PKS dan Anies Baswedan, Ketika Habis Manis Sepah Dibuang

Anies Baswedan sudah dibesarkan hingga menjadi tokoh nasional oleh PKS. Asosiasi Anies dan PKS sedemikian erat hingga perpisahan yang sedemikian tragis menjadi jalan paling akhir saat ini. Semua berawal di Pilkada DKI Jakarta 2017, kala itu PKS bersama Partai Gerindra mengusung Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.

Kedua partai tersebut bahu membahu memenangkan pasangan ini, terutama di putaran kedua saat harus berhadapan dengan petahana Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Syaiful Hidayat. Kader dari kedua partai ini pun bergotong royong saling menguatkan simpul massa untuk menggalang dukungan bagi Anies-Sandi. Syukurnya, Anies-Sandi berhasil menang.

Dua tahun kemudian, Sandiaga Uno mengundurkan diri sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta karena diusung Partai Gerindra sebagai Calon Wakil Presiden dari Partai Gerindra berdampingan dengan Prabowo Subianto. Untuk mengisi kekosongan kursi Wakil Gubernur Jakarta, ada kesepakatan yang terjalin.

Korelasinya juga sangat erat terhadap Pilpres 2019, saat itu PKS ikut mendukung pasangan calon Prabowo-Sandi yang diusung Partai Gerindra. Karena calon presiden dan wakil presiden merupakan kader Partai Gerindra, sudah sewajarnya sosok yang mengisi kekosongan kursi Wakil Gubernur Jakarta adalah kader PKS. Namun kursi Wakil Gubernur Jakarta pada akhirnya diberikan pada kader Partai Gerindra. PKS kembali legowo.

Jelang kontestasi Pilpres 2024, pada awalnya PKS mengusung Anies Baswedan bersama Partai Nasdem dan Partai Demokrat. Dengan dukungan yang diberikan kepada Anies Baswedan, PKS berharap Anies memilih kadernya untuk menjadi calon wakil presiden. Tapi di tengah jalan, Partai Demokrat keluar dari koalisi seiring masuknya PKB ke koalisi perubahan.

Kesepakatan pun terbangun, Anies Baswedan tak memilih kader PKS dan Nasdem untuk menjadi pendampingnya di Pilpres 2024. Tetapi menjadikan Muhaimin Iskandar, sebagai calon wakil presiden. PKS legowo menerima keputusan itu. Mereka tetap fight, all out memenangkan Anies-Muhaimin (AMIN) di Pilpres 2024. Pada akhirnya, AMIN kalah, tetapi pada prosesnya, PKS sudah menunjukkan jika mereka total mendukung proses pemenangan AMIN.

Lepas Pilpres 2024, Presiden PKS Ahmad Syaikhu sempat berbicara empat mata dengan Anies Baswedan. Secara pribadi, Ahmad Syaikhu meminta Anies untuk bergantian mendukung kadernya di Pilgub Jakarta. Opsi lain ditawarkan Ahmad Syaikhu, yakni Anies menjadi kader PKS, sehingga memudahkan prosesnya nanti. Anies Baswedan bergeming, ia masih enggan berpartai.

Hingga proses pendaftaran calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta semakin dekat, PKS mendeklarasikan diri mendukung Anies Baswedan di Pilgub Jakarta. Bahkan PKS menjadi satu-satunya partai yang telah mengeluarkan SK dukungan kepada Anies Baswedan sebagai calon Gubernur Jakarta saat partai lain meninggalkannya, bahkan PDIP sekalipun.

Tentu dukungan ini tak gratis, sebagai syarat PKS ingin Anies Baswedan mengambil kadernya sebagai pasangan di Pilgub Jakarta. Proses ini tampak alot, Anies Baswedan masih enggan untuk menjadikan kader PKS sebagai pendamping di Pilgub Jakarta. Deadlock terjadi, kesepakatan tak berhasil terbangun antara Anies Baswedan dan PKS.

Selama ini kiranya, PKS adalah partai yang paling dekat dan memiliki pengaruh besar terhadap karir politik Anies Baswedan. Asosiasi kedekatan ini bahkan membuat pemilih PKS melupakan peran institusi politik partai ini terhadap kebesaran Anies hari ini. Kecintaan mereka ke Anies Baswedan sudah membutakan.

Mereka kini berbalik badan dengan mengejek PKS bahkan membuangnya, seolah miliki dendam kesumat terhadap PKS. Anies pun tak mengeluarkan pernyataan yang menyejukkan atas fenomena ini. Akibatnya, suara PKS di Pilkada 2024 hancur lebur. Ini bukti bahwa fanatisme politik tidak membawa manfaat apa-apa. Seperti kata pepatah, kalah jadi arang, menang jadi abu. Kini baik PKS dan Anies Baswedan sama-sama menjadi abu dan arang.

Catatan Redaksi