News  

MUI: Mereka yang Lebaran Hari Sabtu, Hari Jumat Tetap Wajib Berpuasa

Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam berkomentar soal isu yang menyeruak di publik terkait perbedaan hari raya Idul Fitri dan puasa. Kata Niam, mereka yang berlebaran di hari Sabtu 22 April tetap wajib puasa di hari Jumat.

“Bagi yang menggunakan ijtihad dengan patokan rukyah atau hisab imkanur rukyah dengan kriteria ketinggian hilal 3 derajat, dan bagi yang meyakini serta mengikuti pandangan bahwa idul fitri jatuh hari Sabtu, maka pelaksanaan salat Idul Fitri dilaksanakan pada Sabtu dan tidak boleh berpuasa di hari Sabtu tersebut. Sedang di hari Jumatnya masih wajib berpuasa,” kata Niam dalam keterangannya, Kamis (19/4).

Apa yang disampaikan Niam ini menegaskan soal kesimpangsiuran puasa dan hari raya.
“Beragama perlu dengan ilmu. Jika tidak, maka kita mengikuti orang yang berilmu,” tegas Niam.

Kata Niam juga, bagi yang menggunakan ijtihad dengan patokan wujudul hilal, dan bagi yang meyakini serta mengikuti pandangan bahwa idul fitri jatuh pada hari Jumat, maka hari Jumat ia melaksanakan salat Idul Fitri dan tidak boleh berpuasa.

“Perbedaan yang didasarkan pada pertimbangan ilmu akan melahirkan kesepahaman (tafahum); bukan pertentangan ( tanazu’) dan permusuhan ( ‘adawah). Karenanya, beragama perlu dengan ilmu sehingga muncul spirit harmoni dan kebersamaan,” urai dia.

Niam juga menyampaikan, penentuan awal ramadhan, syawal, dan dzulhijjah merupakan wilayah ijtihadiyah yang membuka kemungkinan terjadinya perbedaan di kalangan fuqaha.

“Secara keilmuan, memang dimungkinkan terjadinya perbedaan. Terjadinya perbedaan pendapat pada masalah yang berada dalam majal al-ikhtilaf (wilayah dimungkinkannya terjadi perbedaan) harus mengedepankan toleransi,” tuturnya.

Sebelumnya, Muhammadiyah telah menetapkan awal bulan Syawal 1444 H jatuh pada Jumat (21/4). Muhammadiyah menetapkan awal bulan syawal dengan metode hisab, yaitu dengan cara perhitungan matematis dan astronomis dalam menentukan posisi bulan untuk menentukan dimulainya awal bulan pada kalender hijriah.

Sedangkan pemerintah melalui Kementerian Agama menetapkan awal bulan Syawal dengan menggunakan metode rukyatul hilal, yaitu sebuah metode penentuan awal bulan Hijriah dengan cara mengamati hilal (bulan sabit) secara langsung dengan menggunakan teleskop.

Jika hilal (bulan sabit) sudah terlihat di ketinggian 3 derajat, maka berarti sudah memasuki awal bulan baru. Namun jika hilal tidak terlihat, maka puasa Ramadhan ditambah 1 hari.(Sumber)