News  

Pakar UGM Sayangkan Jokowi Lebih Tunduk Investor Kendaraan Listrik

Pemerintah merelaksasi kewajiban Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) 40 persen pada 2023, mundur menjadi 2026, bukti lemahnya pemerintahan Jokowi terhadap investor.

“Untuk menarik investor kendaraan listrik, pemerintah memberikan relaksasi TKDN 40 persen, sangat berlebihan alias lebai. Dalam konteks ini, pemerintah menerapkan kebijakan yang sangat menguntungkan bagi investor. Kebijakan itu akan menaikkan subsidi kendaraan listrik dan relaksasi TKDN 40 persen yang seharusnya diterapkan pada 2023, mundur menjadi 2026,” papar pengamat ekonomi energi UGM, Fahmy Radhi, Jakarta, Sabtu (26/8/2023).

Kebijakan TKDN 40 persen yang mundur ke 2026, dan kenaikan subsidi kendaraan listrik, menurut Fahmy, semakin menguatkan persepsi publik. Bahwa, selama ini, pemerintahan Jokowi bertekuk-lutut pada setiap tuntutan investor kendaraan listrik.

“Arah kebijakan itu juga mengindikasikan bahwa Pemerintah akan menjadikan Indonesia hanya sebagai pasar, bukan produsen kendaraan listrik,” imbuhnya.

Kata dia, kedua kebijakan itu, mengisyaratkan bahwa pemerintah hanya fokus pada produk akhir kendaraan listrik, dengan mengabaikan pengembangan ekosistem industri dari hulu hingga hilir.

Pemerintah mestinya konsisten dengan pengembangan ekosistem industri, melalui program hilirisasi. Sejatinya, pemerintah sudah mengawali program hilirisasi melalui pelarangan ekspor bijih nikel dan smelterisasi untuk menghasilkan berbagai produk turunan, termasuk bahan baku produksi baterai yang menjadi komponen utama kendaran listrik.

“Kalau ekosistem industri kendaraan listrik sudah terbangun, pemerintah tidak perlu bertekuk-lutut dengan mengobral insentif. Investor kendaraan listrik pasti berdatangan ke Indonesia lantaran Indonesia mempunyai supply chain berbagai komponen produk yang dibutuhkan industri kendaraan listrik,” papar Fahmy.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan bahwa pemerintah memundurkan tenggat waktu TKDN kendaraan listrik minimal 40 persen, dari 2024 menjadi 2026. Serta menetapkan TKDN minimal 60 persen pada 2026 sampai 2030, dalam rangka menarik investor masuk.

“Relaksasi TKDN mobil listrik ini diberlakukan sebagai upaya pemerintah menarik investasi ke dalam negeri,” ujar Menperin Agus.

Walau ada relaksasi, kata politkus Golkar ini, bukan berarti produsen mobil listrik Indonesia, bisa leluasa karena baru diwajibkan memenuhi TKDN 40 persen pada 2026. “Peluang percepatan pemenuhan TKDN minimal 40% jelas tetap terbuka. Hal ini dengan catatan bahwa sebelum tahun 2026, baterai mobil listrik bisa diproduksi langsung di Indonesia,” kata Menperin Agus.

Asal tahu saja, Peraturan Presiden (Perpres) No. 55 Tahun 2019 mengatur TKDN yang harus dipenuhi kendaraan roda empat atau lebih pada 2022 sampai 2023, minimal 40 persen. Selanjutnya pada 2024 sampai 2029, TKDN minimal mobil listrik dipatok sebesar 40%. Sedangkan pada 2030 dan seterusnya, mobil listrik harus memenuhi syarat TKDN minimal 80 persen.

Sayangnya, hingga saat ini, jumlah mobil listrik yang TKDN minimumnya 40 persen, hanya segelintir. Terlihat dari kebijakan insentif PPN 10 persen yang baru bisa dinikmati Hyundai Ioniq 5 dan Wuling Air ev. Kedua model tersebut sama-sama memiliki TKDN di atas 40 persen, sehingga berhak memperoleh insentif PPN 10 persen.(Sumber)