Mikroba di Gletser Tibet Bisa Picu Pandemi Jika Es Cair
Meski tidak terlibat dalam penelitian ini, Delwart memiliki berbagai pengalaman menghidupkan kembali virus tumbuhan purba.

“Jika peneliti benar-benar mengisolasi virus hidup dari permafrost kuno, kemungkinan virus mamalia yang lebih kecil dan lebih sederhana juga akan bertahan dalam keadaan beku selama ribuan tahun,” tandasnya.(Sumber)