Bamsoet dan Agenda Modernisasi Golkar

“Lebih baik badan hancur lebur di medan pertempuran, daripada pulang (mundur) tapi hidup terhina,” pekik Bambang Soesatyo saat deklarasi di Rampinas Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) 2019 beberapa waktu silam.

Kendati secara eksplisit entah apa maksudnya, tapi saya terkagum-kagum dengan adagium yang di gelorakan oleh politisi Golkar yang akrab di sapa Bamsoet ini.

Dalam naluri saya, tersirat pesan, gelora tersebut adalah sebuah refleksi. Refleksi yang bisa kita baca menunjukkan tentang prinsip dan daya juangnya seorang Bamsoet. Refleksi yang menunjukkan bahwa kepeloporan Bamsoet sangatlah tak bisa di bendung untuk dipercaya menjadi energi yang mempunyai daya dorong terutama bagi pembaharuan partai Golkar.

Dan wajar saja semangatnya bak bara api, adalah semua akibat pahit dan getir kejuangannya selama ini. Terutama dalam usaha serta pengabdiannya membesarkan partai Golkar.

Tapi adadium itu juga bisa jadi sebagai penanda bahwa dirinya memang harus menang dalam percaturan politik ketua umum Golkar, partai berlambang pohon beringin pada munas nanti. Dia menunjukkan seorang sedang di landa perasaan gundah, risau atau bahkan “marah” akibat kenyataan pahit betapa partai Golkar yang telah ia besarkan saat ini mengalami degradasi pamor.

Sebabnya, Golkar patut berbangga hati, dan harus di akui (tak mempersoalkan) adagium Bamsoet tadi di atas. Mengakui dengan majunya Bamsoet dalam bursa pemilihan Ketua Umum partai Golkar pada Munas nanti, adalah harus dimaknai sebagai momentum yang strategis untuk membangun kembali Golkar.

Semangat kepeloporan Bamsoet, senantiasa akan membawa Golkar kembali ke garda terdepan yang memprakarsai segala dinamika politik di republik ini. Tentu akan membuat perubahan partai Golkar menjadi lebih segar dan energik.

Romantika Kejuangan Bamsoet

Bamsoet jelas bukan politisi karbitan, pun bukan politisi warisan. Dia sudah di tempa oleh waktu yang tak pendek. Ia telah merintis jalan politik di partai Golkar dari bawah dan hingga kini telah lebih dari 20 tahun ia mengabdi.

Dari perjalanan dua puluh tahunan romantika perjuangan dan pengabdian Bamsoet itu, tentu saja terlalu banyak cerita-cerita heroik yang dapat dan telah dunia kliping.

Misalnya proses pada awal-awal ia bergumul dan membesarkan partai Golkar. Yakni menjadi anggota generasi muda Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (KOSGORO) pusat. Selanjutnya Bamsoet aktif berproses di Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) hingga SOKSI.

Selain pernah menjadi Ketua Komisi, Sekretaris Fraksi, hingga menjadi Ketua DPR RI. Goresan sejarah keterlibatan Bamsoet di partai Golkar di mulai dari sejak Tahun 2005, lantas Tahun 2006 menjadi bendahara DPP AMPI, 2008 menjadi Wabendum PKK KOSGORO, 2015 menjadi Bendahara Umum partai Golkar.

Yang paling penting, hal ini juga menunjukkan etik kejuangan secara struktural Bamsoet. Sebab jarang orang yang siap mental untuk mau “tertib naik anak tangga” dalam berorganisasi politik, politikus kebanyakan bisanya “meloncat-loncat” saja.

Lantaran romantika perjuangan dan pengabdian Bamsoet yang kemudian apik itu, maka dalam logika hukum integritas figur, dirinya tak bisa disebandingkan dengan sosok-sosok politisi yang biasa saja. Apalagi politisi yang hanya sekedar pandai bertutur semata.

Disini, bisa jadi hampir tak ada yang kurang tentang sepak terjang Bamsoet. Titian pengabdiannya di partai Golkar terutama, sudah sangat teruji dan panjang. Tentu dengan begitu, secara alamiah, Bamsoet telah mengukuhkan pilar-pilar.

Perjalanan pengabdian Bamsoet adalah fakta autentik yang sukar di bantah. Tapak perjalanan sejarah itu menjadi titik tolak, atau realitas empiris kejuangan yang sekaligus menjadi mata energi bagi Bamsoet untuk melakukan perubahan dan pembaruan partai Golkar, itu yang paling penting.

(Harapan) Agenda Munas

Hal yang paling di dambakan dalam semua proses kehidupan organisasi adalah level derajatnya bertambah digit. Hal serupa tentu saja yang di harapkan menjadi agenda Golkar ke depan sudah barang tentu yang paling mutlak dalam Musyawarah Nasional (Munas-nya) adalah pengembangan sekaligus merawat semangat etos kultural karya kekaryaan partai Golkar.

