Reliji  

Ustadz Adi Hidayat: Banyak Yang Puasa Tapi Tak Dapat Apa-apa Kecuali Lapar dan Haus

Puasa bukan hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menahan diri dari perbuatan yang dapat merusak pahala ibadah tersebut. Dalam kajian bakda subuhnya, Ustaz Adi Hidayat (UAH) mengingatkan pentingnya menjaga lisan dan emosi agar puasa tetap bernilai di sisi Allah.

Dalam kajian bertajuk Hukum Berselisih, Berkata Kotor & Bertikai Saat Puasa, yang disiarkan melalui kanal YouTube-nya, Ustaz Adi Hidayat membahas salah satu hadis yang diriwayatkan dalam Shahih Bukhari terkait perilaku yang dapat mengurangi atau bahkan menghancurkan pahala puasa.

1. Pentingnya Mengontrol Lisan

Menurut UAH, Islam memberikan pedoman bagi setiap anggota tubuh manusia agar berperilaku mulia, termasuk dalam menjaga ucapan. Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa seseorang yang berpuasa tetapi tidak mampu menjaga lisannya dari kata-kata kotor, dusta, dan penipuan, maka puasanya bisa kehilangan nilainya di sisi Allah.

“Jika seseorang berpuasa tetapi tidak meninggalkan perkataan keji dan perbuatan buruk, maka Allah tidak butuh ia menahan lapar dan dahaga.” (HR. Bukhari)

Ucapan yang menyakiti, menipu, atau merendahkan orang lain bisa membuat puasa seseorang hanya sebatas menahan lapar dan haus, tanpa memperoleh keberkahan dan pahala yang dijanjikan.

2. Larangan Bertikai dan Berselisih

Selain menjaga lisan, Wakil Ketua I Majelis Tabligh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah itu juga mengingatkan agar umat Islam tidak terjebak dalam pertikaian dan permusuhan selama berpuasa. Ia menegaskan bahwa Islam tidak hanya melarang perbuatan buruk, tetapi juga memberikan solusi agar seseorang tidak terprovokasi dalam konflik.

“Jika seseorang mencelamu atau mengajak bertikai, katakanlah: ‘Saya sedang berpuasa’.” (HR. Bukhari & Muslim)

Menurutnya, sikap ini bukan hanya bentuk pengendalian diri, tetapi juga latihan kesabaran yang akan membawa seseorang menjadi pribadi yang lebih baik setelah Ramadan.

3. Puasa Sebagai Perisai Diri

Puasa seharusnya menjadi latihan bagi seseorang dalam mengendalikan hawa nafsu dan meningkatkan kualitas diri. Nabi Muhammad SAW menyebutkan bahwa puasa adalah junnah (perisai) yang melindungi seseorang dari berbagai keburukan.

“Puasa itu adalah perisai. Jika salah seorang di antara kalian berpuasa, janganlah berkata kotor dan jangan berteriak-teriak. Jika ada yang mencacinya atau mengajaknya bertengkar, katakanlah: ‘Saya sedang berpuasa’.” (HR. Bukhari & Muslim)

Menurut Ustaz Adi Hidayat, perisai ini akan membantu seseorang dalam mengendalikan dirinya dari godaan eksternal, baik dari sesama manusia maupun dari godaan setan.

4. Dua Kebahagiaan Bagi Orang yang Berpuasa

Orang yang benar-benar menjalankan puasa dengan baik akan mendapatkan dua kebahagiaan. Pertama, kebahagiaan ketika berbuka, di mana ia merasa puas telah menjalankan ibadah dengan baik. Kedua, kebahagiaan ketika bertemu Allah di akhirat dengan membawa pahala puasanya.

“Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan: kebahagiaan saat berbuka dan kebahagiaan ketika bertemu Tuhannya.” (HR. Bukhari & Muslim)

Lebih lanjut, UAH menambahkan bahwa mereka yang mampu menjaga lisannya selama Ramadan akan mendapatkan keutamaan istimewa di sisi Allah, bahkan bau mulut orang yang berpuasa lebih harum dari minyak kasturi di hadapan-Nya.

Kesimpulan

Sebagai penutup, UAH mengajak umat Islam untuk menjadikan puasa sebagai momen perbaikan diri, bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga membentuk karakter yang lebih baik. Ia menegaskan bahwa Ramadan adalah madrasah yang harus menghasilkan perubahan positif dalam kehidupan seseorang.

“Puasa sejati bukan sekadar pindah waktu makan, tetapi bagaimana kita mengontrol diri dan menjadi pribadi yang lebih baik setelah Ramadan.”

Dengan memahami esensi puasa, umat Islam diharapkan bisa menjalani Ramadan dengan lebih bermakna dan meraih keberkahan yang dijanjikan oleh Allah.(Sumber)