Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Praswad Nugraha mengingatkan ada upaya intervensi terhadap penanganan perkara korupsi TP elektronik yang menjerat eks Ketua DPR RI Setya Novanto di masa lalu.
Hal itu dia ungkapkan menyoroti Mahkamah Agung (MA) yang memberi keringanan hukuman Setnov sebanyak 2,5 tahun sehingga pelaku korupsi itu hanya akan menjalani 12,5 tahun penjara saja.
“Korupsi e-KTP adalah salah satu kasus besar dan kompleks yang pernah ditangani KPK, bukan hanya karena alur transaksinya, tetapi bagaimana upaya Setnov melepaskan diri dari tanggung jawab,” ujar Praswad dalam keterangan tertulis, Kamis (3/7/2025).
“Dalam masa tersebut, terdapat berbagai intervensi terhadap proses penegakkan hukum. Secara personal, Setnov berupaya melarikan diri,” imbuhnya.
Praswad kemudian menceritakan saat itu ia menjadi salah satu penyidik yang ditugaskan menangkap Setnov ketika berstatus sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) pada 2017.
“Pada masa tersebut, melalui upaya yang tidak biasa, kami pada akhirnya berhasil menangkap Setnov di RS Medika Permata Hijau dengan cara yang tidak mudah,” tuturnya.
Saat itu terdapat beberapa upaya dari pihak pengacara maupun dokter untuk menghalangi proses penegakan hukum tersebut.
“Bahkan, saya sampai harus bertahan di depan pintu semalaman untuk memastikan Setnov tidak kabur dari RS tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa Setya Novanto bukanlah orang biasa,” ungkapnya.
Menurutnya, Setnov memiliki peran penting sebagai political exposed person sehingga vonisnya dipotong melalui Peninjauan Kembali (PK) di MA.
“Keputusan ini menjadi preseden serius dan mencoreng rasa keadilan publik dalam pemberantasan korupsi kelas kakap. Setnov bukan sekadar terpidana biasa, melainkan ia adalah tokoh sentral dalam mega skandal e-KTP yang merugikan negara hingga triliunan rupiah,” tandasnya.
Sebelumnya, MA mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) Eks Ketua DPR RI Setya Novanto terkait kasus korupskoKTP elektronik sehingga hukumannya menjadi 12,5 tahun penjara.
Dalam perkara korupsi e-KTP, Setnov divonis 15 tahun. Ia mendapat potongan selama 2,5 tahun dari hukuman awal yang dijatuhkan.
“Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” demikian amar putusan PK Setnov dalam situs resmi MA, Rabu (2/7).
“Pidana penjara selama 12 tahun dan 6 (enam) bulan dan pidana denda Rp500.000.000,00 subsidair 6 (enam) bulan kurungan,” sambung MA.
Selain itu, Setnov juga dihukum untuk membayar biaya uang pengganti sebesar USD 7,3 juta. Hingga saat ini, Setnov sudah membayarnya Rp 5 miliar.
“Sisa UP Rp49.052.289.803,00 subsidair 2 tahun penjara,” tulis MA.
Kemudian, Setnov juga dijatuhi pidana tambahan berupa larangan menduduki jabatan publik selama 2,5 tahun setelah selesai menjalani hukuman.
Terpidana kasus extraordinary crime ini mulai ditahan KPK sejak 17 November 2017 dan menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin sejak 4 Mei 2018.
Dalam kasusnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Setnov 15 tahun penjara serta denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Ia diyakini menerima USD 7,3 juta serta jam tangan Richard Mille RM011 seharga USD 135 ribu dari proyek yang merugikan negara Rp 2,6 triliun itu. (Sumber)