Untuk itu, salah satu syaratnya, pemimpin baru partai Golkar haruslah orang yang mampu mencermati secara obyektif dan konstruktif berbagai ragam persoalan sosial masyarakat maupun persoalan internal organisasi. Mesti figur yang mampu menata ulang orientasi politik partai, bukan yang terjebak pada kepentingan-kepentingan sempit sesat yang berdimensi personal.

Munas (pembaruan) tidak sama dengan sekedar pembongkaran tatanan yang telah ada, atau sekedar rolling elite. Tapi pembaruan merupakan tuntutan produktivitas politik ke depan, agar Golkar mampu meresonansi politiknya secara menyeluruh.

Ibarat orang yang sakit, Golkar harus menemukan jalan terapi, di reorientasi, dan melakukan perbaikan-perbaikan. Sebab percaturan politik nasional-global kedepan, dibutuhkan peran-peran Golkar yang kontributif.

Semua tahu, waktu di pimpin oleh empu Soeharto, kesejarahan partai Golkar adalah sejarah terang partai politik terbesar yang selalu menjuarai pada setiap kompetisi Pemilu bangsa ini. Mampukah Golkar kekinian bercermin daripada nilai sejarahnya terdahulu?

Sejarah Golkar yang menunjukkan tidak hanya di topang oleh karena elite-elitenya yang merajai finansial di republik ini. Tetapi juga oleh kapasitas pemimpinnya yang bisa membawa diri untuk merebut hati dan memainkan perannya di masyarakat.

Ingat, degradasinya pamor Golkar hari ini bukan di sebabkan kurangnya pasokan dukungan dari para elitenya, tetapi akibat dinamika dunia politik kita telah bergeser, dan Golkar tidak sigap dengan tuntutan selera jaman tersebut.

Munas Tidak Mencela

Airlangga Hartarto, ketua umum partai Golkar yang sekaligus menjabat Menteri Perindustrian saat ini, sebagai usahawan, terlepas apakah benar tampak dirinya lebih mementingkan bisnis untuk mendapatkan cantelan (patronase) dari pada mengedepankan etos kejuangan membesarkan partai Golkar?

Yang jelas banyak yang menilai, kepemimpinan Airlangga sangat pasif. Terutama pada tataran pergaulan sosial organisasi, teramat elitis. Kepedulian atau kesadaran terhadap lingkungan partai seolah di nomorduakan.

Airlangga sulit menampik di bawah tangannya Golkar sangat stagnan. Selama kepemimpinan Airlangga, Golkar hampir tak ada yang mengesankan. Kenyataan itulah yang telah menambah pula setumpuk problem-problem riil yang setia mengiringi dinamika Golkar ke depan.

Jangan-jangan penyakit itu salah satu yang menjadi cikal-bakal perolehan suara Golkar dalam Pemilu 2019 ini sangat tidak menggembirakan. Kenyataan pahit yang sudah sepatutnya menjadi pelajaran, koreksi diri bagi terutama bagi Airlangga, itu pun jika kembali menahkodai Golkar. Dan kenyataan pahit itu juga sepatutnya menjadi bahan pelajaran, renungan untuk dapat melahirkan kesadaran baru bagi seluruh kader partai Golkar hari ini.

Tetapi meski begitu, Munas bukanlah forum yang sekedar menelanjangi Airlangga cacat atau tercela, tetapi karena taruhannya adalah eksistensi dan masa depan partai. Maka muara Munas harus membentangkan hal-hal yang bernas, menatap dan menakar masa ke depan Golkar. Tak ada guna meratapi kondisi partai Golkar hari ini. Hal ini dilakukan agar kesuksesan program-program perubahan partai Golkar dapat terarah.

Munas Tidak Konfliktual

Kala Bamsoet megajak agar semua bersatu, saya menyepakati sekaligus juga menyarankan semua kader Golkar sadar tidak membawa partai Golkar pada situasi konfliktual.

Agenda Munas adalah ruang dan momentum membangun aliansi dan kebersamaan yang kuat, bukanlah membangkitkan friksi-friksi. Sehingga konsepsi agenda perubahan nantinya bukan isapan jempol belaka.

Perlu diingat, forum Munas adalah forum yang paling strategis, tidak ada yang lebih penting kecuali suatu gagasan yang menjadi bahan pertimbangan, materi renungan bagi pemilik suara di Munas akan datang. Munas kali ini jangan sampai semakin menurunkan pamor partai Golkar. Karena beda pilihan, atau seakan-akan Munas ajang pertarungan, persaingan, dan tapi kita (kader partai golkar) tidak dalam pusaran konflik.

