Djarot Saiful Hidayat Soal Bahlil Jadi Menteri ESDM: Conflict of Interest!

Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat mempertanyakan urgensi Bahlil Lahadalia sebagai Menteri ESDM. Hal tersebut disinggungnya usai Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi melakukan reshuffle terhadap beberapa kementerian hari ini, Senin (19/8/2024) di Istana Negara.

“Penunjukan pak Bahlil sebagai Menteri ESDM, padahal, pak Bahlil ini pengusaha tambang. Apakah memang tepat pak Bahlil ditempatkan di Kementerian yang sangat strategis? Conflict of interest,” kata Djarot di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (19/8/2024).

Djarot menilai penunjukan Bahlil yang merupakan pengusaha tambang di kementerian strategis kental kaitannya dengan konflik kepentingan. Ditambah, dalam waktu dekat Bahlil juga akan dipilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar.

“Apakah ada kaitannya? Oleh sebab itu, ini sifatnya lebih banyak politis,” ucapnya.

Dengan berbagai dinamika politik tersebut, bukan tidak mungkin PDIP bersikap skeptis atas keputusan Jokowi me-reshuffle beberapa menterinya. Reshuffle tersebut juga dilakukan jelang dua bulan masa jabatannya usai.

“Kalau dikatakan efektivitas pemerintahan, kita enggak percaya. Bagaimana bisa efektif? Cuma kurang dari dua bulan, efektif masa kerja mereka,” tuturnya.

Diketahui, Keputusan Presiden Jokowi merombak kabinet di ujung pemerintahannya, kental politik. Sosok Menteri yang disenangi, dipertahankan. Sedangkan sosok yang tak disukai atau berasal dari parpol lawan, ditendang.

Dan, nama Bahlil Lahadalia termasuk nama yang dekat dengan Jokowi, berganti posisi dari Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) menjadi Menteri Energi dan Sumber Dana Mineral (ESDM).

Bisa jadi, keputusan Jokowi mempertahankan Bahlil ini, tidak berbasiskan kinerja. Namun punya muatan politik, karena Bahlil sedang berjuang keras untuk menguasai Partai Golkar itu.

Sedangkan Arifin Tasrif yang dicopot dari posisi Menteri ESDM, gara-gara sikap melawan PDIP terhadap Jokowi. Dan. masuknya Arifin di Kabinet Indonesia Maju (KIM) karena didorong PDIP.

“Kita sayangkan keputusan ini. Menteri ESDM sebaiknya diisi profesional atau akademisi. Bukan tokoh parpol karena berbahaya di kemudian hari,” ungkapnya.

Yusri mengingatkan, penunjukan Bahlil sebagai Menteri ESDM sangat rawan conflict of interest.

“Bayangkan dia kabarnya diplot jadi Ketum Partai Golkar, posisi sebagi menteri ESDM bisa dijadikannya alat. Para pengurus DPD, DPD hingga DPC yang punya tambang, akan mudah diaturnya. Bahkan diberikan keistimewakan asal mendukung Bahhlil menjadi Ketum Golkar,” ungkapnya.

Tak hanya itu, lanjut Yusri, pemilik tambang yang tergabung dalam KIM Plus juga bakal diistimewakan Bahlil. “Belum lagi keluarga presiden dan wapres yang main tambang pasti minta diistimewakan pula. Akhirnya pengusaha tambang murni yang tak punya akses politik, menjadi korbannya,” kata Yusri.

Tapi jangan senang dulu, kata Yusri, banyak tokoh politik yang menjabat posisi penting di Kementerian ESDM justru masuk penjara.

Sebut saja Jero Wacik, Menteri ESDM era SBY yang juga kader Partai Demokrat. Harus meringkuk di bui karena terseret korupsi dana operasional menteri (DOM) senilai Rp5 miliar.

“Era SBY, sudah terbukti menteri dan sekjen Kementerian ESDM masuk penjara. Menteri ESDM dan BUMN itu harusnya diisi profesional, bukan orang partai,” ungkapnya.

Jika fatsun itu dilanggar, kata dia, tinggal menunggu waktu kehancuran tata kelola di Kementerian ESDM. Pun demikian, jangan harap tercipta good and clean governance (GCG) yang membawa Indonesia kepada kesejahteraan rakyat yang berkeadilan.

“Suatu negeri akan hancur meskipun dia makmur. Lho kok bisa makmur tapi hancur? Jika orang-orang penghianat menjadi petinggi (pejabat negara), dan harta (aset) dikuasai orang fasik,” pungkasnya.

(Sumber)