Menjadi pewaris takhta kerajaan keluarga tak selamanya indah. Apalagi, yang dturunkan adalah warisan bisnis yang sudah jatuh-bangun dipertahankan pendahulunya, seperti Grup Bakrie.
Hal itu lah yang dirasakan oleh anak pertama konglomerat Aburizal Bakrie, Anindy Novyan Bakrie. Pria yang kerap disapa Anin Bakrie ini merupakan Direktur Utama PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR).
Jebolan Stanford Graduate School of Business, California ini sejak balita sudah sering mendengarkan obrolan-obrolan bisnis kakek dan ayahnya. Namanya mulai santer dikalangan pebisnis setelah serangkaian ekspansi besar-besaran Bakrie & Brothers ke semua sektor bisnis utama, mulai dari perkebunan, tambang, telekomunikasi dan properti.
Kini, ia membawa misi besar mengembalikan kejayaan keluarga dengan menjajal bisnis di ekosistem energi baru dan terbarukan. Berikut wawancara eksklusif CNBC Indonesia bersama Anindya Bakrie:
Apakah sedari dulu bercita-cita menjadi pebisnis?
Singkatnya, semua orang punya DNA atau gen, nah kebetulan keluarga kami itu gennya adalah wirausaha atau entrepreneur. Jadi, ketika orang lain belajar di sekolah bisnis atau business school, kita belajar bisnis di meja makan sejak SD. Walaupun tidak mengerti esensinya tapi paling tidak sudah terekspos.
Dari situ lah muncul ketertarikan dan keinginan untuk belajar, lama-lama jadi praktek. Saya kebetulan lulus dari bisnis kan 2001 ya, sudah 22 tahun yang lalu. Tapi, belajar bisnisnya mungkin 20 tahun sebelum 22 tahun yang lalu. Nah, ini yang menyebabkan sedikit inheren lah ya. Walau usaha tidak selalu gampang karena yang namanya praktek itu kan ada naik dan turun dan keluarga itu percaya bahwa tanpa kegagalan siapapun tidak akan menjadi kuat.
Momen apa yang membangkitkan jiwa entrepreneurship pertama kali?
Mungkin saya salah satu pengusaha yang banyak mendapatkan pelajaran bahkan dari usia dini. Waktu itu saya ingat saya masih di SD, kalau tidak salah kelas 5 SD. Saya menjual tiket Band Jazz bernama Level 42. Karena saya terlalu percaya diri, saya beli tiketnya di depan tapi kemampuan untuk menjualnya kurang, jadi rugi. Jadi salah satu pelajarannya ialah jangan stock up terlalu banyak melihat demand yang belum pasti.
Tapi yang penting halnya di situ adalah keluarga bukan malah membantu, malah istilahnya bilang “bagus itu karena tabunganmu yang tadinya udah mulai ada sekarang jadi hampir nol lagi. Kalau mau belajar kesalahan sekarang nih kesempatannya untuk permainan yang belum besar”. Kasarnya bukan disalahin, tapi disyukurin untuk belajar. Jadi bisnis itu nggak main-main, melibatkan banyak orang stakeholder, pemangku kepentingan, karena itu kepercayaan mesti selalu dijaga, jadi itulah pelajaran yang saya dapat sejak dini.
Lahir dan besar di keluarga Bakrie, apa sempat merasakan tekanan?
Pasti lah. Misalnya orang yang lahir di keluarga pemain bola, pasti kan orang berpikir “Wah ini harus sama jago dengan generasi sebelumnya”. Dan ekspektasi itu tidak pernah turun, itu naik saja. Tapi semua itu kita jalani saja, dimulai dengan edukasi, karena kalau tidak belajar, kita tidak bisa praktek.
Kebetulan di keluarga selalu menetapkan bahwa edukasi nomor satu, karena yang namanya harta bisa datang dan pergi naik dan turun dan pasti terjadi. Bersama dengan edukasi, wawasan kita akan terbuka, lalu jaringan teman juga akan terbuka. Bila semakin bagus edukasinya, jaringannya biasanya juga cukup bagus dan di sini bisa belajar dari pengalaman orang lain.
Ini memang bisa dibilang ini high performance environment di keluarga ini. Tapi bersamaan itu juga ya kita jadi ingin membentuk diri. Di sisi lain, tolerance for error itu juga lumayan ada, jadi istilahnya tidak disuruh melakukan tantangan yang besar tanpa diberikan oleh ruang untuk belajar.
