Baru setelah periode tersebut ilmu pengetahuan dan sains mulai berkembang, termasuk juga dalam peradaban umat Islam. Hadirnya ilmuwan-ilmuwan yang beragama Islam menambah warna persaingan dalam menemukan solusi dan inovasi peradaban.
Tercatat juga beberapa ilmuwan hebat dari kalangan Barat, telah meneruskan hasil penelitian dan kerja ilmuwan zaman Islam. Seperti George Saliba dari Columbia University menuliskan dalam bukunya berjudul Islamic Science and the Making of the European Renaissance.
Menggambarkan seorang ahli astronomi Polandia bernama Nicolaus Copernicus yang menggunakan hasil karya ahli astronomi Islam sebagai dasar dari penemuan barunya tahun 1514 bahwa Bumi mengelilingi Matahari.
Daftar Ilmuwan Muslim di Bidang Astronomi
Berikut ini daftar para ilmuwan muslim yang berjasa dalam bidang astronomi:
1. Ibnu Yunus
Ibnu Yunus Al-Mishri ini berasal dari sebuah desa di Mesir bernama Shadaf. Ayahnya adalah seorang ulama yang ahli di bidang hadis dan sejarah Islam. Ayah Ibnu Yunus juga ahli di bidang astronomi.
Suatu ketika Ibnu Yunus yang terkenal dalam kerajaan mengenai ilmu astronomi, membuat pemimpin daerah Mesir kala itu meminta Ibnu Yunus melakukan penelitian yang mendalam, hingga membuatkannya teropong bintang di Gunung Al-Muqaththam.
Beliau pun memanfaatkan teropong tersebut untuk mengamati gerhana matahari dan bulan, serta mencatat hasil pengamatannya ke dalam tabel astronomi. Ia juga berhasil menghitung kecondongan gugusan bintang hanya dari pengamatannya.
Hasil pengamatan Ibnu Yunus ini menjadi rujukan bagi para ilmuwan Barat dalam menentukan gravitasi bulan.
2. Al-Biruni
Al-Biruni merupakan ilmuwan muslim yang berasal dari Persia ini menguasai berbagai disiplin ilmu seperti matematika, mineralogi hingga risalah astronomi muslim berjudul Al-Qanun Al-Masu’di. Hidup sezaman dengan Avicenna (Ibnu Sina) dan Al-Hazen (Ibnu Al-Haitsam).
Al-Biruni memulai karirnya sebagai ahli astronomi pada tahun 990 M ketika ia baru berusia 17 tahun. Namun saat di usia semuda itu, ia sudah menguasai matematika, astronomi, dan mahir menggunakan alat navigasi seperti sekstan.
Alat yang digunakan untuk mengukur ketinggian garis bujur matahari di kota Kath. Menggunakan cara ini ia dapat menyimpulkan garis lintang permukaan bumi hingga 4 tahun kedepan.
3. Al-Farghani
Nama lengkap Al-Farghani adalah Abu al-Abbas bin Muhammad bin Kalir al-Farghani. Dari namanya, diketahui ia lahir di Ferghana, wilayah yang kini berada di timur Uzbekistan, pada tahun 800 dan meninggal pada tahun 870.
Di dunia Barat, para ahli astronomi mengenalnya sebagai Al-Farghanus. Sebuah kawah di Bulan dinamakan Alfraganus untuk menghormati jasanya. Setelah berpartisipasi dalam penghitungan ukuran Bumi, Al-Farghani pindah ke Kairo, Mesir, di mana ia menulis karya tentang astrolab pada tahun 856.
Di Kairo, ia juga mengawasi pembangunan Nilometer besar di Pulau Al-Rawda pada tahun 861. Nilometer adalah bangunan yang digunakan untuk mengukur ketinggian air Sungai Nil guna mengantisipasi banjir tahunan.
Karya utama Al-Farghani yang ditulis dalam bahasa Arab masih terpelihara dengan baik di Oxford, Paris, Kairo, dan di perpustakaan Universitas Princeton. Al-Farghani diakui sebagai salah satu perintis astronomi modern. Ia juga memperkenalkan beberapa istilah astronomi dalam bahasa Arab kepada dunia, seperti azimuth, nadir, dan zenith.
‘Asas-Asas Ilmu Bintang’ adalah salah satu karya utama Al-Farghani yang berisi kajian bintang-bintang. Al-Farghani kemudian menghitung ukuran bumi, meneropong bintang-bintang dan menerbitkannya dalam berbagai laporan ilmiah.
Al-Farghani menulis sebuah karya yang kemudian menjadi referensi dalam bidang astronomi, berjudul ‘fi al-Harakat al-Samawiya wa Jawami Ilm al-Nujum’ atau ‘The Elements of Astronomy’ atau ‘Elemen-Elemen Astronomi’.
4. Al-Battani
Abu Abdillah Muhammad bin Jabir bin Sinan Al-Harrani Ar- Raqqi Ash-Shabi. la lahir di Battan, sebuah daerah di Kota Harran, yang terletak di Irak. Oleh karena itulah, ia lebih dikenal dengan nama panggilannya, Al-Battani.
Al-Battani berasal dari keluarga ilmuwan. Ayahnya, Jabir bin Sinan, adalah seorang ilmuwan di bidang sains, termasuk astronomi. Sementara itu, kakeknya, Tsabit bin Qurrah, juga merupakan seorang ilmuwan astronomi yang sangat dikenal di Arab.
Salah satu buku astronomi yang sering dibaca dan sangat dikuasai oleh Al-Battani adalah buku berjudul Almagest, karya Claudius Ptolemaeus, seorang ilmuwan astronomi Yunani yang hidup pada abad kedua Masehi.
Hasil penemuan Al-Battani adalah mengenai terjadinya gerhana bulan dan matahari, para ilmuwan menggunakan hasil penelitiannya ini untuk menghitung kecepatan bulan ketika bergerak.
Penemuan lainnya seperti perhitungan mengenai kemungkinan terjadinya gerhana matahari ketika terbit, nilai kecondongan bintang-bintang pada siang hari, orbit bulan, orbit planet, dan orbit matahari.
Beliau juga menemukan bahwa perubahan musim ditentukan oleh posisi matahari, jumlah hari dalam satu tahun masehi.
5. Abdulrahman Al Sufi
Abdulrahman Al Sufi menemukan fungsi lain dari astrolabe. Ia mengembangkan alat kemudian menerapkannya dibidang yang berbeda dari sebelumnya. Astrolabe tidak hanya dijadikan sebagai penentu waktu salat tetapi juga dibuat untuk memprediksi cuaca dan navigasi.