Ada yang menarik saat Ketum Partai Golkar Bahlil Lahadalia berpidato di depan para kadernya. Ia sempat melontarkan kelakar menganalogikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah ‘Raja Jawa’.
Mulanya, di atas podium ia berpesan agar para kader terus mendukunga agenda pemerintahan Jokowi dan pemerintahan Prabowo Subianto sebagaimana komitmen awal saat membangun koalisi. Ia menekankan, jika sudah berkomitmen harus tegak lurus.
“Kita sudah bersepakat Golkar mendukung pemerintah. Jangan pagi mendukung, sore setengah mendukung, malam bikin lain. Ini saya jujur aja. Saya nggak punya kepentingan apa-apa pribadi, kepentingan saya ke depan adalah Golkar lebih baik dari sekarang,” ujar Bahlil di Munas XI Golkar, JCC, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024).
Saat membicarakan kepala pemerintahan, Bahlil melempar candaan soal ‘Raja Jawa’. Dia mewanti-wanti para kader agar tak bermain-main dengan ‘Raja Jawa’ itu.
“Soalnya ‘Raja Jawa’ ini kalau kita main-main celaka kita. Saya mau kasih tahu saja, jangan coba-coba main-main barang ini. Waduh ini ngeri-ngeri sedap barang ini, saya kasih tahu,” kata Bahlil.
Bahlil mengatakan dampak wanti-wantinya itu sudah terbukti. Dia pun tak menjelaskan maksud siapa sosok yang dimaksud itu.
“Sudah, waduh ini, dan sudah banyak. Sudah lihat kan barang ini kan, ya tidak perlu saya ungkapkanlah,” katanya.
Kelakar Bahlil tentu mengingatkan lagi publik seputar misteri penyebab Airlangga mundur, yang sampai sekarang tak pernah ada jawaban pastinya. Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic), Ahmad Khoirul Umam menduga ada ‘invisible hand’ di balik mundurnya Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Menurutnya, Partai Golkar yang senang bermanuver tak sejalan dengan kepentingan penguasa selama Pilpres dan jelang Pilkada juga bisa jadi indikasi dari kemunduran Airlangga, bahkan nyaris berkoalisi dengan PDIP di Pilpres.
“Hal itu diyakini sejumlah kalangan sebagai alasan mengapa akhirnya Airlangga sempat diperiksa lembaga penegak hukum terkait kasus minyak goreng. Kali ini, ‘the invisible hand’ tampaknya kembali bergerak karena langkah dan keputusan Airlangga di sejumlah Pilkada dianggap kurang tegas dan sering memunculkan ketidakpastian,” kata dia, Minggu (11/8/2024).
(Sumber)