News  

KPK Didesak Usut Keterlibatan Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus di Kasus Korupsi DJKA

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf, menyoroti dugaan permintaan fee sebesar 10 persen oleh Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus, dalam proyek jalur rel kereta api di Ditjen Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Menurut Hudi, KPK harus segera menindaklanjuti penyidikan dan tidak berlama-lama jika sudah ada dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka. Ia menekankan pentingnya memastikan proses hukum terus berjalan.

“Pada saat ada pejabat negara menerima uang dari prosedur yang tidak sah, ini tindak pidana korupsi. Jangan dilama-lamain lah. Prosesnya lama terserah, tapi kan berjalan nih. Jangan sampai berhenti prosesnya. Itu maksud saya,” ujar Hudi ketika dihubungi Inilah.com, Minggu (8/2/2025).

Hudi menambahkan bahwa negara akan dirugikan jika KPK terlalu lamban dalam menangani kasus tersebut karena anggaran untuk proses hukum, khususnya penyidikan, terus membengkak.

“Kasus dilama-lamain kan semakin lama semakin besar biayanya. KPK itu dalam sebulan, setahun, negara rugi dong. Oleh karena itu, setiap ada tindak pidana korupsi seharusnya KPK gerak cepat. Tidak lama-lama,” tuturnya.

Ia juga menekankan bahwa pengusutan yang cepat akan mempercepat proses eksekusi dan pengembalian uang negara secara utuh. Jika tidak mencukupi untuk memulihkan kerugian negara, Hudi menyarankan agar hakim dapat memberikan hukuman berat, bahkan ultra petita, sebagaimana pernah diusulkan Presiden Prabowo.

“Jangan sampai kembalinya tuh tidak utuh. Kalau tidak utuh, pakai hukuman yang besar, ditambahin hukuman. Misalnya jadi 50 tahun. Kata Prabowo, ngapa-ngapa itu. Kalau nggak bisa ngembalikan, biar busuk di dalam,” ucapnya.

Sebelumnya, KPK menyatakan tengah mengumpulkan bukti terkait dugaan permintaan fee sebesar 10 persen dari Ketua Komisi V DPR RI Lasarus dalam proyek jalur rel kereta api di Ditjen Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.

“(Keterlibatan Lasarus) masih didalami penyidik dan dilihat kecukupan alat buktinya,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (27/6/2024).

Tessa tidak menampik adanya kemungkinan legislator PDIP tersebut menjadi tersangka, tergantung hasil analisis tim penyidik terhadap alat bukti dan keterangan para saksi.

“Nanti (penetapan tersangka) bergantung kepada penyidik sesuai hasil analisisnya,” ucapnya.

Keterlibatan Lasarus Terungkap

Dalam putusan majelis hakim terhadap terdakwa Harno Trimadi, Direktur Prasarana Perkeretaapian DJKA Kemenhub, dan Fadliansyah, PNS di Kemenhub, Lasarus disebut pernah meminta fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak proyek pengadaan rel R.54 di Jawa Tengah senilai Rp82,1 miliar.

Permintaan tersebut disampaikan pemilik PT Gumaya Anggun, Ivan Soegiarto, kepada terdakwa Fadliansyah. Ivan menyebut bahwa perusahaannya digandeng oleh Lasarus untuk mengerjakan proyek tersebut.

Namun, terdakwa Harno Trimadi menolak permintaan fee tersebut dan menyatakan bahwa maksimal fee yang dapat diterima adalah 5 persen dari nilai proyek. Hal itu kemudian disampaikan Ivan kepada Lasarus.

Kasus suap proyek jalur kereta api ini terungkap melalui operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Jakarta, Depok, Semarang, dan Surabaya pada pertengahan April 2023.

Sejumlah pihak telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Direktur PT Istana Putra Agung, Dion Renato Sugiarto, dan mantan Direktur Prasarana Perkeretaapian, Harno Trimadi.

Dalam OTT tersebut, KPK menyita uang senilai Rp2,823 miliar, terdiri dari Rp2,027 miliar dalam bentuk tunai, 20 ribu dolar Amerika, kartu debit, serta saldo bank senilai Rp150 juta.

Kasus ini terus berkembang dengan sejumlah pihak, baik dari ASN maupun swasta, yang telah dijerat sebagai tersangka. Terbaru, KPK menahan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemenhub, Yofi Oktarisza, pada Kamis (13/6/2024).(Sumber)