News  

Pensiunan dan Suami Eks Pegawai Kemenkeu Diduga Terlibat Transaksi Gelap Rp.2,2 Triliun

Dua wajib pajak orang pribadi diduga terlibat dalam transaksi tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dia adalah saudara D dan saudara E dengan total nilai transaksi Rp 2,2 triliun berdasarkan inisiatif Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, transaksi gelap yang diduga dilakukan saudara D mencapai Rp 500 miliar. Dilakukan pada periode 2016-2018.

Tidak ada keterkaitan dengan pegawai karena Saudara D ini sudah pensiun (Kemenkeu) sejak tahun 1990 dan bahkan sudah meninggal dunia 2021,” kata Sri Mulyani dalam rapat dengan Mahfud MD dan Komisi III DPR, Selasa (11/4).

Sri Mulyani menjelaskan, pensiunan Kemenkeu ini memiliki aset dan investasi yang besar. Kata dia, hasil analisis PPATK terhadap saudara D diteruskan ke DJP untuk ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya. Namun DJP tidak bisa menindaklanjuti karena saudara D telah meninggal.

Kedua, saudara E. Berdasarkan laporan PPATK, dia diduga melakukan transaksi mencurigakan Rp 1,7 triliun dengan kepemilikan aset dan investasi yang besar. Transaksi dilakukan pada 2016-2018.

“Saudara E tidak terkait pegawai Kemenkeu karena istri dari E merupakan pegawai Kemenkeu yang telah mengundurkan diri pada 2010. Jadi ini adalah transaksi suaminya,” lanjutnya.

Kesimpulan PPATK, hasil analisis terhadap E ini diteruskan ke DJP untuk ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya. Hasil tindak lanjut DJP: pelaksanaan Riksus atas WP saudara E diselesaikan dan diterbitkan SKP tahun 2021.

Empat Perusahaan Juga Terlibat
Selain dua wajib pajak pribadi, ada empat korporasi yang diduga melakukan transaksi mencurigkan Rp 16,39 triliun. Jika ditotal dengan transaksi saudara E dan saudara D, maka nilai dugaan TPPU ini mencapai Rp 18,7 triliun.

“Transaksi itu merupakan debit kredit operasional korporasi dan orang pribadi yang tidak terafiliasi dengan pegawai Kemenkeu,” kata Sri Mulyani.

Berikut rincian 4 transaksi perusahaan tersebut:
PT A (total transaksi Rp 11,3 triliun)
merupakan perseroan terbatas yang bergerak di bidang perkebunan dan hasilnya. Status wajib pajaknya aktif dan pengurusnya dalam warga negara asing.

Transaksi PT A ini terdiri grup dari 3 perusahaan di rentang 2017-2018 untuk 5 rekening.
Kesimpulan PPATK: Pada rekening ini tidak ditemukan adanya aliran dana ke pegawai Kemenkeu dan keluarga.

PT B (total transaksi Rp 2,76 triliun)
Perusahaan ini merupakan penanaman modal asing yang bergerak di bidang otomotif dengan pengurusnya adalah warga negara asing.

Transaksi PT B (satu korporasi) dengan rentang periode 2015-2017 untuk 2 rekening.
Keterangan PPATK: Terlihat bahwa rekening tersebut aktif digunakan sebagai rekening operasional perusahaan.
PT C (total transaksi Rp 1,88 triliun)

Perusahaan ini merupakan perseroan terbatas yang bergerak di bidang penyedia pertukaran data elektronik.
Keterangan PPATK: Pola transaksi pass by di mana dana masuk yang berasal dari sejumlah perusahaan dan transaksi tunai keluar melalui pemindahbukuan.

PT F (total transaksi Rp 452 miliar)

Perusahaan yang bergerak dalam bidang penyewaan gedung. Periode transaksi 2017-2019 untuk 14 rekening.
Keterangan PPATK, teridentifikasi digunakan sebagai rekening untuk kegiatan operasional dan menerima dana dan transaksi setoran tunai tanpa underlying dengan keterangan “cicilan”, “angsuran”, dan “pelunasan”.(Sumber)