Mungkin Rangkasbitung cukup familiar bagi sebagian warga Jakarta dan sekitarnya. Rangkasbitung menjadi salah satu destinasi terakhir kereta Jabodetabek.
Namun, sedikit yang mungkin mempertimbangkan atau mencari tahu mengenai kota Rangkasbitung apalagi jika dibandingkan dengan destinasi akhir lainnya seperti Bogor. Bagi Kawan yang mungkin bingung mencari tahu destinasi apa lagi yang bisa dikunjungi saat akhir pekan sebagai warga Jabodetabek, mungkin Rangkasbitung bisa menjadi pilihan Kawan.
Tentu tidak pas rasanya membahas wisata Rangkasbitung jika tidak membahas Museum Multatuli. Museum Multatuli letaknya tidak jauh dari Stasiun Rangkasbitung, dapat diakses dengan berjalan kaki selama 15-20 menit.
Museum ini terletak tepat di sebelah Perpustakaan Daerah Lebak, di seberang Alun-Alun Rangkasbitung dan dekat dengan kantor Bupati Lebak. Tidak seperti namanya, Museum Multatuli juga menyimpan sejarah Lebak mulai dari masa kemerdekaan hingga saat ini.
Museum juga menyediakan pemandu yang menjelaskan dengan terperinci ruangan-ruangan pameran di museum. Meskipun diberi nama Museum Multatuli, museum ini didominasi oleh sejarah awal kedatangan bangsa Eropa di Lebak, kemudian perjuangan masyarakat Lebak melawan penjajahan Eropa hingga pemimpin-pemimpin dan tokoh-tokoh yang berasal dari Rangkasbitung dan Lebak.
Pemandu juga menjelaskan penamaan Multatuli dijelaskan menjadi branding guna meningkatkan daya tarik kunjungan ke Museum. Meskipun demikian, museum tetap memiliki ruangan khusus Multatuli dengan koleksi utama edisi asli Max Havelaar terjemahan Inggris yang dihibahkan oleh Multatuli Haus Belanda.
Museum buka dari Selasa-Minggu pukul 09.00-16.00 WIB pada hari kerja biasa dan pukul 09.00-16.00 WIB pada akhir pekan. Tiket masuk juga sangat terjangkau, Rp1.000 untuk anak-anak dan Rp2.000 untuk pengunjung dewasa.
Objek menarik lainnya di Rangkasbitung adalah Menara Air Rangkasbitung atau dalam bahasa Belandanya Water Leiding Toren te Rangkas Betoeng. Terletak tepat di samping komplek Makam Pahlawan Rangkasbitung, menara air ini dibangun pada masa penjajahan Belanda dan diresmikan pada tahun 1931.
Menara yang menjulang setinggi sembilan meter ini pada awalnya berfungsi sebagai penampung air bersih bagi orang Belanda yang menetap di sekitar Rangkasbitung. Kalian bisa berjalan ke menara air Rangkasbitung sambil melihat-lihat kota Rangkasbitung karena letaknya hanya kurang dari 300 meter dari Museum Multatuli. Menara Air Rangkasbitung buka setiap hari dan pengunjung tidak dikenakan biaya masuk.
Selain wisata sejarah, Rangkasbitung juga menawarkan satu wisata rohani. Jika kalian berminat, kalian bisa datang ke Gua Maria Bukit Kanada. Jaraknya cukup jauh dari pusat kota Rangkasbitung, sehingga kalian mungkin harus memesan ojek online dengan jarak tempuh sekitar 10 menit jika ingin berkunjung.
Kalian juga bisa naik Angkutan Kota dengan jurusan Narimbang dari Stasiun Rangkasbitung dan berhenti tepat di depan gerbang Akademi Keperawatan Yatna Yuana Lebak. Kalian bisa berjalan masuk ke dalam komplek kampus dan masuk ke dalam komplek Gua Maria.
Sesuai namanya, Gua Maria ini terletak di sebuah kaki bukit bernama Bukit Kanada, yang merupakan singkatan dari Kampung Narimbang yang merupakan lokasi perkampungan di sekitar Komplek Gua Maria.
Perkampungan ini juga ditinggali oleh masyarakat dengan beragam latar belakang agama. Lokasinya yang terletak di kaki bukit cukup jauh dari pinggir jalan membuat kondisi Gua Maria sangat tenang dan asri.
Pohon-pohon di sekeliling lokasi juga membuat udara di sekitar lokasi sangat segar. Kompleks Gua Maria juga memiliki gazebo peristirahatan, serta kapel di bagian puncak komplek yang dikelilingi pepohonan rindang di kaki bukit.
Gua Maria Bukit Kanada terbuka 24 jam bagi yang ingin beribadah atau sekadar berkunjung. Kunjungan ke Gua Maria terbuka untuk umum, namun para pengunjung perlu memperhatikan dan mendahulukan pengunjung lain yang datang untuk beribadah dan jangan lupa untuk selalu menjaga sopan santun selama di sini.
Masih banyak tempat-tempat di Rangkasbitung yang mungkin akan bisa kalian kunjungi di masa depan. Salah satunya adalah bekas rumah Multatuli yang masih dalam wacana pemugaran.
Selain itu juga terdapat bunker bekas masa penjajahan Belanda, Bunker Pasir Tariti, yang situsnya saat ini terbengkalai dan dikelilingi perkebunan warga. Harapannya, semakin banyak kunjungan ke Rangkasbitung mungkin juga membuat pemerintah semakin serius dan termotivasi dalam merawat situs-situs sejarah dan situs wisata lainnya di Rangkasbitung.
Situs-situs ini menyimpan sejarah berharga dalam peran Rangkasbitung dan Lebak dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dan keberagaman dan toleransi masyarakat Rangkasbitung dan Lebak. Ayo main ke Rangkasbitung!