News  

Look East Policy, Memperluas Kehadiran Indonesia di Pasifik Selatan

Pasifik adalah satu keluarga dengan Indonesia. Sebagai keluarga, saat ini Indonesia merumuskan langkah yang tepat untuk hadir sebagai solusi dalam platform kebersamaan yang diikat dengan relasi kultural dan tantangan global yang sama.

Dalam konteks itu, Look to the East Diplomacy, perlu menjadi arah baru Indonesia perihal kebijakan Pasifik. ASEAN adalah lapisan pertama diplomasi Indonesia dengan arah baru Visi ASEAN Community 2025. Demikian pula, IORA (Indian Ocean Rim Association) menjadi arah baru kebijakan luar negeri Indonesia di sisi barat. Namun, sudah saatnya, total diplomacy Indonesia harus berpaling ke negara-negara ras polinesia, mikronesia dan melanesia di kawasan Samudera Pasifik.

Arah Baru Indonesia
Ketika membuka Pacific Exposition di Auckland, New Zealand, 12 Juli 2019, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, menekankan sikap Indonesia atas Pacific.

Paling tidak sejumlah platform Indonesia untuk Pasifik.

Pertama, Indonesia membagi kesamaan tantangan dengan negara-negara Pasifik. Perubahan iklim dan bencana alam, ketakutan ekonomi karena perubahan tren global yang tak menentu, pendidikan, dan pengembangan manusia.

Kedua, komitmen Indonesia bahwa Pasifik adalah satu keluarga dengan Indonesia. Indonesia adalah teman.

Ketiga, Indonesia membangun hubungan yang saling menguntungkan, saling berbagi, saling menghormati, dan saling menghargai untuk pembangunan Pasifik.

Keempat, Indonesia akan terus aktif berkontribusi terhadap stabilitas wilayah Pasifik, ketahanan, dan kesejahteraan bersama Pasifik.

Kelima, selama ini Indonesia hadir di Pasifik melalui engagement dengan kerjasama-kerjasama organisi internasional. Namun saat ini, engangement Indonesia dilakukan secara langsung ke negara-negara Pasifik.

Keenam, Indonesia akan melakukan hubungan kerjasama dengan negara-negara Pasifik dengan penuh kekuatan dan kebanggaan sebagai bagian dari komunitas Pasifik. Hubungan yang terjalin berdasarkan sikap saling menghargai, saling berbagi, dan saling menguntungkan. Ini adalah era baru, kerja sama Pasifik untuk pembangunan Pasifik.

Menuju Re-Balancing di the Pacific Islands
Total diplomasi Indonesia di kawasan Pasifik Selatan, diletakkan pula dengan pergeseran geo-politik Kawasan Pasifik (Pasifik Selatan) yang diwujudkan dengan keterlibatan China yang meningkat. Hal itu terlihat dari kepentingan perdagangan, investasi, bantuan pembangunan dan arus wisatawan yang mengalir ke Pacific Islands.

Bahkan, dalam konteks diplomatic dan security engagement, China terus meningkatkan footprint-nya melalui partisipasi di berbagai organisasi regional, high-level visit dan diplomasi publik. China juga intens mendorong soft power, baik misi kebudayaan, pendidikan, bantuan kemanusiaan maupun aktivitas pemulihan bencana alam. Di sisi lain, topik di security involvement masih terbatas di Pacific Islands dibandingkan dengan economic dan diplomatic engagement. Meskipun tak dihindari, isu keamanan sempat muncul berkaitan dengan rencana China membangun pelabuhan di salah satu negara Pacific Islands.

Memang tak dihindari, tumbuhnya Beijing’s engagement di the Pacific Islands, memiliki implikasi ke kepentingan Amerika Serikat di Pasifik dan mitra utama US lainnnya baik Australia, New Zealand dan Taiwan.

Bagi Amerika Serikat, negara Pacific Islands merupakan halaman belakangnya (backyard), dimana konsen Amerika adalah “the Pacific remains a free and open architecture”, yang memberi ruang bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, stabilitas kawasan, dan hubungan people-to-people contact yang intens bagi kemajuan pembangunan (US-China Economic and Security Review Commission, June 2018).

Dalam situasi ini, Indonesia perlu untuk mengambil langkah yang tepat dengan fokus ke isu-isu strategis yang dirasakan dan dialami oleh negara-negara di Pacific Islands. Terlepas dari dinamika geo-strategis yang terjadi dalam 1 dekade terakhir antara China – Amerika Serikat, maka Indonesia perlu memetakan tema besar apa yang ditempuh dalam diplomasi total di Pasifik.

Jika disimak dari dari komunike terakhir di Pacific Islands Forum (PIF) di Yaren, Nauru pada 3-6 September 2018, terdapat beberapa poin penting yang harus diantisipasi bagi Indonesia.

