Kita berprasangka baik. Diamnya elit Partai Golkar, ketua umumnya ‘ditelan’ hidup-hidup oleh Jokowi. Semua diam. Apa diam karena ‘dosa-dosa’ Airlangga Hartarto atau sudah ada kesepakatan bagi-bagi jabatan kepengurusan Partai Golkar hasil Munaslub sebelum Airlangga Hartarto ‘dikudeta’.
Kesepakatan antar faksi di Partai Golkar atas restu Jokowi meski Jokowi sendiri mengaku tidak terlibat kemelut di Partai Golkar. Lihat saja rapat pleno Selasa (13/8) malam. Sesuai yang viral di media sosial. Agus Gumiwang Kartasasmita (AGK) yang semula dispekulasikan terpilih sebagai Plt Ketua Umum Partai Golkar terbukti. Spekulasi itu benar adanya.
Bahkan berhembus kabar sebenarnya Munaslub sudah selesai. Bagi-bagi posisi di Kepengurusan Partai Golkar hasil Munaslub sesuai arahan sang sutradara di balik lengsernya Airlangga Hartarto dan Munaslub Partai Golkar.
Spekulasi menyebut Ketua Umum Partai Golkar terpilih mirip-mirip ketika Soerjadi tahun 1996 terpilih sebagai Ketua PDI melalui Kongres Luar Biasa (KLB) setelah Megawati Soekarnoputri dikudeta atas restu rezim yang berkuasa saat itu.
Megawati Soekarnoputri melawan. Soerjadi dinilai sebagai kepanjangan tangan penguasa ketika itu. ‘Kudeta’ politik tersebut membuat Megawati Soekarnoputri tersingkir dari PDI dan akhirnya membentuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Tak hanya itu, polemik tersebut berujung pada kerusuhan 27 Juli 1996 atau Kudatuli (Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli).
Sayangnya tidak ada perlawanan baik dari Airlangga Hartarto maupun elit Partai Golkar. Spekulasi menyebut Airlangga Hartarto tersandera.
Sementara elit Partai Golkar di belakang layar telah menyepakati formasi kepengurusan Partai Golkar. Teganya politik. Kawan sendiri dimakan’ atas arahan pihak eksternal.
Ketua Umum Partai Golkar terpilih di Munaslub mirip-mirip ketika Soerjadi terpilih di KLB PDI tahun 1996 atas restu Jokowi.
Termasuk menyepakati dalam Munaslub Partai Golkar yang akan diselenggarakan pada 20 Agustus 2024. Mengembalikan peran Dewan Pembina seperti era Presiden Soeharto.
Hal ini memungkinkan bila dalam Munaslub ada agenda perubahan AD/ART Partai Golkar. AD/ART hasil perubahan membuka peluang Gibran Rakabuming Raka akan dipilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum atau Ketua Dewan Pembina. Gibran layaknya Soeharto ketika penguasa Orde Baru itu berkuasa yang mengontrol penuh Partai Golkar.
Hasil Munaslub meski baru sebatas spekulasi sudah beredar di publik. AGK terpilih sebagai Plt. Kita tinggal menunggu spekulasi Gibran apakah sebagai Ketua Umum atau Ketua Dewan Pembina.
Munaslub Partai Golkar 20 Agustus 2024 akan membuktikan posisi Gibran di Partai Golkar. Tinggal ketuk palu. Semua sesuai skenario sutradara.
Kalau bukan karena sudah dikondisikan dan pengaruh orang kuat rasanya Munaslub Partai Golkar akan berlangsung panas dan seru. Munaslub Partai Golkar berlangsung adem ayem. Sudah dikondisikan jauh-jauh hari.
Hanya karena Airlangga Hartarto tak bisa lagi diatur Jokowi. Munas dipercepat yang diawali Airlangga Hartarto ‘dikudeta’.
Sebagai ketua umum partai warisan mertua Prabowo Subianto, Airlangga Hartarto sukses menaikkan perolehan kursi Partai Golkar di DPR. Airlangga Hartarto juga sukses memenangkan Prabowo-Gibran.
Tapi kenapa Jokowi yang digambarkan sebagai pihak yang diduga kuat berada di belakang lengsernya Airlangga Hartarto tega melengserkan orang yang berjasa mengantarkan anaknya menjadi wapres terpilih hanya beberapa hari jelang pendaftaran calon kepala daerah di Pilkada serentak 2024?
