Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut selebgram dari Probolinggo, Luluk Sofiatul Jannah (Luluk Nuril), telah melakukan kekerasan verbal di media sosial atau cyberbullying kepada murid SMK. Sehingga korban menjadi hilang percaya diri dan sempat berniat berhenti melakukan praktik kerja lapangan (PKL).
“KPAI berpendapat bahwa apa yang dilakukan seleb tersebut termasuk kategori kekerasan, yaitu kekerasan verbal, yang dilakukan melalui media sosial TikTok (cyberbullying),” kata komisioner KPAI, Kawiyan, dalam keterangannya, Kamis (7/9/2023).
Menurut informasi yang didapat KPAI, korban yang berinisial LNAS sempat menyatakan akan berhenti mengikuti PKL. Korban merasa malu kepada teman-temannya setelah kasus viral tersebut.
“Informasi dari pihak sekolah, walaupun siswa LNAS sudah kembali mengikuti PKL, ia tidak lagi mau ditempatkan di bagian yang berhubungan dengan costumer, tetapi memilih di bagian belakang yang tidak berhadapan dengan costumer. Itu adalah bukti nyata bahwa siswa LNAS telah kehilangan rasa percaya diri dan kehilangan keberanian untuk berkomunikasi dengan orang lain,” katanya.
“Sangat dipahami jika LNAS merasa malu atas beredarnya video TikTok tersebut. Dan itu merupakan dampak nyata dari cyberbullying yang dialami seorang anak,” ujarnya.
Menurut Kawiyan, ada efek negatif dari cyberbullying pada psikologi korban, khususnya korban anak. Korban akan depresi, mudah marah, gelisah, dan beberapa gejala lainnya.
“Secara singkat dapat kami jelaskan di sini bahwa cyberbullying punya dampak psikologis, yaitu depresi, mudah marah, gelisah, menyakiti diri sendiri, dan bahkan berpotensi membuat korban untuk melakukan percobaan bunuh diri. Selain itu, ada dampak kepada kehidupan sekolah yaitu penurunan prestasi, jarang hadir ke sekolah, selalu bermasalah di sekolah, dan susah untuk menyesuaikan diri saat di sekolah,” katanya.
Melihat efek buruk dari cyberbullying, KPAI berharap proses hukum akan terus berjalan sesuai kadar kesalahan. Menurut KPAI, Luluk Nuril, yang juga istri polisi, harus mempertanggungjawabkan kesalahannya.
“Walaupun pelaku sudah menyampaikan permintaan maaf, proses hukum harus tetap berlanjut sesuai dengan kadar kesalahan. Jangan sampai latar belakang pelaku yang merupakan anggota Polri menjadikan yang bersangkutan dapat bebas begitu saja. Pelaku, yang merupakan orang dewasa dan sebagai istri dari oknum Polri, mestinya dapat memberikan contoh bagaimana memperlakukan seorang anak, dan bagaimana juga mestinya menggunakan media sosial,” ucapnya.(Sumber)