Tema 49th the PIF Leaders yang diangkat adalah “Building A Strong Pacific: Our People, Our Islands, Our Will”, dan komitmen baru “the Blue Pacific” sebagai nilai strategis di kawasan Pacific Islands. Hal ini menjadi arah baru bagi kita untuk merumuskan konsep Blue Pacific a’la Indonesia yang menempatkan poros maritim Indonesia ke Pasifik. Pengalaman Indonesia menjadi bahan sharing knowledge seputar perubahan iklim, manajemen bencana, manajemen konservasi laut dan keanekaragaman hayati maupun pengelolahan polusi laut.

Jika disimak dengan baik, sejumlah agenda menjadi perhatian the Pacific Islands, yakni regional security, climate change and disaster resilience, fisheries, oceans, culture, dan SDGs 2030.

Komitmen Presiden Joko Widodo untuk Pasifik Selatan
Kehadiran kita, Indonesia, di Pacific Islands, haruslah berbeda dengan gaya China, Australia, New Zealand dan Taiwan. Mengapa? Karena kita memiliki ikatan kultural, bahkan ikatan darah dengan sejumlah negara di Pacific Islands. Disinilah, sangat tepat Menlu Retno Marsudi mengatakan kita adalah satu keluarga dengan Pacific Islands.

Dalam pandangan Presiden Joko Widodo, diperlukan terobosan untuk menggalang kerja sama yang lebih konkrit antara Indonesia dan negara-negara Pasifik.

Dalam Sidang Kabinet pada 4 Mei 2018, sejumlah komitmen penting dari Presiden Joko Widodo perihal peningkatan kerjasama antara Indonesia dan negara-negara kawasan Pasifik Selatan.

Poin pertama adalah terobosan kebijakan kerja sama yang lebih konkrit, terutama kerja sama dengan negara-negara di kawasan Pasifik Selatan yang secara geografis dekat dengan Indonesia.

Kedua, Presiden Joko Widodo berpandangan bahwa Indonesia terbuka untuk membangun kerjasama dengan sejumlah negara kawasan Pasifik Selatan seperti Kepulauan Salomon, Tonga, Vanuatu, Fiji, Papua Nugini, dan Samoa.

Presiden mengatakan negara-negara tersebut terbuka untuk bekerja sama dengan Indonesia, baik dengan menjalin hubungan antar masyarakat di bidang kebudayaan, bidang pendidikan seperti bantuan beasiswa, ekonomi baik investasi maupun perdagangan.

Sedangkan agenda ketiga yang terkait perdagangan, Presiden Joko Widodo mengingatkan bahwa Indonesia harus masuk ke pasar negara-negara tujuan ekspor non tradisional untuk menawarkan produk-produk unggulan dari industri manufaktur termasuk industri perikanan dan kelautan serta bidang konstruksi hingga informatika.

Secara khusus Presiden Joko Widodo memberikan perhatian ke Kawasan Timur Indonesia (KTI). Presiden Joko Widodo melihat adanya peluang yang sangat besar dan sekaligus koridor percepatan Kawasan Timur Indonesia. Intinya adalah mempererat konektivitas, baik konektivitas budaya dan ekonomi, yang tentu saja didukung kelancaran konektivitas sistem transportasi dengan negara-negara Pasifik Selatan.

Agenda keempat, Presiden Joko Widodo, mengingatkan Indonesia memiliki letak geografis yang sangat strategis di antara dua benua dan dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

Dalam pandangan Presiden Joko Widodo, “Ini yang betul-betul harus kita sadari, harus membentuk haluan politik luar negeri kita menjadi arah diplomasi politik dan ekonomi serta harus betul-betul dimanfaatkan untuk kepentingan nasional kita” (4 Mei 2018).

Terobosan mendasar yang telah dilakukan kita adalah dengan digelarnya pertemuan Indonesia-South Pacific Forum (ISPF) pada 21 Maret 2019 di Jakarta.

Pertemuan tingkat pejabat tinggi tersebut diikuti oleh 15 negara di Pasifik Selatan termasuk Indonesia dan mengambil tema “Our Future: Shared Ocean, Shared Prosperity”.

Demikian pula, Pacific Exposition 2019 di Auckland, Selandia Baru, pada 12 Juli 2019, secara mendasar bertujuan untuk meneguhkan peran diplomasi Indonesia dan menggali potensi kerja sama dari 20 negara yang berada di Pasifik Selatan.

Akhirnya, di penutupan Pacific Exposition 2019 pada 14 Juli, kegiatan business matching mencatatkan potensi transaksi US$ 70,03 juta untuk permintaan produk Indonesia untuk diekspor ke kawasan Pasifik. Dalam pandangan Duta Besar RI untuk Selandia Baru, Tantowi Yahya, hasil transaksi yang terjadi antar negara akan segera ditindaklanjuti dalam kerjasama yang konkret dan detail.

Semoga harapan kita, agar “Connecting Peoples for Sustainable Growth”, dapat terwujud di negara-negara Pacific Islands.

Catatan Lepas Velix Wanggai dari Pacific Exposition 2019 di Auckland, NZ
(on the flight from Auckland – Sydney – Jakarta, 14 Juli)