News  

Terungkap! Bank Dunia Sebut Penerimaan Pajak RI Buruk, Sejajar Dengan Nigeria

Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan kenyataan pahit yang dialami Indonesia. Kenyataan ini didapatnya dari briefing DEN dengan World Bank atau Bank Dunia beberapa waktu lalu.

Luhut menuturkan, dari Bank Dunia dia mengetahui bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang buruk dalam hal mengumpulkan pajak.

“Dari World Bank (Bank Dunia) itu titik kita salah satu negara yang collect pajak tidak baik. Kita disamakan dengan Nigeria,” kata Luhut dalam Konferensi Pers DEN, di Jakarta, Kamis (9/1/2025).

Luhut pun mengaku merasa terpancing dengan pernyataan Bank Dunia ini, sehingga dia mendukung adanya program Coretax di Kementerian Keuangan. Dia berharap program ini dapat memperbaiki penerimaan negara.

Dalam kesempatan ini, Luhut juga menyoroti kepatuhan pembayaran pajak di Indonesia. Dia mencontohkan saat ini, sepeda motor jumlahnya jutaan lebih, tetapi yang membayar pajak hanya 50 persen.

“Jadi Anda bisa bayangkan kepatuhan kita sangat rendah,” ungkap Luhut.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan realisasi penerimaan pajak mencapai Rp1.932,4 triliun pada 2024. Lebih rendah dari target APBN 2024 yang sebesar Rp1.988,9 triliun atau mencapai 97,2 persen dari target.

Realisasi itu disebut tumbuh 3,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya, namun pertumbuhannya lebih rendah dari realisasi tahun lalu yang tumbuh 8,8 persen menjadi Rp1.867,9 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, meskipun penerimaan pajak tidak mencapai target namun realisasinya dapat digenjot sehingga melampaui outlook laporan Semester I 2024 yang sebesar Rp1.921,9 triliun.

“Penerimaan pajak, meskipun harga komoditas dan tekanan bertubi-tubi, masih tumbuh 3,5 persen. Ini adalah sesuatu yang kita syukuri dan kita akan terus jaga,” ujar Sri Mulyani saat konferensi pers APBN 2024 di kantornya, Jakarta, Senin (6/1/2025).

Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menambahkan, pertumbuhan penerimaan pajak 2024 didorong oleh pertumbuhan dari jenis penerimaan pajak utama seperti Pajak Penghasilan (PPh) Non-migas serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).

“Itu tumbuhnya double digit, itu karena ada beberapa aktivitas di dalam pembayaran gaji, THR, dan aktivitas ekonomi retail yang juga membaik,” ucapnya.(Sumber)