News  

Ini Alasan Kenapa Indonesia Belum Butuh Dokter Asing

Keinginan pemerintah mendatangkan dokter asing demi menutup kurangnya kuantitas dokter menuai polemik.

Terlebih, setelah mencuatnya isu pemecatan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga atau Unair Surabaya, Budi Santoso, lantaran lantang menolak keputusan tersebut.

Mencermati hal tersebut, Ketua Klaster Kedokteran dan Kesehatan Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional, Dr Iqbal Mochtar ikut menjadi pihak yang mengkritisi kebijakan dokter asing di Indonesia.

Iqbal bahkan merinci ada setidaknya tujuh potensi kendala yang menjadi dasar bahwa Indonesia sejatinya tidak butuh-butuh amat tambahan tenaga dari luar.

Landasan Belum Jelas
Menurut Iqbal, alasan utama ialah kehadiran dokter asing ke Indonesia tidak memiliki landasan yang jelas. Sebab, kehadiran dokter asing di beberapa negara pada umumnya dilandasi atas dasar kekurangan jumlah dokter.

Sementara, menurut Iqbal, Indonesia tidak mengalami hal tersebut, jika pemerintah tak berpatokan pada rasio 1 banding 1000 yang diklaim menjadi standar organisasi kesehatan dunia, WHO.

“Kalau kita coba-coba mencari, sebenarnya WHO tidak pernah menyebutkan adanya standar 1 banding 1000. Menkes selalu menggunakan ini. Jadi menurut dia, harus ada rasio 1 banding 1000. Nah, karena di Indonesia ada 270 juta penduduk, maka harus ada 270 ribu dokter,” tutur Iqbal dalam media briefing PB IDI yang diselenggarakan secara daring, Selasa (9/7/2024).

Menkes kata Iqbal mencatat, saat ini Indonesia hanya memiliki sekitar 150 ribu dokter. Sehingga, Indonesia setidaknya butuh setidaknya 120 ribu dokter lagi untuk melengkapi standar rasio yang diklaim dari WHO.

“Kalaupun mereka menggunakan rasio dokter yang tadi disebutkan sebagai rasio yang didasarkan oleh WHO, sebenarnya rasio itu tidak menunjukkan adanya jumlah dokter yang aktif. Tetapi tersedianya dokter di dalam satu negara,” ujar Iqbal.

“Nah ini ada diskrepansi data di sini. Karena Kementerian Kesehatan selalu menyebut bahwa jumlah dokter di Indonesia adalah 150 ribu berdasar dokter yang aktif. Padahal di Kolegium itu jumlahnya itu sudah 210 ribu. Jadi ada selisih 60 ribu jumlah dokter,” lanjutnya.

Gaji Besar Menanti

Selain hal tersebut, yang menjadi sorotan Iqbal ialah potensi pemberian gaji selangit bagi setiap dokter asing yang bekerja di Indonesia.

Tak bisa dipungkiri, ketika seorang dokter datang ke Indonesia, tentunya ia punya harapan mendapat kesejahteraan yang lebih dari negara asalnya.

Yang menjadi pertanyaan berikutnya ialah, apakah penggajian dari dokter asing tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah, atau justru dilimpahkan kepada Rumah Sakit (RS)?

“Apakah pemerintah memiliki dana khusus untuk menggaji mereka? Siapa yang siap untuk memberikan kesejahteraan yang besar bagi dokter-dokter dari luar ini?” tanya Iqbal.

Iqbal pun mengambil contoh kisaran gaji dokter asing yang berasal dari Amerika Serikat. Sepengetahuannya, gaji mereka berkisar antara Rp400-600 juta per bulan. Itu pun belum termasuk dengan fasilitas lain, termasuk tunjangan.

“Kalau misalnya pemerintah mau memasukkan ribuan dokter ke Indonesia untuk menutupi kekurangan dokter ini, berapa banyak dana yang harus mereka siapkan untuk menggaji dokter?” tanya Iqbal.

“Jika harus membayar satu dokter asing sebesar Rp400-600 juta per bulan, untuk apa kita menyediakan ini? Sementara dengan biaya Rp400-600 juta ini, pemerintah bisa menggaji 4-6 dokter jantung di Indonesia. Jadi sebenarnya cost effective-nya sangat tidak efektif untuk menggunakan dokter asing ini,” ujar Iqbal.

(Sumber)