News  

Prabowo Sunat Anggaran Kemendikdasmen Rp. 8 Triliun, Mutu Pendidikan Anak Bangsa Terancam?

Pemerintah Prabowo Subianto resmi memangkas anggaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) sebesar Rp8 triliun dari total Rp33,5 triliun yang sebelumnya telah disepakati dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Meski demikian, pemerintah memastikan program prioritas tetap berjalan, sementara pengamat menilai pemangkasan ini berisiko menghambat akses pendidikan bagi masyarakat.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, mengungkapkan bahwa dengan adanya pemangkasan tersebut, anggaran yang tersisa kini hanya Rp25,5 triliun. Kendati demikian, pihaknya berkomitmen menjalankan 25 program prioritas yang telah dirancang untuk tahun ini.

“Ya, makin sedikit anggarannya, makin cepat habisnya, kira-kira begitu,” ujar Abdul Mu’ti.

Beberapa program prioritas Kemendikdasmen yang tetap berjalan di antaranya:

  • Bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) bagi 18,59 juta siswa di jenjang pendidikan dasar dan menengah.
  • Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) bagi 3.879 siswa dari daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) serta siswa dari Papua.
  • Wajib belajar 13 tahun untuk memperluas akses pendidikan merata.
  • Tunjangan guru non-ASN, termasuk tunjangan profesi guru (TPG) untuk 392.802 guru, tunjangan insentif untuk 57.000 guru, serta tunjangan khusus guru (TKG) bagi 28.892 guru.
  • Pendidikan profesi guru (PPG) untuk 395.235 guru dalam jabatan dan 19.808 guru pra-jabatan.

Berikut rincian identifikasi rencana efisiensi anggaran Kemendikdasmen yang terlampirkan dalam surat edaran dari Kementerian Keuangan:

  • Alat Tulis Kantor: 90,0%
  • Kegiatan Seremonial: 56,9%
  • Rapat, Seminar dan sejenisnya: 45,0%
  • Kajian dan Analisis: 51,5%
  • Diklat dan Bimtek: 29,0%
  • Honor Output Kegiatan dan Jasa Profesi: 40,0%
  • Percetakan dan Souvenir: 75,9%
  • Sewa Gedung, Kendaraan, Peralatan: 73,3%
  • Lisensi Aplikasi: 21, 6%
  • Jasa Konsultan: 45,7%
  • Bantuan Pemerintah: 16,7%
  • Pemeliharaan dan Perawatan: 10,2%
  • Perjalanan Dinas: 53,9%
  • Peralatan dan Mesin: 28,0%
  • Infrastruktur: 34,3%

Pemangkasan Anggaran Bisa Menghambat Akses dan Mutu Pendidikan

Menanggapi pemangkasan ini, pengamat pendidikan dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Doni Koesoema, menilai langkah tersebut terlalu besar dan belum tentu menghasilkan efisiensi yang diharapkan. Menurutnya, pemotongan anggaran ini dapat menghambat pemerataan pendidikan serta berdampak pada mutu pembelajaran di Indonesia.

“Pemangkasan ini terlalu besar. Penghematan belum tentu efisien. Yang harus dipastikan adalah hak anak untuk mendapatkan pendidikan berkualitas tetap terjamin,” kata Doni di Jakarta, Rabu (5/2/2025).

Doni menegaskan bahwa beberapa anggaran yang tidak boleh terkena dampak pemangkasan adalah:

  1. Gaji dan tunjangan guru, baik ASN maupun non-ASN.
  2. Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BSOP) untuk mendukung operasional sekolah.
  3. Anggaran pelatihan dan bimbingan guru yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi tenaga pendidik.
  4. Dana beasiswa untuk siswa, terutama yang berasal dari keluarga kurang mampu.

“Kalau pos-pos ini dipotong, maka pemerataan akses pendidikan dan peningkatan mutu guru akan terganggu,” tambah Doni.

Efisiensi Anggaran Sesuai Arahan Presiden Prabowo

Pemangkasan anggaran ini merupakan bagian dari kebijakan efisiensi besar-besaran yang dilakukan pemerintah untuk tahun anggaran 2025. Prabowo sebelumnya telah memerintahkan penghematan anggaran hingga Rp306,7 triliun yang terdiri dari:

  • Pemotongan anggaran kementerian/lembaga sebesar Rp256,1 triliun
  • Efisiensi transfer ke daerah sebesar Rp50,5 triliun

Arahan ini tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025, yang diteken pada 22 Januari 2025.

Ketua Komite III DPD RI, Filep Wamafma, menilai bahwa pemangkasan anggaran ini harus dikaji dengan seksama, mengingat masih banyak tantangan dalam dunia pendidikan, terutama di daerah-daerah terpencil.

“Kesenjangan akses pendidikan akibat kurangnya sekolah, tenaga pendidik, serta infrastruktur yang belum memadai masih sangat terasa. Kami khawatir pemangkasan ini semakin memperburuk situasi,” ujarnya.

Anggota DPD RI dari Papua, David Harol Waromi, juga meminta agar Kemendikdasmen tetap memberikan perhatian terhadap akses pendidikan di wilayahnya.

“Kami meminta Pak Menteri bisa memberikan solusi konkret, seperti penyediaan bus sekolah bagi anak-anak Papua yang harus berjalan jauh untuk ke sekolah,” ucap David(Sumber)