News  

Makan Nasi Goreng Dari Sekolah Kakaknya, Balita Di Tugu Utara Meninggal

Seorang anak bernama LSZ (3) meninggal dunia pada Kamis (12/9/2019) setelah memakan nasi goreng yang dibawa kakaknya dari sekolah.

Sang kakak yang berinisial ZAA (8) bersekolah di SDN 19 Tugu Utara mendapatkan nasi goreng itu dari pihak komite sekolah yang menjalankan program pemberian makanan tambahan anak sekolah (PM-TAS).

Ibu kedua anak itu bernama Widia Sumarni (30) menceritakan kronologis kejadian tersebut. Ia mengatakan, nasi goreng itu didapatkan oleh ZAA pada Rabu (11/9/2019).

Anak sulungnya itu kemudian membawa nasi goreng itu ke rumahnya untuk menyantap nasi goreng itu bersama sang adik.

“Aku juga makan dua sendok, bersih, masih enak. Biasanya dapet juga udahlah makan mereka berdua sama kakaknya,” kata Widia saat ditemui wartawan di kediamannya di Jalan Lontar VIII, Tugu Utara, Koja, Jakarta Utara.

Setelah menyantap nasi goreng tersebut LSZ langsung tidur ke kamarnya, sementara ZAA pergi mengaji. Tak lama kemudian LSZ muntah-muntah.

Ayah LSZ bernama Wahyu Irawan (31) langsung membawa anaknya ke puskesmas terdekat untuk menjalani pemeriksaan.

“Waktu pas anak kedua saya muntah-muntah siang ya. Posisi anak pertama masih normal, sedikitpun enggak ada dirasa sama dia. Adiknya pada saat muntah pun masih biasa. Akhirnya saya lihat adek muntah-muntah ya sudah bawa ke puskesmas,” ujar Wahyu.

Sekembalinya dari Ppskemas, kondisi sang adik tak kunjung membaik. Makanan dan minuman yang diberikan kepadanya terus ia muntahkan.

Parahnya, kakaknya juga muntah-muntah sepulang mengaji. Kedua anak ini langsung dibawa ke RS Tugu Koja. Sembari di perjalanan Widia mencari tahu apakah ada teman-teman ZAA yang mengalami hal yang sama setelah memakan nasi goreng tersebut.

Setiba di rumah sakit, ia mendapat kabar bahwa teman-teman putra sulungnya itu juga banyak mengalami hal yang sama. Bahkan salah satu teman juga diperiksa di rumah sakit yang sama dengan ZAA.

Di Rumah Sakit, ZAA dan LSZ langsung diperiksa laboratorium. Hasil lab menunjukkan bahwa leukosit ZAA ternyata tinggi sehingga ia harus diopname. Sementara sang adik diperbolehkan pulang karena hasil laboratoriumnya normal.

“Adiknya pulang kisaran pukul 10.00 WIB (malam). Dia sudah tidur, adiknya ditinggal sama mamanya ke rumah sakit untuk jaga kakaknya. Nah adiknya ini ditungguin sama embahnya karena posisinya saya mau berangkat kerja,” ucapnya.

Beberapa jam kemudian adik Widia menghubungi suaminya yang sedang pergi bekerja karena kondisi tubuh LSZ lemas. Ia lantas memerintahkan adik iparnya tersebut langsung membawa putra bungsunya itu ke rumah sakit.

Setiba Wahyu di rumah sakit, LSZ sudah mendapatkan perawatan. Dokter menyebutkan bahwa anaknya itu kehilangan kesadaran.

“Setelah beberapa jam saya di sana mulai anak saya ada respon lah, bisa dibilang sudah sadar tapi belum sepenuhnya. Bisa komunikasi, kalau dipanggil udah ada respon gitu. Biar bisa ngelirik gitu saya sudah mulai senang,” ucap Wahyu.

Pada Kamis pagi, kondisi LSZ kembali menurun. Anak sulung dari Wahyu dan Widia itu mengalami kejang-kejang. Bahkan LSZ terus menerus buang air.

Sang adik kemudian dirujuk ke RSUD Koja untuk mendapatkan penanganan dokter spesialis dan peralatan yang lebih lengkap.

Di RSUD Koja kesadaran LSZ kembali. Ia langsung menangis ketika kesadarannya kembali. Namun bocah tiga tahun itu masih tak henti-hentinya buang air.

Saat Wahyu hendak membersihkan kotoran anaknya tersebut, LSZ kembali kejang-kejang, Wahyu yang panik kemudian memanggil dokter jaga hingga akhirnya si anak diberi semacam obat penenang.

Di sela-sela menjaga anaknya, Wahyu kemudian mendapatkan kabar hasil laboratorium soal kondisi LSZ.

Hasil dari dokter, LSZ didiagnosa mengalami infeksi saluran pernafasan, kadar garam tinggi, serta infeksi saluran pencernaan.

Diagnosa pertama bisa dimaklumi oleh Wahyu karena memang hal itu sudah lama diidap oleh anak bungsunya itu. Namun hal yang mengganjalnya adalah diagnosa ketiga, ia lantas menduga infeksi itu disebabkan oleh nasi goreng yang di makan anaknya.

Ia langsung menanyakan perihal tersebut ke dokter tersebut.

“Dokter di situ enggak ngasih jawaban yang tegas. Dia cuma ngasih jawaban ‘bisa jadi ada kemungkinan, Pak’. Akhirnya beliau menyarankan anak saya dirawat di ruang ICU,” tuturnya.

Setelah dirawat di ruang PICU (ICU khusus anak) kondisi LSZ kembali membaik. Saat sadar sang anak sempat mengobrol dengan ayahnya. Kala itu ia mengatakan kalau dia sangat haus.

Namun, saat itu kondisinya LSZ sedang dipuasakan oleh dokter sehingga sang ayah tidak bisa memenuhi keinginan anaknya. Ia lantas menyuruh anaknya itu untuk beristirahat.

Melihat kondisi anaknya yang sudah kembali prima, Wahyu meninggalkan anaknya tersebut dalam pengawasan suster untuk melihat anak sulungnya yang masih dirawat di RS Tugu Koja.

Akan tetapi, ketika ia tiba di rumah untuk membersihkan diri sebelum ke RS Tugu Koja Wahyu mendapat kabar bahwa kondisi LSZ kembali menurun.

Wahyu kembali ke rumah sakit untuk melihat kondisi anaknya itu. Namun, pada pukul 19.12 WIB LSZ menghembuskan nafas terakhirnya.

“Akhirnya ada keputusan dari dokter jaga ‘Pak kita sudah berusaha semaksimal mungkin, anak bapak sudah meninggal,” kata dia.

Anaknya kemudian dimakamkan di TPU Semper, Cilincing Jakarta Utara pada Jumat (13/9/2019) siang.

Baik Wahyu dan Widia mengaku ikhlas dengan kepergian anaknya tersebut.

Dikatakan mereka pihak sekolah dan Sudin Pendidikan Jakarta Utara Wilayah II juga sudah mengunjungi dan mengucapkan belasungkawa kepada mereka.

Ia dan istri sepakat untuk tidak memperpanjang kasus tersebut. [kompas]