Jawa Barat dikenal sebagai salah satu provinsi di Indonesia dengan destinasi wisata beragam, mulai dari pegunungan, pantai, hingga wisata budaya dan sejarah. Beberapa destinasi wisata unggulan yang populer di antaranya: Kawah Putih, Tangkuban Perahu, hingga Pantai Pangandaran. Tak hanya jadi daya tarik bagi turis lokal, tapi juga wisatawan mancanegara.
Namun, di balik keindahan alam dan keragaman budaya yang ditawarkan, praktik pungutan liar atau pungli seringkali menjadi momok serius, khususnya di sejumlah destinasi wisata alam yang belum dikelola secara serius dan profesional oleh pemerintah daerah. Pungli biasa dilakukan pihak yang tidak berwenang, seperti kelompok masyarakat atau pejabat yang menyalahgunakan kekuasaannya. Praktik ini salah satu bentuk korupsi karena bentuk penyalahgunaan wewenang untuk keuntungan pribadi.
Praktik pungli di lokasi wisata seringkali dilakukan oknum yang meminta biaya tambahan secara ilegal kepada pengunjung untuk akses atau fasilitas yang seharusnya gratis dan bisa bebas dinikmati tanpa atau memiliki tarif resmi tapi diberi tambahan biaya. Modusnya beragam, mulai getok tarif masuk hingga tarif parkir selangit. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, meningkatkan ketidakpercayaan dan ketidakpuasan wisatawan.
Pungli yang dilakukan oleh oknum tercela itu tidak hanya merugikan wisatawan secara langsung, tetapi juga merusak citra destinasi wisata, bahkan mengakibatkan penurunan jumlah kunjungan, sehingga membuat beberapa lokasi wisata menjadi sepi pengunjung. Wisatawan akan memilih tempat lain yang dianggap lebih aman, nyaman dan transparan.
(Wisata Alam Gunung Pancar, Bogor. Sumber: radardepok)
Dampak Pungli Terhadap Wisatawan dan Destinasi Wisata
Salah satu dampak paling nyata dari pungli adalah penurunan kenyamanan dan kepercayaan wisatawan. Wisatawan yang mengalami pengalaman negatif akibat pungutan liar apalagi dengan paksaan dan intimidasi cenderung merasa tidak aman dan kecewa, terutama jika pungli terjadi berkali-kali selama kunjungan mereka. Praktik pungli di lokasi wisata, misalnya berupa penarikan biaya parkir yang tinggi atau biaya masuk tambahan yang tidak resmi, membuat wisatawan merasa dimanfaatkan.
Bukan hanya menciptakan pengalaman buruk terhadap wisatawan, pungli juga berdampak langsung pada ekonomi lokal. Ketika destinasi wisata menjadi tidak nyaman dan tak lagi dipercaya, wisatawan akan mencari alternatif dan memilih lokasi lain yang dianggap lebih aman. Hal ini menyebabkan pendapatan masyarakat sekitar yang bergantung pada kunjungan wisata menjadi berkurang, seperti para pedagang, pemandu wisata, dan penyedia jasa lainnya.
Di sejumlah destinasi wisata di Jawa Barat, beberapa laporan dari wisatawan mengindikasikan bahwa mereka lebih memilih destinasi lain karena adanya pungli, sehingga destinasi tersebut perlahan-lahan kehilangan daya tarik. Pungli juga memberi dampak negatif terhadap citra destinasi wisata, dan ini tidak bisa dianggap sepele. Di era digital saat ini, ulasan negatif dan testimoni pengalaman buruk bisa cepat tersebar luas lewat berbagai platform media social, seperti Google Review dan TripAdvisor.
Pengalaman negatif terkait pungli yang dibagikan wisatawan sebagai bentuk kekecewaannya dapat menciptakan ‘word of mouth’, efek domino bagi calon wisatawan lainnya, yang pada akhirnya memilih tidak mengunjungi destinasi tersebut. Semakin banyak wisatawan yang menghindari lokasi itu karena kecewa akan pungli, semakin buruk pula reputasi destinasi tersebut di mata publik.
Laporan mengenai penurunan kunjungan di destinasi seperti Pantai Pangandaran, Geopark Ciletuh Pelabuhan Ratu, Pantai Cememara Cianjur dan Kawah Putih juga mengindikasikan bahwa pengalaman tidak menyenangkan akibat pungli menjadi salah satu alasan wisatawan memilih destinasi lain. Situasi ini diperburuk kurangnya pengawasan dari pihak berwenang dalam menangani kasus pungli, sehingga masalah ini selalu berulang tanpa solusi yang efektif.
(Kawah Putih. Sumber: salsawisata)
Data dan Fakta Terkait Penurunan Kunjungan di Destinasi Wisata Jawa Barat
Menurut data Dinas Pariwisata Jawa Barat dan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), beberapa destinasi wisata di Jawa Barat mengalami penurunan kunjungan dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu faktor yang diidentifikasi adalah kenyamanan dan keamanan wisatawan, termasuk masalah pungli yang terjadi di lapangan.
