Tekno  

Pemda Yang Bikin Nama Vulgar Untuk Aplikasi Dinilai Punya Problem Moral

Polemik penamaan sejumlah aplikasi pelayanan publik di daerah yang terkesan vulgar dianggap memperlihatkan persoalan etika dan moral dari pemerintah daerah tersebut.

“Hal ini menunjukkan level tingkat pendidikan dan cara berpikir pengambil keputusan yang memesan dan menentukan nama aplikasi,” kata pakar siber dari Vaksin.com, Alfons Tanujaya, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (12/7/2024).

“Jadi ini bukan masalah IT tetapi lebih kepada masalah pendidikan etika dan moral dari pemda yang bersangkutan,” sambung Alfons.

Alfons mengatakan, penamaan aplikasi memang sepenuhnya ditentukan oleh pembuat dan pemesan.

Maka dari itu, menurut dia, pemda seharusnya mempertimbangkan etika dan moral karena aplikasi itu ditujukan buat mempermudah pelayanan terhadap masyarakat yang terdiri dari berbagai kalangan dan latar belakang.

Sebelumnya diberitakan, sejumlah aplikasi pelayanan publik dari berbagai pemda dengan penamaan kontroversial menjadi perbincangan setelah beredar luas melalui media sosial.

Misalnya, aplikasi buatan Pemkot Surakarta diberi julukan “Simontok” (Sistem Monitoring Stok dan Kebutuhan Pangan). Ada juga “Sisemok” (Sistem Informasi Organisasi Kemasyarakatan) dari Pemkab Pemalang, serta “Sipepek” (Sistem Pelayanan Program Penanggulangan Kemiskinan dan Jaminan Kesehatan) dari Pemkab Cirebon.

Selain itu, masih ada “Siska Ku Intip” (Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi Berbasis Kemitraan Usaha Ternak Inti Plasma) dari Pemprov Kalimantan Selatan, dan nama-nama yang dianggap problematik lainnya.

Tak hanya aplikasi, program dari beberapa pemerintah daerah juga mempunyai nama yang patriarkis, seperti “Mas Dedi Memang Jantan” (Program Masyarakat Berdedikasi Memperhatikan Angkatan Kerja Rentan) dari Pemkot Tegal.

(Sumber)