Mindset apa yang ditanamkan keluarga sebagai seorang pebisnis?
Di keluarga kami itu ada yang namanya Trimatra, atau tiga prinsip yang jadi acuan. Pertama, keindonesiaan, jadi kalau mengembangkan apapun itu mesti ada manfaatnya buat Indonesia. Karena kita lahir di Indonesia dan merdeka di Indonesia.
Kedua, kebersamaan, kalau mau berhasil sendiri-sendiri sih mudah tapi lebih menarik berhasil bersama-sama. Bersama ini bisa dalam konteks keluarga atau lembaga grup, atau dalam konteks Indonesia itu sendiri.
Terakhir, pemanfaatan, jadi apapun yang kita lakukan harus bermanfaat. Bisa dari sisi ekonomi, dari sosial, dan lingkungan hidup. Ini adalah interpretasi ESG, Environment, Social Governance.
Setuju kah menjadi pebisnis dengan latar belakang keluarga kaya bisa menjamin kesuksesan seseorang?
Saya rasa tidak ya. Kita lihat saja sekarang bank besar rubuh apalagi hanya suatu keluarga. Tantangannya adalah, apakah kita bisa resilien untuk menghadapi berbagai macam naik turun usaha karena kan siklusnya selalu ada di setiap industri. Kedua, bisakah kita berinovasi bahkan menjadi pelopor untuk trend baru. Terakhir, bisakah kita tetap kompak menggunakan infrastruktur dan persamaan dari grup ini untuk justru jauh loncat ke depan.
Dan perlu diingat, kapal besar kalau tidak hati-hati jadi kapal lambat. Dan mungkin ke depan yang bisa berhasil bukan yang besar tapi yang cepat, dan ditambah lagi mungkin yang inovatif. Contohnya, awal berdirinya Google, lalu datanglah Facebook, Instagram, TikTok, ini contoh kecil bahwa disrupsi itu akan selalu ada. Sehingga di grup kita mengatakan: the best way to get disrupted is to get disrupted by yourself.
Seberapa penting networking dalam berbisnis? Setuju kah dengan ungkapan your network is your net worth.
Itu betul sekali. Kalau melihat neraca itu kan selalu ada aset, liability, dan equity gitu. nah aset yang diolah itu bisa menjadi equity.
Jadi aset itu dia contohnya jaringan, ilmu dan juga pengalaman. Tapi itu semua hanya berharga kalau diolah atau dimanfaatkan sehingga bisa menjadi suatu ekuitas. Nah, pertemanan yang banyak itu sangat penting tapi tidak satu-satunya.
Tapi bagaimana kita bisa istilahnya berkolaborasi untuk menciptakan sesuatu yang baik dan bermanfaat yang bisa dinikmati oleh orang banyak dan dengan sendirinya bisnisnya menjadi lebih berkelanjutan. Jadi kembali lagi, jaringan itu penting tapi what do you do about it lah yang lebih penting.
Dan memang kan sehari 24 jam, tidak bisa tambah ya, jadi salah satunya jalan ialah kita berharap jadi orang paling cerdas atau yang bekerjasama dengan banyak orang yang bisa melengkapi kekurangan kita. Dan yang kedua itu kan lebih masuk akal ya.
Ditambah, untuk belajar sesuatu itu makin hari di satu sisi makin gampang dengan era AI, tapi lain sisi juga makin sulit karena spesialisasi itu menjadi kunci. Tapi tidak ada yang mungkin bisa spesialis di setiap lini. Maka, dengan kolaborasi dan saling melengkapi saya rasa itu bisa menjadi menarik.
Apa titik terendah seorang Anindya, dan bagaimana bangkit dari keterpurukan?
Pertama, kesalahan adalah guru terbaik. Saya ini spesialis perusahaan yang sulit ya. Kenapa? Karena saya rasa kalau sulit perusahaannya artinya enggak bisa terlalu sulit lagi harusnya lebih naik lagi.
Tapi apa dari situ misalnya, di sisi media menangani beberapa stasiun yang di awal sulit akhirnya menjadi Baiklah bahkan sudah yang go public. Nah, ini membuat kita menjadi resilience, tapi juga inovatif dan adaptif.
