Relawan Jokowi Mania (JOMAN) mendesak Komisi XI DPR sebagai panitia seleksi calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mencoret 4 nama calon anggota BPK yang dinilai cacat integritas
Ketua JOMAN, Emanuel Ebenezer mengatakan 4 nama calon anggota BPK itu adalah Syafri Adnan Baharudin, Tito Sulistio, Harry Azhar Azis dan Achsanul Qosasi.
“Salah satu syarat calon Anggota BPK adalah bersih dan tidak memiliki cacat integritas atau rekam jejak yang buruk. 4 nama itu kami nilai tidak layak dan kami mendesak Komisi XI untuk mendiskualifikasi mereka,” kata Emanuel dalam diskusi Menakar Calon Anggota BPK, Siapa Layak Dipilih DPR? di Kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Senin (5/8).
Banyak Politisi Daftar Jadi Anggota BPK, Ketua Jokowi Mania: “Lebih Baik Diisi Anak-anak Muda…”
Emmanuel mengatakan Syafri Adnan Baharuddin adalah mantan auditor utama Keuangan Negara II BPK-RI. Ketika mengecek jejak digital calon Anggota BPK Syafri Adnan Baharudin, ternyata yang bersangkutan terbukti melakukan perbuatan asusila ketika masih menjabat sebagai Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan.
“Kami heran mengapa yang bersangkutan lolos tahap seleksi awal pencalonannya sebagai anggota BPK, yang seharusnya dicoret karena telah cacat moral,” tuturnya.
Kedua, Harry Azhar Aziz sang petahana anggota BPK yang mencalonkan diri kembali. Namanya tercatat dalam kepemilikan perusahaan di luar negeri seperti terungkap dalam dokumen Panama Papers. Dalam dokumen Panama Papers, Sheng Yue International Limited diduga sebagai perusahaan milik Harry, yang didirikan di yurisdiksi bebas pajak, yang diduga bertujuan menghindari pembayaran pajak kepada negara. Atas desakan publik, Harry Azhar Azis telah dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Kode Etik BPK.
Ketiga, Achsanul Qosasi (Petahana). Berdasarkan laporan masyarakat, diduga Achsanul Qosasi sebagai Anggota BPK dan anak buahnya telah melakukan perbuatan penyalahgunaan wewenang di Kementerian Sosial RI, yaitu melakukan tindakan penekanan untuk mengkondisikan pemenang proyek pengadaan (tender) pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam tahun anggaran 2019.
Keempat, Tito Sulistio. Ia adalah mantan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia 2015-2018. Saat memimpin BEI, Tito tidak memegang akuntabilitas keuangan yang seharusnya menjadi contoh perusahaan-perusahaan peserta bursa.
Sejumlah penyelewengan yang diduga melibatkan Tito terjadi cukup lama. Pada audit 2017, OJK menemukan tujuh pelanggaran yang dilakukan Tito. Dua di antaranya menyebutkan, pemain saham senior itu menggunakan kas perusahaan untuk kepentingan pribadi. Ia juga disebutkan menggunakan uang perusahaan tanpa pertanggungjawaban.
“Temuan lain berkaitan dengan investasi yang tidak jelas dan tak menguntungkan. Keputusan bisnis ini disebutkan memiliki niat buruk,” kata dia.
“Indikasinya, penanaman dana dilakukan melalui perusahaan manajemen aset yang terafiliasi dengan Melchias Marcus Mekeng, politikus Partai Golkar sahabatnya, yang menjadi penasihat senior pada perusahaan investasi itu. Padahal bunga yang dihasilkan dari investasi lebih rendah daripada yang ditawarkan bank negara dan bahkan bank daerah,” pungkasnya. [jitunews]