Pasti ada hal urgent yang melatarbelakangi Jokowi kenapa tega ‘menghabisi’ Airlangga Hartarto di Partai Golkar.
Pertama, Jokowi ingin memastikan sebelum lengser 20 Oktober 2024, anak dan mantunya aman di posisi masing-masing. Anak bungsunya Kaesang di Jakarta. Menantunya Bobby Nasution di Sumatera Utara. Gibran bukan ban serep Prabowo.
Jokowi menyadari bila Munas Partai Golkar sesuai jadwal akhir tahun 2024, pastilah dia tidak bisa cawe-cawe seperti dalam Munaslub karena rezim Jokowi akan berakhir pada 20 Oktober 2024.
Dengan mengontrol Partai Golkar pasca Munaslub, Jokowi juga bisa memastikan dua propinsi, Jakarta dan Sumatera Utara partai sudah habis diborong Jokowi melalui KIM untuk mengamankan Kaesang di Jakarta dan Bobby Nasution di Sumatera Utara.
Tidak ada kamus kalah dalam hidup Jokowi. Untuk menang apapun dilakukan. Berani melawan. Langsung disikat. Airlangga Hartarto contohnya.
Sayangnya, Airlangga Hartarto tidak seperti Akbar Tandjung. Tidak ada perlawanan sedikitpun dari Airlangga Hartarto. Padahal, Airlangga Hartarto pasti tahu borok-borok Jokowi.
Kedua, Ketua Umum Partai Golkar hasil Munaslub diperkirakan orang kepercayaan Jokowi dan bisa dikendalikan Jokowi meski sudah pensiun dari RI-1.
Ini yang penting. Gibran diplot layaknya Soeharto sebagai Ketua Dewan Pembina atau bila memungkinkan Gibran sebagai ketua umum. Tergantung riak-riak di Munaslub. Yang jelas, Jokowi ingin pengurus DPP Partai Golkar dalam kontrol penuh Gibran seperti Soeharto dulu.
Namun Jokowi juga pegang kartu truft Ketua Umum Partai Golkar hasil Munaslub bila Bahlil Lahadalia terpilih. Tentu saja agar bisa dengan mudah mengendalikannya bila tidak mematuhi titah Gibran.
Setidaknya sampai dua tahun pasca lengser, Jokowi masih menyimpan orang-orangnya di institusi penegak hukum kecuali Prabowo dalam 100 hari sejak dilantik berani bersih-bersih loyalis Jokowi di pos-pos strategis.
Mungkin Jokowi lupa, kalau Bahlil terpilih kasusnya akan dikorek oleh lawan politik sehingga menjadi bom waktu bagi Jokowi. Tidak menutup kemungkinan lawan politik Jokowi berbalik ‘memakan’ Jokowi dan kroni-kroninya. Jokowi salah restu ketua umum Partai Golkar hasil Munaslub akan menjadi bumerang bagi Jokowi dan Gibran tetap sebagai ban serap.
Ketiga, Ancaman gelombang rakyat menuntut Jokowi ditangkap dan diadili atas beberapa dugaan kasus yang pernah mengemuka. Sebut saja soal ijazah palsu, peristiwa KM 50 dan beberapa dugaan korupsi lainnya yang menyeret nama Gibran, Kaesang dan dugaan Bobby tersangkut kasus ‘Blok Medan’.
Meski Jokowi ‘menguasai’ Partai Golkar melalui Gibran bukan jaminan bisa menjadi tameng Jokowi dan kroni-kroninya menghadapi ancaman gelombang rakyat. Giliran Jokowi dan kroni-kroninya diadili rakyat.
Partai Golkar pasti akan dikucilkan dari KIM Plus bila ada gelagat tidak loyal terhadap Prabowo. Tidak menutup kemungkinan pula akan ada Munaslub Partai Golkar pada tahun 2025 atau paling lambat tahun 2026 untuk mengembalikan marwah Partai Golkar setelah Airlangga Hartarto ‘dikudeta’ yang penuh misteri itu.
Benarkah demikian? Wallahua’lam bish-shawab
Bandung, 10 Shafar 1446/14 Agustus 2024
Tarmidzi Yusuf, Kolumnis