News  

Judi Online Masih Marak Sulit Diberantas Karena Keterlibatan Kartel Internasional

Judi online harus diberantas karena berdampak buruk pada perekonomian masyarakat, serta berpotensi meningkatkan masalah sosial hingga pelanggaran hukum. Diduga kuat, judi online masih marak karena melibatkan kartel atau sindikat internasional.

Penggemar dan pemerhati keamanan siber, Aulia Postiera mengatakan, banyaknya masyarakat Indonesia yang kecanduan judi online karena judi online gampang diakses.

Padahal menurut Aulia, judi online berdampak buruk pada perekonomian masyarakat, serta berpotensi meningkatkan masalah sosial hingga pelanggaran hukum.

“Judi online ini hanya menguras uang para pemainnya. Khayalan kemenangan itu hanya tipuan dan fatamorgana. Bandar atau operator judi online memiliki kontrol sepenuhnya atas aplikasi yang mereka punya,” kata Aulia dalam keterangannya yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (1/10).

Aulia melihat, banyak pemain judi online adalah masyarakat kalangan bawah yang secara ekonomi memiliki kemampuan yang terbatas. Seperti pelajar, mahasiswa, hingga pekerja dengan penghasilan rendah.

“Salah satu akibat dari judi online ini adalah, meningkatnya pinjaman online atau pinjol dengan bunga tinggi dan mencekik masyarakat. Seperti lingkaran setan,” terang Aulia.

Untuk itu, Aulia melakukan investigasi terkait maraknya judi online. Beberapa fakta pun ditemukan. Yakni, terdapat sekitar 26 juta node dan server yang telah terinfeksi aplikasi judi online. Lokasi servernya tersebar di berbagai negara.

Selanjutnya, banyak dari situs judi online menggunakan teknik bersembunyi pada situs-situ milik pemerintah (go.id), situs-situs pendidikan (ac.id; sch.id), bahkan situs-situs milik instansi militer (mil.id).

“Mereka menginfeksi situs-situs tersebut karena tidak pernah dirawat (diupdate fitur keamanannya),” tutur Aulia.

Kemudian, diduga judi online di Indonesia ada yang melibatkan kartel atau sindikat internasional. Hal itu dikarenakan ditemukan bahwa server-server terkait berada di negara-negara tetangga, salah satunya Myanmar.

Auli pun turut menemukan penyebab alasan judi online masih gampang diakses, meskipun pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengaku sudah banyak melakukan pemblokiran dan take down terhadap situs judi online.

“Penyebabnya antara lain, bandar operator judi online ini bukan penjahat biasa. Diduga judi online ini melibatkan sindikat atau kartel internasional yang punya sumber daya luar biasa besar,” jelas Aulia.

Selanjutnya, dengan nilai transaksi mencapai Rp200 triliun berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kata Aulia, sindikat judi online memiliki teknologi yang canggih, diduga menggunakan robot, sehingga dapat menginfeksi pada situs-situs milik pemerintah, pendidikan, hingga militer.

“Hal ini mustahil dilakukan blokir,” terang Aulia.

Selain itu, Aulia melihat, adanya kelemahan keamanan situs-situs milik pemerintah, pendidikan hingga militer, sehingga mudah diinfeksi oleh aplikasi judi online.

Dan terakhir, judi online merupakan bisnis yang besar, sehingga bukan tidak mungkin sindikat judi online bekerja sama dengan menyuap aparat pemerintah atau penegak hukum agar bisnis mereka tetap berjalan.

“Atas segala dampak buruk judi online tersebut di atas, maka kita harus menyatakan perang dan memberantas judi online secara serius,” tegasnya.

Aulia meminta masyarakat untuk berhenti bermain judi online. Dan pemerintah diminta melakukan penelusuran dan penegakan hukum yang serius.

“Teknik follow the money dan blokir transaksi keuangan yang diduga terkait judi online akan menuntun pada pelaku dan membatasi gerak dari sindikat judi online,” bebernya.

Selain itu, Aulia meminta agar dilakukan peningkatan keamanan pada website. Seluruh situs-situs milik pemerintah, pendidikan, hingga militer yang saat ini terinfeksi oleh aplikasi judi online harus melakukan update atau upgrade dan meningkatkan fitur keamanannya.

“Judi online adalah kejahatan yang harus diberantas. Jangan sampai terbesit pikiran untuk melegalkan judi online karena ketidakmampuan kita dalam memberantasnya,” pungkasnya.(Sumber)