Lalu, saya malang-melintang selain di media dan di telekomunikasi dan tidak selalu berhasil, karena telekomunikasi suatu industri yang sulit, capexnya besar dan juga ya harus terus-menerus. Nah, di situ juga saya mendapat pelajaran sangat banyak.
Lalu lanjut, baru 5 tahun yang lalu saya diajak untuk bergabung oleh keluarga di Bakrie Brothers untuk melihat grup yang lebih besar. Ini juga suatu grup yang besar ya, tapi 75%-nya hidrokarbon, sisanya coal, oil and gas.
satu sisi cashflownya baik tergantung siklikal, di sisi lain harus memikirkan transisi energi ini kemana? Di era dekarbonisasi. Jadi ya Salah satu syarat entrepreneur adalah comfortable with problems.
Saat pandemi Covid-19 bagaimana menakhodai Bakrie and Brothers?
Pertama, tidak bisa hanya dinakhodai saya saja ya. Saudara-saudara saya juga sudah masuk di bisnis, ada adik saya, juga sepupu saya di industri yang berbeda. Prinsipnya, pertama, bagaimana untuk cut cost.
karena ya yang namanya Covid itu pendapatan pasti turun Jadi kita mesti jaga supaya ikat pinggang itu dikencangkan. yang kedua Bagaimana mengurangi hutang.
Ini hanya bisa dengan misalnya menjual aset atau bermitra. Yang ketiga adalah membuat growth story baru dari apa yang sudah ada. Contohnya, IPO dari Vektor (VKTR) itu perusahaan elektrifikasi kami yang mau melantai.
Hasilnya, dalam 3 tahun ini, sejak 2020 dan di akhir 2022, market cap kami dari sekitar US$6 miliar secara grup, bukan satu persatu usaha, menjadi US$15 miliar.
Selain itu, dari sisi hutang yang sebelumnya US$5 miliar menjadi sekitar US$2 miliar, mudah-mudahan di akhir tahun ini bisa tinggal US$1 miliar.
Kemudian EBITDA, terima kasih kepada commodity prices, dari sekitar US$1 miliar menjadi US$3 miliar. So far so good tapi kuncinya What are you going to do with it and what’s next. Dan juga mesti buat organisasinya bisa resilience untuk kejutan-kejutan baik Covid atau kejutan lainnya ke depan.
Jadi apa Inovasi Bakrie and Brothers ke depan? dan bagaimana tren arah bisnisnya?
Apa yang kita lakukan tidak bisa jauh dari bentuk badan dan gen tadi, Grup ini adalah satu industrialisasi mulai dengan steel, yang kedua adalah energi coal, oil and gas, walaupun sudah masuk kepada critical mineral lainnya, seperti gold, mineral and zinc, lalu digitalisasi, yang bisa dilihat di bidang telekomunikasi. Ketiganya mengerucut among others adalah di isu dekarbonisasi atau elektrifikasi ini. Industrinya ada, kita bermimpi nantinya ada bus elektrik nasional, memang baterainya masih dari mitra ya, tapi tujuannya ke sana.
Yang kedua, fokus di energi. Kita ingin di suatu saat menggunakan energi terbarukan dan membuat baterai. Jadi tetap energi tapi energi baru dan terbarukan. Ketiga, digitalisasi. Setelah media teknologi ini yang namanya EV, satu EV ada 3000 chips jadi kalau kita pandai membuat software atau membuat Data Center, kita tidak akan ketinggalan.
Nah untuk menyatukan tiga gen ini saya lihat arahnya memang di bidang energi transisi menuju net zero. Makanya kita ada Vektor. vektor yang kebetulan Cikal bakalnya dari PT Bakrie Autoparts, yang sudah jalan 47 tahun, untung pula, sehingga vektor juga cuan. Waktu mau IPO bukan hanya untuk mengumpulkan dana untuk IPO jadi electric Bus, tapi juga jadi produsen yang sudah lama Indonesia merdeka jadi OEM.
Bagaimana target IPO?
Saya rasa kalau peluangnya luar biasa. Jumlah bus ada 200 ribu di Indonesia. Kalau 2040 benar hampir semuanya jadi EV seperti negara lain, ya 200 ribu dibagi sepuluh saja. Tapi tentu saja ini potential growth, dari nol sampai segitu. Nah, truck ada 5,5 juta dibagi 20 tahun misalnya, itu kan jadi 275 ribu per tahun, jumlahnya cukup besar. Ini yang kita coba kejar.
