News  

Ekonom UI: Tanpa Bansos dan Efek Jokowi, Suara Prabowo-Gibran Tak Tembus 58 Persen

EKONOM dari Universitas Indonesia (UI) Vid Adrison mengemukakan, tanpa efek Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan bantuan sosial (bansos), paslon nomor 02 Prabowo-Gibran hanya akan meraih 42,38% pada Pilpres 2024.

Berdasarkan perhitungan suara yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 20 Maret silam, jumlah suara paslon nomor 02 sebanyak 96.214.691 suara atau 58,59%.

Adapun Vid melakukan penelitian untuk melihat apakah ada hubungan kasualitas antara pembagian bansos menjelang Pilpres 2024 dengan efek Jokowi terhadap perolehan suara Prabowo-Gibran.

Gibran merupakan putra sulung dari Presiden RI Jokowi.

Perolehan suara sebesar 42,38% itu hampir sama dengan hasil survei yang dilakukan Charta Politika pada periode 4-11 Januari 2024, yakni sebesar 42,2%.

Hal itu berhubungan dengan perilaku myopic di tengah masyarakat, dalam hal ini pemilih lebih mempertimbangkan (mengingat) tindakan yang dilakukan Jokowi menjelang Pilpres 2024 dibanding dengan kegiatan atau program pemerintah yang dilakukan dua atau empat tahun lalu.

“Ada perilaku myopic di tengah masyarakat. Orang lebih memikirkan, mempertimbangkan yang lebih dekat terjadi. Misalnya, sebulan terakhir seseorang berbuat baik, maka yang saya ingat adalah kebaikan,” papar Vid dikutip dari kanal Youtube Abraham Samad, Speak Up, Senin (8/4).

Vid menyebut bansos yang merupakan bagian program Perlindungan Sosial (Perlinsos), memang program pemerintah yang sudah disetujui anggarannya oleh DPR.

Tetapi, kata Vid, bansos justru masif digelontorkan oleh pemerintahan Jokowi menjelang pencoblosan pada 14 Februari 2024.

Vid mengemukakan aksi bagi-bagi bansos oleh Jokowi menimbulkan kompetisi yang tidak adil pada Pilpres 2024, karena yang memiliki akses terhadap bansos itu adalah petahana (Jokowi).

Meski tidak ada petahanya yang ikut kompetisi pada Pilpres 2024, namun ada putra Jokowi yang maju sebagai calon wakil presiden (cawapres).

Dari hasil penelitian, Vid mengatakan pola belanja untuk Perlinsos proporsinya meningkat setahun menjelang pemilu seperti pada tahun 2008, tahun 2013, tahun 2018.

Tanpa tedeng aling-aling, kenaikan anggaran mengalami kenaikan drastis pada kurun waktu 2022 hingga 2023 menjelang Pemilu 2024.

“Ketika terjadi kenaikan begitu drastis, apapun alasan sudah ada pembahasan dengan DPR, tetapi ini suatu pola. Apakah ini akan punya dampak? Studi menyebut memang ada dampaknya karena perilaku myopic,” tegas Vid.

Artinya, pendistribusian bansos bisa meningkatkan seseorang untuk memilih kembali orang yang memberi/membagikan bansos.

Data tersebut terkonfirmasi oleh hasil penelitian Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 19-21 Februari 2024.

LSI menyatakan sebanyak 24,8% responden mengaku menerima bansos dari pemerintah. Dari jumlah itu, 69,3% mengaku mencoblos capres-cawapres nomor urut 02, Prabowo-Gibran.

“Memang pola peningkatan belanja untuk diskresi termasuk Perlinsos meningkat menjelang pemilu, dan ada bukti statistik hal itu meningkatkan keterpilihan,” tambahnya.

Vid menerangkan karena tidak ada regulasi, maka Perlinsos digunakan sebagai alat pemenenangan untuk meningkatkan suara inkumben.

Kemudian, kata Vid, sumber dana Perlinsos beradal dari masyarakat melalui pajak yang dibayarkan masyarakat. Maka, sesungguhnya adalah hak dari orang miskin untuk mendapatkan perlinsos.

Efek Jokowi
Kemudian, dari hasil penelitian yang dilakukan, Vid menerangkan bahwa efek Jokowi lebih signifikan dibanding efek Prabowo dalam menentukan perolehan suara paslon nomor 02.

Petahana atau kandidat yang didukung petahana akan mendapatkan persentase suara yang lebih tinggi, dan persentase suara pemenang lebih tinggi di daerah dengan kemiskinan yang lebih tinggi.

Untuk menilai efek Jokowi, penelitian telah memperhitungkan unsur fanatisme. Vid mengukur suara Jokowi sebagai proksi untuk perolehan suara Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024.

Ketika dia menggunakan perolehan suara Prabowo pada Pilpres 2019 untuk Pilpres 2024, ternyata tidak signifikan. Artinya, militansi bukan kepada Prabowo tetapi kepada Jokowi.

“Artinya memang kuat bukti statistiknya, efek Jokowi efek lebh kuat daripada efek Prabowo,” tandas ekonom yang juga menjadi ahli dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Bahkan, Vid menyebut Jokowi mengunjungi 30 kabupaten dan kota sepanjang Oktober 2023 hingga Februari 2024. Dari 30 kabupaten dan kota itu, 15 di antaranya berlokasi di Jateng. Hal itu berbanding terbalik dengan Prabowo-Gibran yang hanya mengunjungi 9 kabupaten dan kota.

Artinya, kunjungan Jokowi efektif meningkatkan suara Prabowo pada Pilpres 2024 serta ada hubungan yang kuat antara penggelontoran bansos dan efek Jokowi terhadap perolehan suara Prabowo-Gibran. (Sumber)