Kader-kader partai sudah waktunya tidak berlaga partisan dengan mendukung si A atau si B melalui kendekatan pribadi. Tapi visi, misinyalah yang menjadi parameternya.

Bamsoet dan Golkar Baru

Dari “orang luar” kepada Bamsoet banyak pujian karena dinilai banyak keberhasilan mengesankan yang di capai olehnya. Sementara dari dalam, munculnya aspirasi tuntutan pembaruan kepemimpinan Golkar menjadi tak terhindarkan. Hampir semua kader-kader partai Golkar menginginkan adanya pembaruan tersebut.

Artinya Golkar di bawah kepemimpinan Bamsoet di desak sejarah, Bamsoet agar untuk menunjukkan kebisaannya menjaga dan meneruskan tradisi kemenangan Golkar.

Saya sebagai generasi muda (orang luar), sangat sepakat dengan visi medorenisasi Golkar yang di gadang oleh Bamsoet. Visi yang saya kira ingin mengantarkan partai Golkar naik levelnya menjadi partai yang modern. Dan saya sangat yakin, anak muda di mana pun, setuju dengan keinginan orang nomor satu di DPR ini.

Memang sudah waktunya partai Golkar melakukan re-branding untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan jaman.

Lantas kebaruan politik apa yang ingin di bawa oleh Bamsoet? Yakinkah Bamsoet bisa membawa kembali Golkar jaya?

Ibarat tabib, Bambang Soesatyo ingin menawarkan terapi untuk daya kejut bagi partai Golkar yang akhir-akhir ini seakan sakit. Bamsoet dapat tampil sebagai bahan bakar partai. Karena ia yang gandrung organisatoris, figur model semacam inilah yang tidak berorientasi cari makan di Golkar.

Menjelaskan kesiapan Bamsoet dalam agenda perubahan dan kebaruan partai Golkar ke depan, menurut saya bisa di takar dari semisalnya dari pendekatan historis, sosioligis Bamsoet dengan Golkar itu tadi.

Lantaran Bamsoet produk yang lahir dari tempaan organisasi yang matang. Tentu saja praktis dia bisa bergerak maksimal, adaptif, akomodatif, partisipatoris, dan emansipatoris. Menjadi lokomotif yang dapat membangun tatanan politik partai yang lebih terbuka, egaliter dan demokrasi juga.

Bamsoet diyakini bisa menjadi turbin penggerak agenda-agenda partai yang berkualitas. Program kerja yang diterjemahkan dalam kerja-kerja organisasi partai Golkar. Selain itu Bamsoet di yakini mampu bersentuhan dengan kebutuhan, aspirasi dan kepentingan segenap kader partai Golkar.

Beberapa hal itu menjadi variabel relevansinya pembaruan politik kepemimpinan Golkar. Dan dari ilustrasi di atas, rasa-rasanya sulit di bendung, bahwa memang Bamsoet mampu mengejawantahkan peran-peran politiknya.

Agenda pembaruan tak mungkin hanya berkutat pada wacana semata. Sebab itu, Bamsoet anak idiologis Golkar, tentu membawa visi baru yang mengubah Golkar dalam metodologi baru politik. Untuk itu, ia relevan menahkodai Golkar dengan kondisi kekinian.

Bamsoet adalah energi segar partai Golkar. Politisi yang kuat segmentasi intelektualnya ini berdiri bersama semua golongan. Untuk itu absah adanya Bamsoet di menangkan.

Tapi, meski soal kualitas, kapabilitas, kapasitas dan atau integritas pribadi bukan sesuatu yang menentukan. Selanjutnya, budaya restu dan dukungan menjadi faktor determin. Tanpa hal itu, maka segala sesuatu bakal tanpa makna dan tak ada arti apa-apa, nihil politik.

Saya tak punya alasan untuk pesimistis, ide-ide, gagasan harus segar, dan cemerlang akan lahir di tangan Bamsoet. Masyarakat akan berlindung di bawah rindangnya pohon beringin baru. Tak hanya untun Golkar, ijtihad Bamsoet menjadi semacam rumus pembangunan bangsa Indonesia akan datang. Manfaatnya melimpah, pembaharuan Golkar yang akan meninggalkan cara politik lama seperti gaya Golkar lampau.

Intinya, kehadiran Bamsoet adalah sebagai rintisan perang melawan di depan mata tantangan berpartai yang semakin kompleks. Selebihnya nostalgia politik Golkar sebagai partai besar akan segara dibentangkan, dan yakin bisa di wujudkan. Tapi Bamsoet akankah keluar sebagai kampiun Golkar 1? Politik akal sehat para kader kini di uji. [akurat]