Tersangka kasus dugaan suap proyekPembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 Sofyan Basir mengatakan PT PLN (Persero) kehilangan keuntungan akibat gagalnya proyek tersebut.
Dalam persidangan pemeriksaan saksi, mantan Direktur Utama PLN ini mengatakan seharusnya dua tahun mendatang, perseroan akan meraup keuntungan triliunan rupiah dari proyek tersebut.
“Ini harusnya di 2021 Rp1,4 triliun PLN mendapat keuntungan. Tapi karena sudah dihentikan itu hilang semua, bukan saya dirutnya lagi,” kata Sofyan di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Senin, 29 Juli 2019.
Selain itu, ia juga menjelaskan maksud dari kata ‘anak-anak’ bukanlah permintaan jatah untuk anak buahnya dalam proyek tersebut. Dia menegaskan kata yang dimaksud tersebut diartikan sebagai permintaan penyelesaian administrasi.
“Adik-adik itu maksud saya administrasi, kan dibilang itu masih simpang siur karena masih tumpang tindih lantaran program baru,” tutur Sofyan.
Sofyan menegaskan tidak ada maksud lain dari hal itu. Dia hanya memberi tahu bos Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno bahwa mantan Anggota DPR Komisi VII Eni Maulani Saragih belum menyelesaikan permasalahan administrasi.
Sofyan menyayangkan kasus ini lantaran menghambat proyek listrik di Riau. Dia pun menyalahkan Kotjo dan Eni atas hal itu. “Karena kasus ini listrik di sana jadi tetap sering mati, seharusnya sudah baik,” jelas dia.
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ronald Worotikan menampilkan perkacakan antara bos Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo dengan Sofyan Basir. Sofyan meminta Kotjo perhatikan anak buahnya.
“Anak-anak saya diperhatikan juga ya biar mereka happy,” kata Sofyan kepada Kotjo dalam tangkapan layar yang dipaparkan di persidangan pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Senin 29 Juli 2019.
Dalam percakapan itu, Kotjo membalas permintaan Basir dengan karakter atau emoticon jempol. Jaksa pun mempertanyakan maksud emoticon itu kepada Kotjo.
“Benar ada whatsapp seperti itu? maksud jempol apa pak?,” kata Roland.
Kotjo lantas bangun dari kursi untuk memperhatikan tulisan yang tertera dalam layar. Usai memperhatikan, Kotjo menempik tanda jempol yang dia kirim adalah persetujuan terima.
Dia menyebut tanda jempol itu bisa berarti banyak makna. Menurut Kotjo, balasan jempol itu hanya ekspresinya malas membalas.
“Saya tidak mengiyakan tidak juga mentidakkan, saya jawabnya jempol dan saya enggak tau bener apa enggak yang diomongin, saya kan enggak tahu, kasih asal jempol lah atau tepuk tangan,” jelas Kotjo.
[medcom]