Cerita Greysia Polii, Tunda Nikah demi Bulu Tangkis Indonesia

Greysia Polii bercerita tentang kisah cintanya dengan sang suami, Felix Djimin. Ia menuturkan bahwa pernikahan sempat tertunda cukup lama karena dunia bulu tangkis yang digeluti.

Greysia menjelaskan bahwa dirinya selalu melibatkan keluarga dalam setiap keputusan yang akan diambil, termasuk soal kariernya di bulu tangkis. Peraih medali emas Olimpiade 2020 itu juga berusaha menjaga komunikasi dengan Felix, yang waktu itu masih menjadi pacarnya, agar hubungan mereka tetap terjaga di tengah ‘Tugas Negara’.

”Hidup saya ini bukan semata-mata untuk keluarga saya, tapi juga bagian dari negara ini. Ketika saya memutuskan sesuatu, akan selalu melibatkan keluarga. Memang, pada akhirnya saya yang memutuskan, tapi saya hidup enggak sendiri, ada orang-orang yang harus saya pastikan punya visi dan misi yang sama,” kata Greysia kepada awak media di Jakarta, Rabu (2/8).

”Ketika saya pacaran, saya juga harus kasih tau ke pelatih saya, bahwa kami punya rencana untuk menikah atau tunangan di kemudian hari. Begitu juga komunikasi harus baik dengan pacar saya. Kalau enggak, kami akan berantem terus dan gak jadi [menikah],” lanjutnya.

”Contohnya pada 2017, saya minta maaf karena mungkin akan ditunda lagi [pernikahan], bisa sampai 2020 Olimpiade. Itu harus ada persetujuan dari dia juga, apakah dia mau bertahan? Jadi, hal itu yang pada akhirnya harus dibuat jelas sehingga saya fokus ke satu tujuan, yaitu emas Olimpiade,” ucapnya.

Di sisi lain, Felix juga perlahan mulai belajar dan memahami situasi bahwa Greysia punya tugas negara. Ia rela menanti hingga Greysia siap untuk membuka lembaran baru ke arah yang serius.

Pernikahan Greysia Polii dan Felix akhirnya berhasil digelar pada Desember 2020. Padahal, sejak 2014 mereka sudah merencanakan untuk tak pacaran terlalu lama.

”Perjalanan itu cukup dalam. Terutama bagi saya, karena pada 2014 maunya [pacaran] singkat, tapi baru jadi enam tahun kemudian, itu pun diundur-undur,” ucap Felix.

”Saya belajar bahwa Greysia ini bukan milik sendiri, tapi milik bangsa. Jadi, ada alasan yang lebih besar dari pribadi dan ego saya sendiri dan saya belajar untuk menerima. Walaupun waktu itu enggak berpikir akan seperti ini, saya hanya bisa menunggu, saya belajar kalau sesuatu yang dipaksakan itu hasilnya enggak baik,” jelasnya.(Sumber)