Yogya kembali dibuat geger oleh aksi kejahatan jalanan yang terjadi di Titik Nol Kilometer pada Selasa (7/2) subuh kemarin. Dua kelompok anak muda yang terlibat konflik berujung pada pembacokan menggunakan celurit.
Tak cuma viral di media sosial, aksi pembacokan itu sampai membuat Pj Wali Kota Yogya, Sumadi, harus memberlakukan dan mengetatkan lagi aturan jam malam. Petugas dari kepolisian dan Satpol PP akan melakukan patroli setiap malam sampai pagi untuk mengawasi pergerakan anak-anak dan remaja yang masih berkeliaran saat malam hari.
Penggiat teknologi Big Data di Yogya yang juga Co-Founder Kedata, Rika Anggoro Prasetya, mengatakan bahwa penanganan kejahatan jalanan seperti klitih perlu didukung dengan bantuan teknologi. Bantuan teknologi menurut Anggoro dibutuhkan untuk membuat pekerjaan penegak hukum dan para stakeholder lebih efektif dan efisien.
Salah satu teknologi yang dapat digunakan dalam penanganan kejahatan jalanan di Yogya menurut dia adalah Computer Vision yang bekerja berbasis Big Data.
Sistem ini bisa diterapkan di jalan raya atau titik-titik rawan kejahatan yang terdiri atas kamera CCTV, perangkat komputer, dan perangkat lunak yang membuat fungsi CCTV bukan hanya sekadar alat pemantauan.
“Gambar digital atau video dari kamera nantinya akan diolah lebih dalam menggunakan kecerdasan buatan atau AI,” kata Anggoro ketika dihubungi belum lama ini.
Sistem computer vision nantinya bisa mendata dan mengkategorikan kendaraan yang masuk dan keluar jalan raya tertentu. Tak sampai di situ, teknologi ini juga bisa mendata dan membaca kebiasaan kendaraan yang melalui jalan tersebut. Dengan begitu, jika terjadi kasus kejahatan jalanan, kepolisian bisa langsung melacak pelaku melalui plat nomornya.
Kemudian dari data yang terekam, nantinya juga bisa dipelajari tingkah laku pengguna kendaraan yang mencurigakan. Misalnya pada jam-jam berapa kendaraan dengan plat nomor tertentu berlalu-lalang di jalan-jalan tertentu. Di sisi lain, polisi nantinya bisa menganalisis dan memonitoring kondisi jalan secara real time.
“Jadi Teknologi ini langsung mengakomodir pencegahan dan metode pengungkapan kejahatannya,” lanjutnya.
Dengan begitu, polisi tak perlu lagi melakukan patroli setiap malam untuk mencegah terjadinya klitih. Apalagi patroli di jalan menurut Anggoro juga kurang efektif dan efisien, sebab jangkauan mobil patroli sangat terbatas.
Sementara ketahanan polisi juga tidak bisa stabil, sebab sebagai manusia pasti ada jam-jam di mana mereka merasa lelah.
Sedangkan jika menggunakan computer vision, polisi sudah bisa langsung melakukan pemantauan di banyak titik secara real time dalam satu waktu.
“Misalnya patroli dilakukan di Jalan Adi Sucipto, tapi ternyata yang terjadi klitih di Jalan Kusumanegara, untuk ke Kusumanegara kan polisi juga butuh waktu,” ujarnya.
Penerapan teknologi ini menurut Anggoro jauh lebih murah ketimbang melakukan penanganan secara konvensional. Penegak hukum bisa sangat menghemat anggaran untuk patroli, pencarian pelaku, penyelidikan, maupun penyidikan.
Apalagi di Yogya sudah banyak terpasang CCTV, sehingga pemerintah tidak perlu lagi mengeluarkan biaya besar untuk pengadaan CCTV. Sebab, kamera CCTV yang sudah ada menurut Anggoro masih bisa dimanfaatkan, tinggal mengintegrasikannya saja dengan sistem computer vision.
“Karena sudah tidak invest CCTV, per tahun (biayanya) di angka Rp 200 juta itu sudah oke, dengan jumlah cctv bisa ratusan,” ujarnya.
Apalagi sistem ini bisa dimanfaatkan juga untuk kegiatan lain, bukan hanya penanganan kejahatan jalanan. Misalnya untuk melakukan tilang online, pemantauan lalu lintas, maupun kejahatan-kejahatan yang lain. Apapun yang berhubungan dengan kejahatan perorangan dan kelompok di manapun, selama terdapat kamera, bisa direkam menggunakan sistem ini.
“Jadi kalau masalah bujet saya pikir enggak ada masalah, tinggal stakeholder mau menerapkan apa tidak. Soal teknologi juga sangat memungkinkan, enggak ada masalah,” kata Anggoro.
Sementara itu Ketua Asosiasi Industri Digital Kreatif (ADITIF) Yogyakarta, yang juga Founder Sertiva, Saga Iqranegara, juga mengatakan bahwa Big Data sangat mungkin untuk membantu mengatasi masalah kejahatan jalanan di Jogja.
Selain data terkait aktivitas pengendara di jalan raya, data siswa di sekolah menurutnya juga bisa jadi bahan penting bagi stakeholder untuk menangani kejahatan jalanan.
Misalnya data perilaku pelajar di dalam maupun luar sekolah yang disediakan oleh guru atau BK secara obyektif.
“Terkait tendensi setiap pelajar untuk mengikuti geng tertentu misalnya,” kata Saga Iqranegara.
Data-data ini menurut Saga bisa diolah dan dianalisis sebagai bahan pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan terkait penanganan kejahatan jalanan oleh pelajar.
“Masalahnya ada di hulu, bisa enggak sekolah menyediakan datanya? Kesadaran tentang pentingnya data di Indonesia masih sangat rendah,” tegasnya.(Sumber)