Ke depannya bukan masalah distribusi, tapi produksi. Kebetulan, karena bakrie autoparts sudah pengalaman bikin parts untuk para brand di bidang truck ternama ya kita memberanikan diri untuk menjalankan. Dan yang menarik di dalam EV itu dua hal, pertama teknologi dan yang kedua sustainability dari sisi profitability. Paling tidak dari sisi energi, dengan BYD kita ada teknologi yang sudah proven terbesar di dunia. dan yang kedua dari sisi profit, kita Sudah profit dengan Bakrie Autopart. INi kita produksi sendiri maka cost structure nya kuat.
Pandangan anda sebagai generasi ketiga Bakrie, apakah benar gen pertama menciptakan, gen kedua merawat dan gen ketiga menghancurkan?
Kalau kita berpikir yang pertama itu kan founder, yang kedua itu expander, dan ketiga itu transformer. Misalnya Bakrie Autoparts yang tadinya foundry buat iron, nanti bisa buat bus dan truk EV nasional. Lalu ada Bakrie power, nanti fokusnya di renewable energies. Semuanya ada perusahaan sendiri yang tidak terganggu untuk independensi, tapi tetep dalam satu grup yang sudah bergerak 81 tahun. Jadi saya suka bilang, Bakrie Group is an eighty one years old start up. Jadi punya pengalaman bagus dan buruk, tapi tetap agile.
Apa benar anggapan bahwa Bakrie uangnya tidak akan habis tujuh turunan? Bagaimana tips mengelola keuangannya?
Jangankan keluarga, bank yang begitu besar bisa hilang. jadi itu semua tergantung bagaimana menyikapinya. Tiap orang bilang, sukses itu adalah aset yang berbahaya, karena kita bisa tumbuh completion-nya atau menjadi sombong. Nah jadi yang paling penting adalah stay hungry. Jadi ya mesti terus berjalan, kalau tidak, nanti tidak ada inovasi-inovasi baru. Dan ingat, apapun yang kita punya sekarang bisa hilang begitu saja.
Soal mengelola keuangan, yang namanya bisnis maupun kehidupan, ya pendapatan dikurangi pengeluarannya jadi sebisa mungkin jumlahnya ya selalu positif. Entah meningkatkan pendapatan atau mengurangi pengeluaran.
Seperti apa pos-pos investasi Anin Bakrie? Bagaimana manajemen investasinya?
Saya pikir rule of thumb masih berlaku. Jadi kalau misalnya umurnya misalnya 40, dari 100% itu, 60% nya itu di fix income, obligasi bond, 40% nya di equity. Nah, fix income kamu itu misalnya berupa properti, okelah propertinya kan kita pengen menghasilkan sesuatu. Kalau misalnya di usia 30, itu masih boleh 70% equity, jadi makin hari equitynya makin kecil. Nah kalau equity taruhnya dimana? cari saja di industri yang blue chip. Saya gunakan 80-20. 80% di yang blue chip, 20%nya you take lil bit of risk tapi tidak terlalu besar. Saya trading tidak terlalu sering, tapi saya coba untuk punya tim yang menjaga komposisi itu.
Tips untuk membangun dan mempertahankan bisnis agar bisa berjalan sukses?
Yang pertama kembali lagi kan kita lihat net income ya, kembali lagi ke balance sheet. Jadi revenue and cost itu mesti baik ya. Dan berikutnya, cara kita menghasilkan revenue itu harus efisien, kalau debtnya terlalu banyak mahal, nanti incomenya tergerus. Jadi poin pertama, focus on revenue growth tapi juga fokus ke profitability. Kedua, fokus ke balance sheet, asetnya kan macam-macam ada cash, goodwill, tinggal bagaimana mengelola asetnya jadi ekuitas. Jadi penanganan perusahaan itu penting dijaga asetnya.
Tapi nomor satu jaga kepercayaan, ga cuma sukses, kalau ada kesulitan harus dibicarakan. Kedua, jangan pernah puas, stay hungry. Terakhir, you have to have fun, karena kalau hatinya ga disitu, nanti kejedug dikit, langsung down. Jadi, you have to love the game.(Sumber)