News  

Apa yang Perlu Dilakukan Jika Anak Telanjur Kecanduan Gadget?

Siapa di antara kamu yang punya balita atau anak di bawah 15 tahun? Apa anakmu masuk dalam kategori ‘gak bisa lepas’ dari gadget?

Beberapa orang tua khususnya yang memiliki balita, memang kerap kerepotan jika anaknya sudah pegang gadget begitu lama. Entah ia main game atau hanya sekadar streaming video.

Mereka khawatir anak mengalami gangguan pada otak dan kemampuan merespons sekitar. Untuk mengakali kondisi, beberapa orang tua mendampingi anak-anak mereka yang tengah menonton video, TV atau memegang gadget dan berusaha membatasi durasinya.

Waktu yang dihabiskan untuk menonton atau bermain game komputer tentu memiliki efek jangka panjang terhadap fungsi otak anak. Sebuah studi di jurnal Early Education and Development berjudul ‘How Early Digital Experience Shapes Young Brains During 0-12 Years: A Scoping Review’ mencatat analisis terhadap 33 penelitian selama 23 tahun.
Penelitian ini mengukur dampak teknologi digital pada otak anak di bawah usia 12 tahun. Ada setidaknya 30.000 responden yang ikut serta pada penelitian ini.

Hasilnya, durasi menatap layar menyebabkan perubahan pada otak bagian pre-frontal cortex. Bagian ini mengatur memori pekerjaan, kemampuan perencanaan atau merespons situasi secara fleksibel.

Lama menatap layar juga akan berpengaruh pada otak bagian lobus parietal. Bagian ini membantu kita memproses sentuhan, tekanan, panas, dingin dan nyeri. Pengaruh juga terjadi pada sektor lobus temporal (ingatan, pendengaran dan bahasa) dan lobus oksipital, yang membantu kita menafsirkan informasi visual.

Orang tua harus apa?

Membatasi waktu menatap layar mereka adalah cara yang efektif. Namun langkah ini bukan perkara gampang alias penuh tantangan. Orang tua harus menyiapkan strategi yang lebih inovatif, bersahabat, dan praktis dapat dikembangkan dan diterapkan.

Persoalan gadget vs anak-anak ini ternyata enggak cuma dirasakan para orang tua di indonesia lho, melainkan di berbagai negara. Dilansir The Guardian, para orang tua bercerita bahwa di satu sisi, mereka merasa puas melihat anak ‘fasih’ menggunakan smartphone.

Namun di sisi lain, mereka tidak senang dengan waktu yang mereka habiskan untuk berselancar online. Menurut mereka, dampak gadget terhadap suasana hati dan konsentrasi mereka bisa terganggu.

Steve (54) asal Belanda memanfaatkan Family Link Google. Hal itu dilakukan demi membatasi ‘spent time’ gadget 2 anak mereka yang kini usianya di bawah 15 tahun.

Ia mengkombinasikannya dengan aturan tambahan, seperti “tidak boleh menaruh HP di meja” serta larangan “jika kamu menonton TV, maka jangan sambil main HP”

Ketat dalam penggunaan gadget
Ada juga orang tua yang melakukan hal yang agak ketat seperti ‘no screen time’ di malam hari, lalu mematikan akses Wi-Fi mereka di rumah, menyita gadget yang dipegang anak, agar mereka segera berhenti.
Membatasi screen time

Selain cara di atas ada juga orang tua yang membolehkan anaknya mengakses gadget namun dengan durasi yang dibatasi. Aditya (34) asal Mumbai India misalnya.

Kepada The Guardian, ia mengatakan bahwa anak laki-lakinya bisa menghabiskan waktu hingga empat jam setiap hari menatap layar. Aditya dan istrinya pun mulai membatasi anaknya yang berusia 4 tahun ini setengah jam sehari, untuk menonton Peppa Pig dan konten edukasi di YouTube.

“Saya (dan istri) memutuskan bahwa screen time lebih banyak merugikan daripada menguntungkan, dengan keterlambatan bicaranya dan terbatasnya interaksi dengan anak-anak lain,” kata Aditya.

“Dibutuhkan upaya besar untuk mengurangi waktu menatap layar ponselnya dan memperbanyak permainan papan, buku, dan aktivitas fisik dalam hidupnya.”

Memberi contoh
Adrián, seorang insinyur berusia 43 tahun asal São Paulo juga membatasi screen time putrinya yang berusia empat tahun. Ia membatasinya 30 menit sehari dengan memberi contoh yang sama.

“Saya menyadari betapa besarnya kerugian yang kita alami ketika ponsel menjadi prioritas kita. Saya telah melihat seluruh keluarga di sebuah restoran memperhatikan ponsel mereka dan tidak berbicara,” kata Adrian.

“Saya mencoba mengurangi penggunaan ponsel. Bagaimana saya bisa berharap putri saya tidak menjadi ketergantungan, jika saya tidak memberikan contoh?”

Ajari anak kendalikan screen time
Jane, seorang manajer produk berusia 51 tahun di Luksemburg dan orang tua dari dua remaja, bercerita soal kekhawatiran screen time pada anak-anaknya. Menurutnya orang tua harus mengajarkan anak mengontrol penggunaan gadget agar jauh dari kata kecanduan.

“Ponsel dan tablet akan menjadi bagian dari kehidupan mereka. Mereka perlu belajar mengendalikan penggunaannya,” katanya.

Putrinya yang berusia 14 tahun mengaku bahwa dia menganggap TikTok membuat ketagihan. Ia dan anaknya pun mulai ketat dalam membatasi penggunaan media sosial pada gadget.

“Ini bukan soal perangkatnya, ini soal konten yang dikonsumsi. Teknologi baru menciptakan krisis ‘eksistensi manusia.’” kata Jane.

Apa kata anak soal gadget?

Jack (15) anak laki-laki dari Marie (46) seorang pekerja kesehatan di Selandia Baru merasakan, persoalan kepemilikan gadget amat berkaitan dengan tekanan sosial di sekolah.

“Semua yang membawa smartphone, menggunakannya untuk media sosial baik di dalam dan di luar kelas,” kata Jack.
“Kamu selalu mendapat ancaman, kesalahan apa pun akan dicatat dan di-posting agar semua orang dapat melihatnya. Interaksi menjadi lebih ekstrem jika seseorang merekamnya, (seperti) pertengkaran, perkelahian.”

Alih-alih memanfaatkan smartphone jadi sebuah hal yang mengarah ke aksi ekstrem, Jack mengatakan bahwa smartphone akan baik-baik saja jika itu digunakan sebagaimana mestinya seperti mengirim pesan dipakai main game, “sehingga anak-anak yang menggunakannya akan memengaruhi dirinya sendiri, dan bukan orang lain.”
(Sumber)