Berdasarkan laporan dari Satuan Tugas Sapu Bersih Pungli (Saber Pungli), banyak laporan dari masyarakat tentang pungli di lokasi-lokasi wisata di Jawa Barat, yang menunjukkan bahwa praktik pungli ini merupakan masalah nyata yang merusak pengalaman wisatawan. Pemerintah sudah berusaha tegas dengan menindak oknum pelaku yamg terlanjur viral di media sosial, seperi di Masjid Al Jabbar Bandung dan Geopark Ciletuh Pelabuhan Ratu. Namun pungli ini ibarat penyakit kambuhan yang datang, pergi lalu datang lagi.
Selain data dari instansi resmi, survei dari beberapa platform wisata online menunjukkan bahwa wisatawan memberikan ulasan negatif terkait pungli di sejumlah destinasi populer. Testimoni wisatawan yang merasa dirugikan oleh pungli ini menjadi bukti nyata bahwa praktik pungli tidak hanya berdampak pada satu-dua individu, melainkan pada reputasi dan keberlangsungan destinasi tersebut.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan jumlah kunjungan wisatawan ke objek wisata di berbagai kabupaten/kota di Jawa Barat tahun 2023. Misalnya, Kabupaten Sukabumi alami penurunan dari 5.542.841 kunjungan di tahun 2022 menjadi 2.767.167 pada tahun 2023. Lalu, Kabupaten Bandung turun dari 3.784.569 orang wisatawan tahun 2022 jadi 1.030.084 orang pada tahun 2023. Sedangkan Kabupaten Garut dari 4.406.084 kunjungan tahun 2022 turun jadi 3.874.577 orang pada tahun 2023.
Terbaru adalah destinasi Taman Wisata Gunung Pancar di Babakan Madang, Kabupaten Bogor mengalami penurunan minat kunjungan wisatawan bahkan hingga sepi dan tutup karena masalah pungli. Praktik pungli yang dilakukan mencakup biaya parkir yang tidak resmi, tarif masuk tambahan tak sesuai aturan hingga biaya tambahan untuk akses ke fasilitas tertentu yang sebenarnya tidak diatur oleh pihak pengelola resmi. Selain Gunung Pancar, ada juga beberapa curug di Bogor dan Cianjur, Jawa Barat yang ditinggalkan wisatawan karena masalah pungli.
(Tangkuban Perahu, Bandung. sumber: tirto)
Solusi dan Rekomendasi
Secara umum, praktik pungli dapat menyebabkan wisatawan berpikir dua kali untuk mengunjungi destinasi wisata. Jika tidak ditangani serius, dapat merusak reputasi destinasi wisata dan berdampak pada ekonomi lokal yang bergantung pada pariwisata. Pemerintah dan pihak pengelola wisata perlu terus meningkatkan pengawasan dan menyediakan layanan pengaduan responsif untuk memastikan kenyamanan dan kepercayaan wisatawan.
Untuk mengatasi masalah ini, pihak pengelola dan pemerintah daerah perlu memperketat pengawasan dan penindakan terhadap pungli di kawasan wisata, agar wisatawan merasa lebih aman, nyaman dan terlindungi. Untuk menangani masalah pungli di destinasi wisata, beberapa langkah solusi dapat diambil:
1. Penegakan hukum yang lebih tegas: Peran Saber Pungli dan pihak berwenang harus tegas menindak pelaku pungli di lokasi wisata. Tindakan hukum yang jelas dan konsisten memberikan efek jera bagi oknum yang melakukan pungli.
2. Peningkatan pengawasan dan edukasi: Pengawasan berkala di lokasi wisata sangat penting untuk memastikan tidak ada pungli. Masyarakat lokal pun perlu diedukasi soal dampak buruk pungli pada ekonomi pariwisata jangka panjang, sehingga mereka dapat berperan aktif menjaga reputasi destinasi wisata mereka.
3. Sistem tiket terpadu: Pemerintah dan pengelola wisata dapat menerapkan sistem tiket terpadu yang transparan di tiap lokasi wisata dan memberikan pengumuman tarif resmi kepada wisatawan. Dengan sistem tiket terintegrasi, wisatawan akan merasa lebih aman karena tahu biaya yang harus mereka keluarkan. Bila perlu menerapkan QR Code untuk pembayaran tiket agar lebih terkontrol.
(Masjid Al Jabbar, Bandung. sumber: TribunJabar)
Kesimpulan
Pungli adalah masalah serius yang merusak pengalaman dan persepsi wisatawan terhadap destinasi wisata, khususnya di Jawa Barat. Dampaknya tak hanya dirasakan wisatawan secara individu, tapi juga oleh masyarakat lokal yang penghasilannya bergantung pada sektor pariwisata, khususnya UMKM kuliner, oleh-oleh dan cinderamata. Padahal, keberlanjutan pariwisata sangat penting bagi ekonomi masyarakat local untuk jangka panjang.
Penurunan kunjungan wisatawan akibat pungli berdampak pada sektor ekonomi dan citra daerah secara keseluruhan. Diperlukan upaya kolaboratif pemerintah, pengelola wisata, dan masyarakat untuk memberantas praktik pungli dan menjaga keberlanjutan pariwisata yang ramah dan aman bagi semua wisatawan.
Achmad Annama Chayat, Mahasiswa Program Pascasarjana Komunikasi STIKOM Interstudi Jakarta